***
Rumah di Jogja, 2018.
Akhirnya aku memutuskan naik kereta untuk pulang ke Jogja. Kebanyakkan orang menganggap rumah adalah dimana kita mempunyai tempat untuk pulang. Awalnya aku juga menganggapnya demikian. Sampai pada akhirnya, surat cerai ada di atas meja makan dan mereka sepakat.
Persetan. Untuk apa mereka mengikrarkan janji pernikahan jika merawatnya saja tidak pernah. Mereka sibuk mengurusi huru-hura, uang, uang, uang, dan perselingkuhan. Lingkaran setan. Aku tidak banyak berkomentar terkait masalah ini. Aku menganggap, hidup kami menjadi masing-masing. Tidak ada lagi keluarga. Aku mencoba melewati adegan di video ini.
***
Kendal, 2020.
Sudah hampir satu tahun aku tinggal di kota kecil ini, di Jawa Tengah. Sejak pandemi melanda, mengakibatkan bisnis yang kubangun bangkrut. Aku terpaksa memberhentikan seluruh karyawanku, dan terlilit hutang. Seluruh asset yang aku punya apartemen, mobil, dan saldo rekening sudah raib untuk memberi pesangon dan membayar beberapa uang pinjaman.
Aku menepi di pinggiran kota Kendal. Tinggal di sebuah kos-kosan sederhana, dengan atap kamar bocor sejak dua minggu lalu. Namun, aku tidak mengajukan protes. Untuk apa? Manusia sepertiku yang selalu telat membayar uang sewa, tidak layak untuk protes. Saat ini, aku memenuhi kebutuhanku dengan bekerja di sebuah toko bunga.
Di embung sore itu. Aku memang berniat ingin mengakhiri semuanya. Ya... benar-benar semuanya.
***
Setelah selesai menonton video itu. Aku menjadi teringat seorang kakek yang aku temui di embung kemaren sore.