Catatan: Cerita ini merupakan satu dari beberapa rangkaian cerita literatur personal. Gue menerbitkan cerita ini sebagai uji coba pasar dalam menulis lebih banyak bab. Mohon memberikan feedback entah suka maupun tidak apabila berkenan. Terima kasih sudah membaca!
-
"Bisa, bisa," gue menyanggupi.
Lalu gue berpikir, "Kok gue bilang 'bisa'? Itu 'kan di Malang."
Gue ragu karena sebenernya gue nggak dibolehin sama orang tua untuk ke luar kota, apalagi sama Nyokap. Beliau akan punya sejuta alasan supaya gue nggak pergi ke luar kota.
Menjadi mahasiswa rantau harusnya berarti bisa bebas ngapain aja. Namun, dari awal sebelum kuliah di Surabaya, gue dinasehati untuk nggak pergi ke luar kota tanpa mengabari Nyokap.
Beliau bilang, "Mas, kamu nanti di Surabaya jangan ke luar kota tanpa bilang Mamah, ya."
"Loh, kok gitu, Mah?" tanya gue.
"Mamah takut kamu kenapa-kenapa di jalan."
"Yah, Mamah..." Gue melas. "Nggak usah takut, Mah. Aku 'kan nggak mungkin ngapa-ngapain juga nanti. Paling ke luar kota kalau liburan."
"Apalagi liburan. Nggak ada Mamah di Surabaya tuh susah pasti." Nyokap makin sewot.