Paginya, kaki gue sakit dan nggak bisa ditekuk. Perih rasanya untuk menginjakkan kaki dan berjalan. Alhasil, hari itu gue mendokumentasikan Benakribo dengan kaki pincang. Ballroom tempat talkshow berlangsung juga terletak di lantai dua hotel tanpa lift menuju kesana. Sukses gue jadi kayak kakek-kakek tukang foto keliling. Syukurlah hari itu berjalan lancar. Setelah acara, gue dan Benakribo lanjut nongkrong dulu. Gue jadi ketemu istrinya serta anaknya yang lucu. Gue juga kenalan dengan teman-teman Benakribo yang ikut nongkrong bareng kami.
Keesokan harinya, gue pulang ke Surabaya dengan keadaan kaki masih sakit. Untuk menyiasatinya, gue duduk di kursi penumpang sementara kaki gue ada di rem dan di perseneling.
-
Dua minggu berlalu, kaki gue masih terasa sakit. Gue tanya ke teman-teman harus ngapain kalau kaki begini, karena gue nggak pernah periksa ke dokter sendiri sebelumnya. Banyak yang menyarankan gue untuk datang ke poliklinik. Gue akhirnya mencoba mendatangi salah satu rumah sakit dekat kosan gue di sela-sela kuliah.
Gue tiba di lobby rumah sakit dan menuju ke meja resepsionis.
"Permisi, Mbak," sapa gue, malu. "Anu... Kaki saya sakit... Jatuh dua minggu lalu... Belum sembuh... Harus ke mana ya?" tanya gue terbata-bata saking malunya.
"Bisa ke poli, Mas, tapi sudah tutup kalau siang begini. Coba ke IGD," jawab penjaga resepsionisnya. Ia juga menunjuk ke arah lorong kecil di sebelah mejanya.
Gue pun mengikuti arah yang ditunjuk. Sampai di IGD, ada perawat yang bertanya ke gue, "Mas mau ke mana?" Perawat ini seakan takut melihat ada pria besar dengan baju kedodoran dan kaki pincang masuk daerah kekuasaannya.
"Anu... Kaki saya sakit... Jatuh... Dua minggu lalu... Belum sembuh... Harus ke mana ya?" tanya gue makin terbata-bata karena lelah menyeret kaki dari resepsionis ke IGD.
Perawat menjawab, "Kalau itu silahkan ke poli, Mas. Bisa tanya ke resepsionis di depan."
Seketika rasanya gue pengen meledak.