NADIA AULIA R (212111332/HES 5E)
Review Book
Teori-Teori Dalam Sosiologi Hukum
Identitas Buku
- Judul Buku      : Teori-Teori Dalam Sosiologi Hukum
- Penulis         : Dr. Munir Fuady, S.H., M.H., LL.M.
- Cetakan, tahun : Cetakan ke-3, 2015
- Halaman       : 384 halaman
- Penerbit        : Kencana Prenada Media Group
Isi dan PembahasanÂ
Perkembangan Teori Sosiologi Hukum
A.Â
Paradigma Ilmu Sosiologi
Bahwa pentingnya peran dari ilmu sosiologi untuk memecahkan berbagai persoalan hukum, merupakan suatu fenomena yang sangat jelas kelihatan. Banyak persoalan hukum dewasa ini sudah tidak lagi memuaskan jika hanya diselesaikan oleh sektor hukum secara normatif. Dengan pendekatan secara normatif saja, buktinya keadilan semakin jauh dari harapan. Karena itu diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif, utamanya meminta bantuan ilmu sosiologi untuk memecahkan berbagai persoalan hukum yang dihadapi oleh masyarakat. Berbagai persoalan dalam kemasyarakatan oleh hukum dibiarkan saja seperti lubang menganga, tanpa penyelesaian yang memuaskan, terutama dalam kacamata masyarakat umum. Padahal, dalam kasus seperti itu, uluran tangan ilmu sosiologi hukum sangat diperlukan untuk memberi keadilan bagi anggota masyarakat yang terjebak dalam kasus hukum. Kasus-kasus yang menyesakkan dada tersebut diantaranya: Kasus bibit samad Riyanto-chandra, kasus prita Mulyasari, kasus pengambilan buah kakao nenek minah. ecara lebih perinci dapat dikatakan bahwa penerapan paradigma dasar dalam ilmu sosiologi ke dalam bidang sosiologi hukum, antara lain:
1. Paradigma Fakta Sosial, yang terdiri dari: Persoalan kelompok dan Masyarakat, Persoalan sistem kemasyarakatan, Sistem kekerabatan, Posisi dan peranan. Persoalan nilai dalam Masyarakat, Masalah tribalisme, Masalah kesetaraan gender, ras, agama, keyakinan, dan sebagainya, Persoalan keluarga, Berkenaan dengan pemerintah, Lembaga non-pemerintah, Penyelesaian konflik.
2. Paradigma Definisi Sosial, yang terdiri dari: Peranan, hak dan kewajiban dari individu, Peranan, hak dan kewajiban dari masyarakat, Tentang punishment and reward
b. Keterpecah-pecahan Ilmu Sosiologi
 Berbagai teori dalam sosiologi yang datangnya silih berganti ini termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1. Teori Behaviorisme
Teori behaviorisme adalah teori yang berkarakter psikologis, yang mengajarkan bahwa manusia tidak dipengaruhi oleh bawaan lahir (kecerdasan, emosional, ketahanan tubuh, penyakit bawaan, genetik), tetapi faktor yang lebih penting untuk mengetahui sikap tindak manusia dan yang memengaruhi serta membentuk tingkah laku manusia ialah kebiasaan yang terus-menerus dilakukannya sebagai respons terhadap lingkungannya.
2. Teori Konflik
Teori konflik merupakan antitesis dari paham fungsionalisme karena dalam paham fungsionalisme, masyarakat teratur dalam sebuah sistem, sehingga keteraturan masyarakat lebih menonjol dibandingkan dengan konflik dalam masyarakat.
3. Teori Pertukaran Sosial
Teori pertukaran sosial mengajarkan bahwa interaksi antar-anggota masyarakat bertitik tolak dari prinsip saling bertukar antar sesamanya yang dalam hal ini dimulai dari "memberi" sesuatu kepada orang lain, dan "menerima kembali" sesuatu dari orang lain dalam komposisi yang seimbang, sehingga tingkah polah anggota masyarakat selalu dilakukan dengan pertimbangan "untung rugi" Â misalnya dalam bentuk "cost-reward" atau "reward- punishment.
4. Teori Kritis
Teori kritis merupakan teori berhaluan kiri, yang awal mulanya dikembangkan oleh kelompok Fankfurt (mazhab Fankfurt), Teori kritis ini mengkritik berbagai hal dalam masyarakat, seperti kritiknya terhadap ilmu dan ilmuwan sosial, masyarakat modern, kebudayaan massa, birokrasi, kelompok elite dalam masyarakat, dan tentu juga terhadap hukum, melalui cabang khusus yang disebut teori hukum kritis (critical legal studies).
Teori tentang Perkembangan Masyarakat dan Perkembangan HukumÂ
a. Teori tentang Perubahan Hukum dan Masyarakat dalam ilmu sosiologi dikenal beberapa teori tentang perubahan masyarakat, antara lain:
1. Teori awal, yang menyatakan bahwa perubahan masyarakat secara konstan menuju ke arah industrialisasi,demokrasi, dan perlindungan hak asasi manusia. Teori ini mengambil basis revolusi Perancis sebagai tempat berpijaknya.
2. Teori umum abad ke-19 yang menyatakan bahwa masyarakat berubah menuju historisisme dan utopianisme.
3. Teori dinamika sosial, yang menyatakan bahwa masyarakat terus berkembang secara bertahap seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat. Teori ini antara lain dianut oleh Aguste Comte.
4. Teori evolusi, yang menyatakan bahwa masyarakat berkembang secara evolusi seiring dengan pertambahan penduduk dan diferensiasi struktural. Teori ini dianut oleh Herbert Spencer.
5. Teori revolusi, yang menyatakan bahwa perkembangan masyarakat sebenarnya terjadi secara revolusioner berdasarkan perjuangan kelas ekonomi, sebagaimana yang dianut oleh Karl Marx.
b. Â Orang Besar sebagai Aktor Pengubah Hukum
Tentang peran para aktor khususnya orang-orang besar dan karismatik, dalam melakukan perubahan besar ter- hadap hukum, politik, dan sejarah terdapat beberapa teori sosiologi tentang determinisme, yaitu: Teori determinisme individual, Teori determinisme sosial gogmatis, Teori determinisme sosial idealis, Teori determinisme universal, Teori determinisme kebangsaan, Teori determinisme inklusif.
c. Teori tentang Evolusi Hukum
Adapun yang merupakan teori-teori yang mendukung adanya suatu evolusi dalam masyarakat, termasuk evolusi hu- kum, yang dalam ilmu sosiologi digolongkan ke dalam teori makro, sebagai berikut: (Piotr Sztompka, 2008: 7)
1. Teori perkembangan sosial, teori perkembangan sosial ini mengajukan konsep perkembangan masyarakat (termasuk perkembangan hukum)
2. Teori kemajuan sosial, yaitu teori dalam sosiologi yang dapat menopang teori evolusi hukum antara lain apa yang disebut dengan teori "kemajuan sosial", karena suatu evolusi hukum memang termasuk ke dalam kategori "kemajuan sosial." Menurut teori ini, suatu perkembangan sosial (termasuk perkembangan hukum) memiliki karakteristik sebagai berikut: proses yang menjurus ke jurusan tertentu, terjadi secara terus-menerus, bergerak ke arah yang lebih baik/menguntungkan/ideal.
3. Teori peredaran sosial, ialah bahwa berkembangnya masyarakat tanpa menuju ke arah tertentu tetapi tidak juga berkembang asal- asalan, dengan karakteristik sebagai berikut: Terjadi pengulangan. Dalam hal ini, perkembangan kedepan sering kali berulang kembali ke belakang, sehingga masa depan merupakan replika dari masa lalu. Ini yang sering disebut dengan istilah "Sejarah itu Berulang." Pengulangan dalam perkembangan masyarakat tersebut dikarenakan adanya kecendrungan permanen dalam sistem yang ada.
d. Â Teori tentang Revolusi Hukum
Dalam ilmu sosiologi terdapat beberapa teori utama terhadap suatu Gerakan yang disebut dengan revolusi. Teori-teori revolusi ini sebagai berikut:
- Teori Tindakan, yaitu suatu paham yang lebih melihat revolusi sebagai sebuah tindakan yang bersifat naluriah dan reflektif dari individu-individu yang melakukan revolusi.
- Teori Psikologi, yaitu dalam revolusi tidak menekankan pada aspek naluriah dan reflektif dari tindakan individu sebagai- mana pada teori tindakan, tetapi lebih menekankan pada orientasi, sikap, motivasi, dan penalaran.
- Teori Struktural, menekankan pada struktur makro dari masyarakat dengan mengabaikan faktor psikologi dari masyarakat/individu. Menurut teori struktural ini, revolusi terjadi karena terjadinya gesekan- gesekan dalam struktur dan hubungan dalam masyarakat.
- Teori Politik, yang dimaksud dengan teori politik dalam suatu revolusi ialah suatu pendekatan yang memandang revolusi sebagai suatu gejolak politik yang khusus.
e. Teori tentang Modernisasi Hukum
Soerjono Soekanto memberikan syarat- syarat bagi suatu hukum agar hukum ini menjadi hukum yang baik. Syarat-syarat tersebut sebagai berikut:
- Hukum merupakan aturan umum yang tetap (bukan adhoc).
- Hukum harus jelas, diketahui dan dimengerti oleh masyarakat.
- Hukum tidak retroaktif (berlaku surut).
- Aturan hukum tidak boleh saling bertentangan.
- Hukum harus sesuai dengan kemampuan masyarakat untuk mengikutinya.
- Perubahan hukum jangan dilakukan sangat sering dan berlebihan.
Hukum dan Struktur Dasar Masyarakat: Paham Strukturalisme dalam Sosiologi Hukum
a. Konsep-Konsep
Menurut paham strukturalisme, manusia sudah terperangkap dalam sistem dan struktur bahasa, sehingga mau tidak mau ketika manusia mencoba memahami segala sesuatu, maka manusia tersebut harus juga memahaminya dalam konteks struktur dan sistem bahasa tadi. Bahwa yang dimaksud dengan teori strukturalisme dalam ilmu sosiologi ialah pemahaman aspek-aspek kemasyarakatan yang bertitik tolak dari pendekatan kepada struktur bahasa yang digunakan oleh masyarakat tersebut, kemudian juga ke struktur dasar masyarakat, yang menganggap subjek atau aktor bukan sebagai variabel bebas, tetapi lebih merupakan variabel yang tidak bebas yang selalu dipengaruhi dan dikungkung oleh struktur masyarakat, struktur mana terdapat dalam pikiran alam bawah sadar masyarakat.
Paham strukturalisme menekankan kepada arti pentingnya suatu "struktur" dalam masyarakat. Struktur itu sendiri memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
- Struktur merupakan suatu totalitas
- Suatu struktur dapat bertransformasi
- Saat bertransformasi, terjadilah suatu autoregulasi, yakni pembentukan relasi-relasi baru dalam internal struktur tersebut.
b. Strukturalisme Anthropologi Pandangan Levi-Strauss
Levi Strauss menekankan kepada pentingnya faktor struktur. Menurutnya, struktur yang terpenting peranannya adalah struktur dari pikiran manusia (melalui alam bawah sadarnya), yang dapat menghasilkan berbagai pandangan tentang dunia ini saat terjadi gerhana matahari. Menurut paham strukturalis, untuk sampai menjadi sebuah mitos, dongeng, atau legenda atau yang sejenisnya, seperti mitos asal muasal matahari dan bulan tersebut, semula berasal dari alam bawah sadar manusia, untuk kemudian berkembang dan diterima sebagai mitos oleh masyarakat dalam suatu masyarakat tribal, melalui suatu proses yang panjang. Dalam hal ini terjadi suatu transformasi dari fenomena kakak beradik, menjadi fenomena matahari dan bulan.
Analisis Ajaran Fungsionalisme dalam Bidang Hukum
a. Pengertian dan Konsep-Konsep
Fungsionalisme ialah suatu teori sosial murni yang besar (grand theory) dalam ilmu sosiologi, yang mengajarkan bahwa secara teknis masyarakat dapat dipahami dengan melihat sifatnya sebagai suatu analisis sistem sosial, dan subsistem sosial, dengan pandangan bahwa masyarakat pada hakikatnya tersusun kepada bagian-bagian secara struktural, di mana dalam masyarakat ini terdapat berbagai sistem-sistem dan faktor-faktor, yang satu sama lain mempunyai peran dan fungsinya masing-masing.
Konsep pemikiran dari paham fungsionalisme, sebagai- mana yang diajarkan oleh Talcott Parsons, mengambil tempat berpijak dari filsafat yang dikembangkan oleh Thomas Hobbes tentang homo homini lupus, yang menyatakan bahwa pada prinsipnya, manusia saling berkelahi satu sama lain. Menurut paham fungsionalisme, agar perkembangan masyarakat dapat berlangsung baik, harus memenuhi beberapa prasyarat yang disebut dengan prasyarat format, yaitu: Kontrol social, sosialisasi, adaptasi, system kepercayaan, kepemimpinan.
b. Riwayat dan Perkembangan Paham Fungsionalisme Struktural
Terlihat dengan jelas bahwa sosiologi positivisme dari Emile Durkheim sangat mengabaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Mengabaikan semua aksi yang berhubungan dengan sistem aturan normatif.
2. Mengabaikan pandangan subjektif dari pelaku dalam sistem sosial. Pandangan subjektif ini dalam masyarakat memberi tempat kepada unit acts, yang pada gilirannya unit acts tersebut membentuk suatu jaringan dalam masyarakat seperti jaringan laba-laba.
Adapun prinsip-prinsip yang harus dipertahankan oleh suatu hukum modern sesuai paradigma teori fungsional- isme dalam ilmu sosiologi, adalah prinsip-prinsip sebagai berikut: Prinsip konsistensi, Prinsip realisasi, Prinsip persetujuan, Prinsip optimalisasi. Jadi, menurut paham fungsionalisme, ditilik dari prasyarat fungsional dalam suatu masyarakat, maka hukum pun juga harus dapat mendukung berfungsinya prasyarat tersebut, sehingga jadinya dalam hal ini hukum harus dapat berfungsi dalam masyarakat sebagai berikut:
1. Sebagai sarana integrasi sosial, misalnya yang banyak dikembangkan dalam bidang hukum kenegaraan, hukum pidana bidang politik dan keamanan, dan sebagainya.
2. Sebagai sarana bagi masyarakat untuk beradaptasi, misalnya yang dikembang dalam hukum lingkungan, hukum kesehatan, hukum perlindungan konsumen, dan hukum tanah
3. Sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan dalam masyarakat. Misalnya yang dikembang oleh hukum tata negara, hukum bisnis, hukum kontrak, hukum perkawinan, dan hukum keluarga. Bila dikumpulkan secara menyeluruh, penekanan paham fungsionalisme struktural versi Robert K. Merton ber beda dengan penekanan yang dilakukan oleh Talcott Parsons. Menurut Robert K. Merton, penekanan dan sasaran dari suatu studi tentang paham fungsionalisme struktural antara lain: Â Peran sosial, Pola institusional, Proses sosial, Pola kultur, Emosi yang terpola secara kultural, Norma sosial, Pelengkapan untuk pengendalian sosial.
Interaksi Antara Individu Masyarakat, dan Hukum: Telaah dari Segi Teori Interaksionalisme Simbolis
a. Latar Belakang dan Konsep-Konsep
Paham interaksionisme simbolis, sebagaimana dianut juga oleh Robert Park, Ernest Burges, dan William Thomas, menggunakan metode observasi partisipan sebagai metode penelitiannya untuk dapat mendalami suatu realitas sosial yang ada. Metode penelitian observasi partisipan diper- juangkan oleh aliran interaksionisme simbolis jarang digu- nakan oleh penelitian yang bersifat sosiologis yang lebih menekankan pada penelitian yang bersifat masif, dengan menggunakan alat bantu analisis dalam bentuk kuantitatif dan statistik. Â Sebagaimana diketahui bahwa teori interaksionisme simbolis lahir karena adanya kebutuhan yang terus-menerus akan suatu jawaban tentang bagaimana pengaruh ma- syarakat terhadap individu dan sebaliknya, bagaimana juga pengaruh individu-individu dalam membentuk, mempertahankan, bahkan mengubah masyarakat. Jadi, teori interak- sionisme simbolis berusaha menjelaskan secara lebih mikro dan kongkret tentang interelasi fungsional antara individu dengan masyarakat dalam sebuah komunitas
Karena teori interaksionisme simbolis masuk ke ranah mikro dari individu dan masyarakat, maka apa yang ditelaah oleh teori interaksionisme simbolis ini berada di luar jangkauan teori-teori makro dalam ilmu sosiologi, semisal teori konflik, dan teori fungsionalisme. adi, ketika teori-teori sosiologi (terutama pada abad ke-19) mengusung tema-tema besar tentang kemasyarakatan, maka teori interaksionisme simbolis membawa berbagai persoalan masyarakat untuk kembali ke dasarnya, yakni ke- pada cara individu memaknai masyarakat dan dunia.
b. Â Prinsip-Prinsip Utama
Sebenarnya maksud kata "simbol" dalam istilah "interaksionisme simbolis" adalah setiap gerak, isyarat atau baha- sa yang membentuk suatu komunikasi dan interaksi antara aktor yang satu dan aktor yang lain. Simbol ini (termasuk bahasa) mempunyai fungsi-fungsi berikut ini: 1. Fungsi umum dari simbol ialah untuk memungkinkan orang-orang bertindak menurut cara-cara yang dipilihnya. 2. Dengan simbol, memungkinkan orang menghadapi dunia material dan dunia sosial, yang menyebabkan mereka dapat menata kehidupan, mengatakan sesuatu, mengingat, dan mengklasifikasi objek. 3. Dengan simbol, memungkinkan manusia membeda- bedakan stimulus sehingga manusia dapat memahami lingkungannya. 4. Dengan simbol, terutama bahasa, memungkinkan manusia untuk meningkatkan kemampuan berpikirnya. Dalam hal ini, berpikir dapat diartikan sebagai kemampuan berinteraksi secara simbolis dengan dirinya sendiri.
Jadi, menurut paham interaksionalisme simbolis, ma- syarakat harus dilihat sebagai aktor-aktor manusia yang hidup dan bertindak secara interaktif. Karena itu, yang pa- ling menentukan dalam suatu masyarakat adalah interaksi manusia yang diyakini oleh Blumer, bahwa eksistensi dan pengaruh dari struktur-struktur sosial yang bersifat makro tetap ada, tetapi tidak terlalu signifikan dalam memengaruhi sang aktor (manusia).
Analisis Proses Hukum Paham Etnometodologi dalam Hukum
a. Pengertian Etnometodologi
Etnometodologi merupakan salah satu aliran terkenal dalam ilmu sosiologi yang ada kaitannya dengan masalah hukum. Dapat disebutkan bahwa beberapa konsep kunci dari ajaran etnometodologi ini, sebagai berikut: (Alain Coulon, 2008: 31)
- Indeksikalitas (indexicalite).
- Refleksivitas (reflexivite).
- Akuntabilitas.
- Konsep member.
- Kategorisasi anggota.
b. Etnometodologi dalam Negosiasi
Pada prinsipnya, dengan negosiasi dimaksudkan sebagai suatu proses tawar-menawar atau pembicaraan untuk mencapai suatu kesepakatan terhadap masalah tertentu yang terjadi di antara para pihak. Negosiasi dilakukan baik karena telah ada sengketa di antara para pihak, maupun hanya karena belum ada kata sepakat disebabkan belum per- nah dibicarakan masalah tersebut. Negosiasi dilakukan oleh seorang negosiator. Mulai dari negosiasi yang paling sederhana di mana negosiator tersebut ialah para pihak yang berkepentingan sendiri, sam- pai kepada menyediakan negosiator khusus, atau memakai lawyer sebagai negosiator. Ciri-ciri dari seorang negosiator yang baik sebagai berikut:
1. Mampu berpikir secara cepat, tetapi mempunyai kesabaran yang tidak terbatas.
2. Dapat bersikap manis, tetapi meyakinkan.
3. Dapat memengaruhi orang tanpa harus menipu.
4. Dapat menimbulkan kepercayaan tanpa harus memercayai orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H