Mohon tunggu...
Mustaqim Muslimin Abdul Ghani
Mustaqim Muslimin Abdul Ghani Mohon Tunggu... -

seorang bodoh yang sedang belajar untuk terus memberi manfaat ... ciyeeeeee! Idealis banget!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sajadah Milik Pierre

17 Desember 2014   20:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:07 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tiap-tiap rombongan dalam satu bus. Bus yang ini akan tetap di sini untuk penurunan bagasi kalian. Nanti setiba di terminal di depan sana, kita lanjutkan berjalan kaki ke tempat wudlu. Awas, jangan sampai terpisah dengan rekan satu rombongan." Pesan lanjut sang ketua rombongan.

Rombongan Abdullah menjadi rombongan ketiga yang bersiap menaiki bus Saptco merah, yang akan membantu mengangkut mereka melintasi terowongan dari sisi Kuday menuju sisi Bab Malik menembus bukit batu yang memisahkan wilayah Kuday dengan wilayah Misfalah lainnya.

Satu per satu anggota rombongan naik dengan tertib tanpa berdesakan. Mengantri dengan tertib seolah sudah menjadi adab yg sudah menjiwa dalam diri mereka, seolah tumbuh secara refleks dari kesadaran saling menolong dan saling bertoleransi di antara mereka, sehingga memudahkan segala urusan yg berkaitan dengan kebutuhan orang banyak. Hmmm, ... jauuuuh sekali dengan adab dan polah sebagian bangsa Asia dan Eropa Timur yg masih gemar selonang-selonong, bahkan tega main sikut menerobos antrian seenaknya sendiri. Mungkin, dengan semakin maju tingkat pendidikan suatu bangsa, kesadaran tertib dalam mengantri juga semakin baik pula. Ataukah mungkin juga tidak tentu demikian, karena adab memang perlu pembiasaan panjang ya?

Terowongan Kuday-Bab Malik sebenarnya adalah satu terowongan panjang di utara distrik Misfalah, yang menghubungkan terminal bus Kuday, yg menjadi terminal transit bus-bus dari beberapa distrik seperti Bakhutmah, Misfalah, ataupun Syarif Mansyur, yang mana terminal itu terletak persis di timur simpang empat sebelah hotel Le Meridien itu dengan terminal Bab Malik yg berada di ujung utara terowongan itu dan tepat di bawah hotel Tower Jam di sebelah selatan Masjidil Haram. Hotel Le Meridien sendiri sebenarnya terletak tepat di ujung selatan terowongan tersebut. Sehingga setiap jamaah yg menjadi tamu hotel Le Meridien tak perlu naik dari terminal Kuday, melainkan bisa naik kemudian dari halte kecil di depan hotel tsb. Tentu dengan risiko tidak akan ikut terangkut jika bus sudah sesak penumpang sedari Kuday.

"Tak perlu khawatir jika bus dari Kuday penuh. Sopir-sopir bus ada yg berangkat tanpa penumpang dari Kuday, khusus untuk melayani Le Meridien." Jelas pemuda afrika yg menjadi pemandu mereka kepada Abdullah, saat Abdullah menanyakan bilamana siang nanti mereka hendak kembali naik bus merah ini.

"Tapi ... Karena tarif semua bus ini free, karena telah ditanggung semua oleh kerajaan, maka sekembalinya dari Haram nanti kalian terpaksa harus berebut dengan penumpang umum lainnya." Sambung Diouf, si pemandu tadi.

"Jika terminal Bab Malik yang di sana nantinya penuh sesak dengan penumpang, biasanya terjadi seusai sholat isya, kalian bisa juga langsung berjalan kaki ke sini menyusuri trotoar di tepi jalan terowongan ini. Toh sebenarnya tak begitu jauh, dan jalannya di dalam terowongan pun lurus saja menuju ke tempat ini." Diouf memberikan alternatif pilihan bila Abdullah dan kawan-kawannya menemui kesulitan beroleh bus untuk pergi dan pulang dari Haram. "Asalkan jangan lupa mengenakan masker kalian, karena debunya di dalam terowongan cukup banyak."

Abdullah hampir saja menyampaikan satu pertanyaan lagi ketika bus mulai berhenti. Rupanya mereka sudah tiba di Bab Malik yang benar saja memang cukup dekat dari hotel mereka. Ia menunda pertanyaannya untuk ganti memberi aba-aba lagi kepada rombongannya. Mereka perlu bergegas ke ruang wudlu dulu sebelum memulai ritual thawaf dan sai untuk umroh qudum mereka. Dan itu perlu komandonya sebagai ketua agar rombongan tidak tercerai berai. Untung ada Diouf yg membantu mengarahkan sehingga memudahkannya dalam mengatur barisan rombongannya.

Sebastian, salah satu rombongan yang dipimpin Abdullah yang berangkat haji bersama dua sahabatnya yg lain David dan Pierre, menoleh ke satu jalan yang diapit pertokoan di bawah Tower Jam di sebelah selatan Haram saat mereka hampir sampai di tempat wudlu. Itu merupakan sebuah jalan utama dari distrik Misfalah untuk menuju ke masjil Al Haram. Rupanya di jalan itu sudah ramai orang karena ada dua rombongan besar berihram yang sama-sama sedang menuju ke Haram, sehingga langsung menyita perhatian Sebastian. Menilik benderanya, mereka dari Cina dan Indonesia. Dua negara yang memiliki jamaah haji terbanyak di setiap tahunnya.

"Hebat ya! Jam segini masih terus ramai saja yang pergi ke masjid!" Seru Sebastian kepada Pierre yang melangkah lebih dulu di depannya. Pierre ikut menoleh ke arah jalan tersebut, kemudian menggeleng-gelengkan kepala, dan lalu berkata, "Subhanalloh!"

Abdullah kembali mengomandoi rombongan mereka untuk bergegas membentuk barisan lagi bila usai berwudlu. Lalu sambil menunggu mereka yang masih berwudlu, ia pun membantu merapikan letak kain ihram beberapa rekan yang nyaris lepas selama dalam perjalanan maupun saat berwudlu tadi. Beberapa bahkan keliru menyelempangkannya. Diouf ganti mengambil alih menyampaikan informasi tentang apa-apa yg akan mereka lakukan saat thawaf dan sa'i nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun