Mohon tunggu...
Mutiara Tyas Kingkin
Mutiara Tyas Kingkin Mohon Tunggu... Freelancer - Educators

These are my collection of words to share with you. Hopefully, it will bring a good vibe to the readers.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menyeka Tragedi

21 Agustus 2022   17:16 Diperbarui: 21 Agustus 2022   17:17 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sial. Batu itu sudah terlempar entah ke arah mana, dan sekarang ujung jari kakiku berdarah.

"Haha..."

Aku menengok ke sumber suara. Dari arah belakang. Seorang kakek-kakek, dengan stelan baju gombroh motif bergaris dan celana pendek hitam. Sejak kapan dia berada di belakangku? Apakah sedari tadi dia mengikutiku?

"Apa kakek menguntit?"

Bukannya menjawab. Kakek itu justru tertawa menampakkan giginya yang ompong kekuningan. Aku mengernyitkan dahiku. Sialan. Siapa kakek ini? Sedari tadi sekitar embung ini tidak ramai. Hanya ada penjual bakso tusuk dengan topinya yang sudah buluk. Entah apa warna aslinya. Serta ibu muda yang tengah hamil, duduk sembari membaca buku. Sisanya hanya orang berlalu lalang dari kampus yang gedungnya tidak jauh dari sini.

Aku celingukan. Dari mana kakek ini tiba-tiba sudah berada di belakangku. Tidak menaruh curiga dia akan berbuat jahat seperti bandit yang tiba-tiba merebut tasku. Toh, tubuhnya saja sudah terlihat sangat renta. Punggungnya sedikit membukuk. Sedang kerutannya ada dimana-mana. Kalau boleh aku tebak, mungkin usianya sudah 70 tahun atau lebih. Eh... tapi siapa tau, ada pistol di balik baju gombrohnya.

Aku mulai membuat jarak.

"Aku tidak membawa pistol. Hanya punya pisau dapur, biasanya untuk mengupas mangga yang jatuh dari pohon di belakang gubug."

Aku benar-benar tidak mengerti. Siapa kakek ini? Aku tidak akan berpikir macam-macam. Takut nanti dia bisa menebak isi kepalaku. Kupalingkan pandanganku ke embung. Sore ini aku hanya ingin duduk tenang, mengumpat, atau aku akan meledak. Tapi, kakek ini tiba-tiba hadir dan membuatku ingin memilih opsi ketiga.

"Jangan sesekali kau berpikir untuk menyakiti dirimu sendiri. Itu justru hanya akan menyakiti Dia."

Sial. Kali ini aku benar-benar sudah tidak tahan. "Kakek mau apa? UANG?!" Bentakku. "Jangan tertawa, karena sedang tidak ada yang lucu di sini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun