Wanita tua itu tiba-tiba terjaga. Tak seperti biasanya, mata tuanya menyala lebih terang dari sinar bohlam kuning yang menerangi kamar tidurnya.
Tentu ia terbangun bukan karena ada suara bising. Sebab saat itu malam begitu hening. Orang-orang kampung sudah terhanyut di atas ranjang. Tak ada ronda, pun suara roda-roda telah reda. Pokoknya, Malam senyap, tanpa suara.
Kalaupun ada suara, ialah sekadar cuirrp teratur dari seekor burung cabak, yang sedang mencari serangga di tengah kegelapan angkasa.
Atau suara cericit kecil dari tikus-tikus yang berlarian di ruang dapur. Seharusnya cuirrp atau cericit itu tak mengganggu, biasanya justru menambah lelap tidur wanita tua.
Bukan pula ia terjaga sebab merasa dingin. Embusan angin saat itu hanya mampu menyusup lewat ventilasi dan celah-celah jendela namun tak kuasa ketika menerobos lapisan tipis kain tapih yang menyelimuti tubuhnya yang ringkih.
Agaknya wanita tua terjaga disebabkan karena barusan ia mengalami sebuah mimpi. Sebab saat masih tidur tadi, bibir dan kulit pipinya yang kisut terlihat senyum-senyum sendiri. Lalu matanya mendadak terbuka, menyala terang seolah memancarkan kebahagiaan yang luarbiasa.
"Bapak, bukakan pintu! Itu Sri.... Karno.. Andri.. Sasha... Mereka pulang, Pak!". Begitu suara parau yang keluar dari mulut wanita tua sesaat setelah bangkit dari ranjang.
Wanita tua meraih tongkat kayu yang berukirkan ular kobra untuk menopang tubuhnya yang lapuk. Lalu melangkah tertatih-tatih namun terlihat sangat bersemangat. Ia berjalan menuju ruang tengah.
Ya. Pasti penyebab wanita tua tiba-tiba terbangun adalah karena ia habis bermimpi. Kemungkinan besar mimpinya sangat nyata. Sampai ia lupa kenyataan bahwa orang yang ia panggil Bapak telah meninggal delapan tahun lalu.
Juga nama-nama yang ia sebutkan tidaklah mungkin mengunjunginya tengah malam begitu. Setahu saya, Sri merupakan nama anak satu-satunya wanita tua.