"Baik, silahkan tunggu diruang operasi", jawab Amarta.
"Wan..wanita itu?", ucap Amarta dalam hati.
Wanita buta yang dulu telah mengajarkan Amarta tentang segala hal kini terbaring lemah kaku tak berdaya dihadapan Amarta. Ia mendapat pendonor mata seseorang yang tentunya memiliki hati yang sangat mulia. Amarta pun segera melakukan tugasnya.
Operasi berlangsung, semua area ruangan terasa dingin membuat Amarta sedikit memeluk badannya sendiri. Sebenarnya, ruangan itu diiringi rintih tangis lara Amarta, namun ia harus tetap bersikap profesional demi keberhasilan dan kelancaran operasi.
Dengan perlahan Amarta menyeka sedikit air matanya dan menarik napas lalu membuangnya. Amarta sangat merindukan wanita itu, tapi Amarta membencinya.Â
Amarta benci dia karena pergi secara tiba-tiba dan meninggalkan Amarta sendirian. Sebab dia pula Amarta sempat mengurungkan niat untuk melupakan impiannya. Perasaan Amarta tak karuan.
Perasaan sedih, senang, marah, kecewa bercampur aduk didalam satu sanubari Amarta.
Akhirnya operasi pun selesai. Amarta pergi dari ruangan itu dan mencoba melihat keadaan pendonor.
"Pak Glend?", ucap batin Amarta.Ternyata pak Glend adalah pendonor mata dari wanita itu.
"Mengapa? Apa maksud dari semua ini?", tanya Amarta didalam benaknya sendiri.
"Pak, apakah kau mengenali suaraku?", tanya Amarta kepada pak Glend.
"Amitha! Nak,kau disini?", jawab pak Glend sambil meraba sekitar.