"Tapi kata resepsionis harus ke sini, Mbak?" tanya gue, heran.
"Nggak bisa Mas kalau di sini. Cuma untuk kondisi darurat," jawab perawat.
Dengan gondok sekilo di belakang leher dan rasa kesal, gue pergi meninggalkan rumah sakit dan kembali ke kampus.
"Cok, kakimu nggak sembuh-sembuh, deh," kata Tian, teman gue, ketika melihat gue pincang saat berjalan.
"Iya, cok. Periksain lah," timpa Nouvend, teman gue yang lain.
"Temenin aku lah kalau gitu. Aku udah males sumpah, ngeri salah lagi aku di sana," rayu gue ke mereka.
"Moh. Aku mau tidur," jawab Tian.
Nouvend dengan baik hati mengiyakan, "Ya sudah aku temani, tapi antar aku pulang, ya?"
"Gampang itu, yang penting kakiku bener dulu," jawab gue.
Malamnya gue dan Nouvend pergi ke Rumah Sakit Umum Daerah, supaya dapat penanganan yang murah.
Sesampainya di sana, gue memarkirkan motor di parkiran yang jaraknya jauh. Untuk sampai ke lobby-nya juga harus menanjak terlebih dulu.