Mohon tunggu...
Musfiq Fadhil
Musfiq Fadhil Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Abdul Hamma

Lulusan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat - Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kesaksian Korban Santet: Kepalaku Mau Pecah

3 Oktober 2020   13:41 Diperbarui: 3 Oktober 2020   13:43 2067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Betul, Dul” Suaranya lemas. Lirih mirip embusan kentut yang baru saja kubuang diam-diam.

“Sejak masih remaja aku sudah berulang kali diserang pakai teluh dan santet. Sampai sekarang akupun masih kerap di serang terutama pada  Jumat Kliwon, Kamis Pahing, dan Sabtu Pahing” . 

“Itulah sebabnya tubuhku jadi begini, Dul” Ungkapnya dengan aroma sedih, mengalahkan aroma kentut lirihku tadi.

Zz.. Meskipun terdengar meyakinkan di telingaku, tapi aku masih ragu kebenaran cerita dia. Rasanya aneh banget.

Di sini kan daerah yang jauh dari pusat keratonan jawa. Kebudayaan masyarakat di sini juga nuansa jawanya sudah bercampur dengan budaya sunda. Masa sih ilmu yang erat hubungannya dengan kejawen kental itu beredar pula di daerah sini.

Aku yang penasaran lalu menantang dia untuk bercerita lebih rinci. “Halah, Coba ceritakan apa saja bentuk teluh dan santet yang pernah menyerangmu!”

“Banyak Rupa, Dul”. “Ketika remaja aku pernah diserang dan bikin aku ujug-ujug lumpuh. Tubuhku kaku selama empat bulan di tempat tidur, gak bisa ngapa-ngapain”. 

“Aku juga pernah kena santet, perutku mlembung seperti orang hamil! Berat banget kaya bawa satu karung pasir bangunan. Benar saja, ketika aku mengalami pendarahan, ada pasir-pasir bangunan yang bercampur bersama darah yang keluar. Dan anehnya, pas dironsen di rumah sakit, tidak kelihatan apa-apa.”.

“Ketika dulu aku menikah dan kamu enggak dateng! Aku diserang lagi, perutku perih, mual tak tertahankan, rasanya seperti ada yang sedang mengaduk-aduk isi perutku. Dan sialnya, kejadian itu juga merembet ke suamiku. Ia mengalami kondisi yang sama dengan perutku.”

“Wah masa si sampai segitunya? Sumpah! yang nyerang waktu kamu nikah bukan aku lho! Aku kan dah ikhlas! hehe” candaku lepas untuk mencairkan suasana

“Iyaa tahu, kamu mah boro-boro nyerang. Aku ceritain kisah nyataku ini ajaf kamu gak percaya.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun