Leech (1983) berpendapat bahwa dalam prinsip kesantunan didasarkan pada kaidah-kaidah, dan kaidah-kaidah itu tidak lain adalah bidal-bidal atau pepatah yang berisi nasehat yan harus dipatuhi agar tuturan penutur memenuhi prinsip kesantunan, prinsip kesantunan menurut Leech meliputi enam bidal yaitu 1. Bidal ketimbangrasaan, 2. Bidal kemurahhatian, 3. Bidal keperkenaan, 4. Bidal kerendahhatian, 5. Bidal kesetujuan, 6. Bidal kesimpatian.
"Hai Tuan, boleh aku duduk di sini? Ah, jika tidak tak apa." Senyuman manis dan hangat dari perempuan itu. Pria yang duduk di sana menoleh hingga akhirnya menatap pemandangan di depan kembali. (Paragraf ke 3).
Pada awal kalimat “Hai Tuan, boleh aku duduk di sini? Ah, jika tidak tak apa.” Merupakan bidal ketimbangrasaan, dimana dimana pihak lain di dalam tuturan hendaknya dibebani biaya seringan-ringannya tetapi dengan keuntungan sebesar-besarnya.
"Tentu, Nona, silakan. Ini tempat umum, tak ada yang bisa melarangmu." Lelaki itu menjawab masih dengan mata menatap indah matahari. (Paragraf ke 4).
Pada awal kalimat “Tentu, Nona, silakan. Ini tempat umum, taka da yang bisa melarangmu”. Merupakan bidal keperkenaanm dimana meminimalkan penjelekan terhadap pihak lain dan memaksimalkan pujian kepada pihak lain.
"Ah, B-Bukan begitu. Saya hanya tidak ingin anda risih, Tuan," sungguh tidak enak perasaan gadis jelita itu sekarang. (Paragraf ke 5).
Pada awal kalimat “Ah, B-Bukan begitu. Saya hanya tidak ingin anda rishi Tuan,”. Merupakan bidal ketimbangrasaan, dimana pihak lain di dalam tuturan hendaknya dibebani biaya seringan-ringannya tetapi dengan keuntungan sebesar-besarnya.
“Ganan, saya Ganan” Wanita itu terkejut saat pria itu mengenalkan diri.
“Saya Alva, Tuan” Wanita itu langsung menduduki diri di sebelah Ganan. (Paragraf 6-7).
Pada awal dua kalimat tersebut merupakan bidal kerendahhatian, bahwa penutur hendaknya meminimalkan pujian kepada diri sendiri dan memaksimalkan penjelasan kedapa diri sendiri.
“Hm, apa saya boleh bertanya, Tuan? Ganan melirik sekilas. (Paragraf ke 8).