Chairil Anwar dilahirkan di Medan tanggal 26 Juli 1922, ia berpulang ke Rakhmattullah 28 April 1949 --- Almarhum dimakamkan di Karet pada hari berikutnya. Mari kita renungkan Puisi Almarhum, yang seolah-olah merasa dirinya segera akan berpulang ...............
Yang Terampas dan Yang Putus
kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
di Karet, di Karet ( daerahku y.a.d) sampai juga deru angin
aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan kau bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
(1949 - Chairil Anwar)
Chairil Anwar tampil sebagai seorang Revolusioner --- di masa-masa setiap orang harus segera menentukan di mana ia berdiri, bagaimana ia bersikap, apa yang bisa ia lakukan bagi Bangsanya --- Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Ia berdiri sebagai Revolusioner, ia bersikap sebagai seorang Revolusioner --- dan Chairil Anwar berlaku sebagai Penyair yang Revolusioner.
Persetujuan dengan Bung Karno
Ayo !  Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengar bicaramu,
dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
(1948 - Chairil Anwar)
Ini, Pidato Chairil Anwar 1943 --- dimulai dengan , Motto:
Kita guyah lemah - Sekali tetak tentu rebah - Segala erang dan jeritan - Kita pendam dalam keseharian - Mari berdiri merentak - Diri-sekeliling kita bentak - Ini malam bulan akan menembus awan.
Pidato tersebut diucapkan Chairil Anwar di depan Angkatan Baru Pusat Kebudayaan pada tanggal 7 Juli 1948. Paragraf terakhir dalam pidatonya : " ............ Ketika Zaman Jepang kita memang mesti bertindak, sekurang-kurangnya berpikir serta merasa dengan tajam bertentangan melawan suasana di masa itu supaya jangan sampai hilang Zelfrespect kita ............"
Hayatilah Puisi Chairil Anwar berikut ini :
Diponegoro
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati
MAJU
Ini barisan tak bergenderang - berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai.
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.
( Februari 1943 - Chairil Anwar )
Sanjak diatas harusnya masih tepat bagi Orang Indonesia saat ini --- untuk menempatkan semangat Pembangunan dan Perlawanan yang diungkapkan Chairil Anwar, di masa Penjajahan Dai Nippon saat itu --- dikobarkan kembali, untuk membebaskan Republik Indonesia dari cengkraman Budaya Retrogresif para Koruptor, Kemiskinan, Kebodohan, Ketertinggalan Budaya --- Agar Jayalah Ibu Pertiwi mengatasi masalah yang terus menerus membelitnya dalam Keterpurukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H