Apel penutupan berlangsung khidmat. Diakhiri dengan pesan singkat dari Pembina supaya pulang ke rumah dengan hati-hati dan sampai jumpa kembali pada Diklat minggu depan.
Seusai briefing singkat, sebagian pengurus pergi ke masjid untuk menunaikan ibadah Ashar. Ada yang ke toilet, ada pula yang duduk-duduk sambil berbincang di depan masjid. Ruang sanggar sepi, menyisakan aku sedang teratur melepas atribut Pramuka yang kukenakan.Â
Tiba-tiba terdengar ketukan pintu. Aku menoleh sambil memasukkan dasi ke dalam tas. Ternyata Kak Adit. Ia masuk dengan langkah tenang dan berhenti di depan mejaku.
"Yang lain pada ke mana, Dek?" tanyanya melihatku sendirian di ruangan ini.
Mati-matian menekan rasa gugup, aku berhasil menjawab dengan suara tenang, "Beberapa ada yang salat dan ada yang di toilet, Kak."
Aku lanjut memasukkan peluit dan balok ke dalam tas, tapi justru kurasakan tatapan Kak Adit masih tertuju padaku. Jadi kuberanikan untuk membalas tatapannya. "Mmm, ada apa, Kak?"
"Ini, nanti ada briefing lagi bareng Dewan. Tolong suruh temanmu yang lain jangan pada pulang dulu, ya."
"Oke, Kak. Nanti kusampaikan."
Percakapan terhenti. Anehnya, Kak Adit masih berdiri di dekat mejaku. Seperti ada sesuatu yang ingin ia katakan lagi. Namun, ragu. Rasa gugupku entah kenapa perlahan menguar lenyap digantikan sensasi nyaman yang aman. Mungkin karena pembawaan Kak Adit yang begitu tenang, atau... karena aku akhirnya berani untuk mengobrol dengannya?
"Hari ini lancar, Dek?"
"Lancar, Kak. Tadi ada satu-dua yang molor dari jadwal, tapi selebihnya aman."