Mohon tunggu...
Mutiara Tyas Kingkin
Mutiara Tyas Kingkin Mohon Tunggu... Freelancer - Educators

These are my collection of words to share with you. Hopefully, it will bring a good vibe to the readers.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Antrean

3 September 2022   08:09 Diperbarui: 3 September 2022   08:17 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia terlihat sesekali menatap ke arahku. Kini posisinya sudah berada di depan. Terhalang dua orang kali ini. Matahari semakin ganas. Antreannya masih sangat panjang. Satu-satunya cara menghalau haus adalah menelan ludahku sendiri. Perutku juga sudah mulai keroncongan. Haduh.

Aku merogoh tas ranselku, mencari topi untuk melindungi kepala ku yang mulai terbakar matahari. Saat ku raba, aku menemukan benda asing di dalamnya. Sekaleng minuman rasa jeruk. Ku keluarkan benda itu, benar ini kaleng minuman utuh masih tersegel. Seketika aku mengulum senyum.

              "Haha dasar orang aneh." Tanpa pikir panjang aku langsung meneguknya. Tidak berhemat-hemat. Persetan. Aku haus sekali. Ya, minuman ini selain menghilangkan dahaga juga menurunkan kadar emosiku karena ibu-ibu tadi.

***

Semua orang sudah tampak kelelahan dalam antrean ini. Napasku juga sudah sepenggal-penggal. Beberapa di antaranya memilih untuk duduk ala kadarnya, dan rela diserobot antreannya. Mungkin sudah benar-benar kehabisan energi. Tubuhku juga sudah memberikan sinyal harus beristirahat. Tapi, masih kuurungkan niat itu. Kalau aku duduk, maka akan tersalip orang lain dan itu akan mengakibatkan antreanku semakin panjang.

Tenang... Sabar... Kuasai... ucapku berulang-ulang. Dalam situasi seperti ini, orang-orang menunjukkan peringainya dan keegoisan untuk diri sendiri semakin terasa. Di sebelah kanan, ada yang ribut berebut sepotong roti. Di depan, anak kecil dan bayi-bayi semakin menjerit-jerit. Di belakang, seruan minta tolong terus terdengar, berharap belas kasihan siapa saja.

Tenang...Sabar...Kuasai... ucapku berulang-ulang. Napasku semakin pendek. Tubuhku bergetar. Keringatku membasahi separuh kemeja flanelku. Aku tidak punya apa-apa lagi. Tidak ada roti-tidak ada kaleng minuman. Mataku mulai berkunang-kunang.

              "Neng, duduk saja." Seorang kakek-kakek di sebelah kiriku. "Pakai ini."

              "Terima kasih, kek." Aku menerima koran itu lalu segera duduk. Ku pijat kedua keningku yang pening sekali. Di depanku, seorang pasangan muda-mudi juga tengah duduk. Si perempuan bergelendotan manja, si cowok dengan kelembutannya membelai rambut perempuan itu. Seketika aku teringat puzzle-puzzle kisah romansa milikku sendiri.

***

              "Aku mau putus."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun