Dengan santainya Kunto merangkul Yuky dan memaksanya berjalan memasyki kelas yang ternyata setidaknya hanya sepuluh langkah dari lapangan . Mau bagaimana pun, Yuky memang tengah bingung mencari kelas.
Saat sampai di kelas, guru berkumis lele dengan rambut botak di tengah dan perut yang buncit. Guru matematika memang selalu khas dengan rambut botak di tengah,mungkin kebanyakan mikir, gumam Yuky. Untunglah hari ini hari pertama sekolah guru masih memberikan toleransi dari keterlambatan Yuky.
Ada satu hal yang baru Yuky sadari. Pandangan matanya berputar memperhatikan kelas, rasanya ia benar benar jatuh masuk ke dalam 'Wonderland'. Sekelilingnya dipenuhi orang orang yang 'unik'. Ada yang berkawat gigi dengan tinggi seperti tiang listrik, ada yang mempunyai masalah dengan kaki seperti terkena penyakit cacar, ada juga laki laki bertampang 'feminim' ,dan banyak lagi.
Baiklah, sudah Yuky tetapkan, ini memang kelas tipenya. Rasanya orang orang di sini seperti berasal dari dunia fantasi. Yuky memang menyukai dunia fantasi, seperti dunia sihir di Harry Potter, atau Wonderland seperti di Alice In Wonderland, dan juga Neverland tempat tinggal Peterpan. Memang cukup keanakan untuk anak SMA, tapi begitulah Yuky.
Pelajaran matematika selesai dan ada waktu untuk bersantai sebelum guru mata pelajaran lainya datang. Ia kembali memperhatikan sekelilingnya,perhatiannya berhenti pada laki laki yang duduk di ujung kelas dan masih memakai seragam SMP.kepalanya ditutupi topi SMP dengan posisi duduk bersandar menyamping ke ujung dinding. Terlihat sekali dia tipe lelaki pemalas, atau mungki malu karena salah kostum. Semakin diperhatikan Yuky semakin penasaran, sebelumnya ia tidak pernah seperti ini kepada laki laki. Sampai seseorang tiba tiba menyapanya dari belakang.
"Hai.. lo Yuky,kan?"
Dengan sedikit terkejut Yuky menengok ke arahnya. Yang ia lihat, gadis manis dengan rambut terurai sebahu, berkulit putih , warna matanya coklat muda. Dia sangat cantik hingga Yuky tidak berkedip.
"Ah.. i-iya, gue Yuky."
"Nama gue Valerie."
mereka berjabat tangan. Valerie memang cukup ramah untuk orang yang baru ia temui. Terlebih orang itu 'pantas' menurutnya untuk dikenal.
"Lo lagi liatin cowok di ujung situ, kan?"