Sambungnya, "Memang apa yang kau lihat dalam video itu, nduk?"
Aku diam termagu. "Kemaren kakek lihat, kamu terlihat murung sekali. Kakek takut kamu terjatuh ke dalam embung. Makanya kakek dekati. Kakek punya banyak DVD, ada kartun, film, dan lagu-lagu. Kalau kamu tidak suka DVD yang itu. Kamu bisa memilih yang kamu suka."
***
Siang ini, aku berkunjung ke rumah kakek. Rumahnya luas dan banyak pohon mangga. Aku membawakan sop buntut untuk makan siang bersama. Kakek punya dua orang anak. Keduanya sudah menikah, dan selalu berkunjung setiap weekend.Â
Kami makan siang bersama. Di sinilah kakek bercerita, bahwa cucu pertamanya meninggal akibat kanker darah. Itulah alasan kakek selalu melewati adegan rumah sakit dalam film kesukaan cucunya.
"Tragedi dalam hidup kita, tidak akan pernah bisa hilang seberapa keras kita berusaha menghapusnya. Namun, yang bisa kita lakukan hanya berdamai dan menerimanya."
Aku tersenyum mendengar nasehat kakek yang kupanggil si kakek gombroh. Oh astaga aku baru menyadari sesuatu. Aku seperti berjumpa kembali dengan eyang kakung. Aku dan kakek makan dengan lahap sop buntut masakanku. Kemudian, kami ke belakang untuk mengupas mangga.
Mungkin benar. Aku masih marah pada setiap tragedi menyesakkan dalam hidupku. Berdamailah!