Anom tertawa sejenak dan menutup teleponnya.
"Sudah, Mas," Nisa mengaburkan lamunan gue sejenak. Nisa memberi sinyal bahwa mereka sudah selesai melihat-lihat dan mewawancara.
Setelah berpamitan dengan penjaga kampus, kami pun pulang dari Semen Gresik. Salam perpisahan juga diberikan oleh Nisa dengan buang air kecil di kampus itu.
Sesampainya di kosan, gue jadi merasa percaya diri untuk ke luar kota lagi. Kejadian hari ini jadi semacam pencapaian. Nggak ada alasan lagi untuk takut pergi ke luar kota sendiri.
-
"Oke, deh. Bisa. Malang toh, dekat," gue membatin.
"Oke. See you in Malang, ya! Gue kabarin lagi kalau sudah dekat tanggalnya."
Benakribo, seorang influencer yang kebetulan gue kenal, baru saja menawarkan pekerjaan buat gue. Dia akan mengisi talkshow di Malang dan meminta gue untuk merekam sebuah dokumentasi.
Setelah gue menutup telepon, gue berpikir sejenak. Gue ke Malang naik apa, ya?
Besoknya di kampus, gue coba bertanya ke beberapa teman. Ada yang bilang, kalau naik motor akan memakan waktu paling cepat dua jam. Kalau naik kereta atau naik bus, bisa lebih lama. Akhirnya gue memutuskan untuk berangkat naik motor Anom. Gue belum pernah naik motor sampai ke luar kota, tapi kayaknya akan enak kalau gue punya kendaraan pribadi di sana untuk jalan-jalan.
Gue meminta izin ke Anom dan ia mengiyakan, asal gue mau bayarin dia makan bakso hari itu karena dia lagi nggak bawa uang. Selembar sepuluh ribu melayang, bakso semangkok tiba.