Mohon tunggu...
Mustaqim Muslimin Abdul Ghani
Mustaqim Muslimin Abdul Ghani Mohon Tunggu... -

seorang bodoh yang sedang belajar untuk terus memberi manfaat ... ciyeeeeee! Idealis banget!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sajadah Milik Pierre

17 Desember 2014   20:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:07 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Subhanalloh, walhamdulillah ... Inilah hidayah!" Kata sang guru ketika Marrion selesai menuturkan cerita Pierre tadi. Yang sontak disahut dengan takbir dari beberapa saudara Marrion yg ikut menyimak perkenalan tsb. "Allahu akbar, Allahu akbar!"

Sang guru kemudian mengajak Pierre untuk masuk dan duduk di serambi masjid agar lebih santai dalam berbincang. Namun sebelum melangkah lebih jauh, Marrion minta ijin karena dia sedang berhalangan shg tdk dapat mengikuti masuk ke serambi masjid. Pierre sebenarnya ingin si cantik itu tetap bersamanya, menemani dirinya saat berbincang lebih lanjut dengan sang guru. Namun Marrion hanya melambaikan tangan, seakan memintanya untuk tetap tenang saja mengikuti sang guru. Telunjuknya menuding ke arah tempat mereka bertemu pertama kali tadi, seolah membuat janji untuk bertemu di tempat itu lagi seusai urusannya dengan sang guru.

Dan demikianlah singkatnya selama hampir lebih dari satu setengah jam sang guru menjelaskan tentang "hidayah" yg telah turun kepada Pierre pada sore itu, sembari mulai memperkenalkan ajaran Islam kepadanya, dan pada akhirnya mengembalikan semua tekad dan niat kepada Pierre. Apakah dia akan menyambut hidayah itu ataukah disia-siakannya begitu saja. Pierre sendiri demi mendengar penjelasan yg terang dan runut dari sang guru justru semakin berbunga-bunga hatinya. Mungkin inilah jawaban dari kekosongan hatinya tadi.

Dan di senja itu, ketika awan-awan di langit Paris makin memerah, beberapa saat sebelum adzan maghrib berkumandang, Pierre menegaskan ikrar dua kalimat syahadatnya dalam bimbingan sang Guru. Pierre telah menjadi muslim dengan niat yg mantab. Sang guru bahkan kemudian membekalinya dengan sebuah kalimat untuk terus meneguhkan niatnya sebagai muslim.

"Man jadda wajada!" Ujar sang guru, sambil menerangkan artinya. Sebuah bekal kalimat yg terus dipegangnya, terkhusus di saat hatinya ciut atau gentar dgn kesulitannya menjadi muslimin.

"Apa yg kau pikirkan?" Sergah Sebastian demi melihat Pierre yg tersenyum-senyum sendiri saat mereka mulai melangkah naik ke dalam bus yg akan membawa mereka ke Makkah al Mukaromah.

"Kau sendiri apa yg kau pikirkan?" Pierre malah balik bertanya kepada Sebastian. Ia berusaha menyembunyikan angan-angannya yang barusan melintasi pikirannya sedari turun dari pesawat tadi.

"Hahahaha ... Aku sedang memikirkan nama apa yg akan aku pakai nanti sepulang haji." Jawab Sebastian.

"Zidane ... Ya, Zidane. Nama itu yg akan kupakai!" Sebastian mantab menjawab, yg disusuli dengan tepukan tangan David di pipinya, pertanda menyetujui harapan Sebastian tersebut. "Kalau kamu?" Sebastian balik bertanya kepada Pierre.

Pierre tidak segera menjawab. Pandangannya yang dihiasi senyumannya seakan melayang jauh, membayangkan sesuatu yg diinginkannya kemudian. Sebuah keinginan yg belum lama dipendamnya sebelum keberangkatan mereka ini. Senyumannya yang makin menggemaskan Sebastian.

"Hei ... Ini tidak adil!" Cetus sebastian mendesak jawaban darinya. David hanya menepuk-nepuk pundak sebastian agar bersabar sejenak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun