Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[100HariMenulisNovel] #33 - #37 Aluy

8 Mei 2016   10:24 Diperbarui: 8 Mei 2016   10:44 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ikut kedikkan bahu dan gelengkan kepala, kerut di jidat mas Bagas tunjukkan usahanya masih pikirkan kemungkinan tujuan kepergian ibu pagi ini.

“Kamu ndak coba telpon Ranti? Siapa tahu ibu sedang ke sana. Siapa tahu looo yaaa….”

“Nanti saja lah mas. Banyak kejutan sepagi ini, aku malah jadi ikutan ngantuk seperti anak-anak. Kalau mas belum ngantuk, bantu aku tata buku-buku yang kubawa saja ya. Nanti pas bangun aku yang lanjutkan kalau mas belum selesai.”

“Yaaahhh, sepi banget dong Put. Boleh bukunya belakangan saja? Air kolam yang bening kayaknya segar buat berenang sebentar…”

“Berenang atau nyaru minum?”

“Hmmm, yang su’udzon puasanya ndak berkah lhoooo…”

Saling goda sampai akhirnya kembali di kamar depan, aku benar-benar hanya sanggup rebahkan badan. Aku tak tahu apakah mas Bagas benar habiskan waktu dengan berenang atau tata buku di ruang baca. Inginku, saat terbangun nanti, tak ada lagi kejutan berikutnya.

***

Jika mimpi benar bunga tidur, rasanya siapa pun akan selalu berharap, tidurnya selalu hadirkan mimpi. Jika boleh, serupa bunga, ia selalu indah. Seperti mimpiku sekarang. Masih tak ingin ganggu kekhusyukan puasa keluarga kecil Aluy, tak lama rebahkan badan, rasanya aku habiskan pandangi sunset terindah di sisi barat rumah. Berbincang hangat, ringan dan penuh senyum pun tawa bahagia bersama Aluy. Ketika kami berdua terdiam, sama nikmati detik gelap yang mulai tutupi bias paling tipis sekali pun dari orange senja, bapak muncul dengan baju koko serba putih. Wajahnya teduh dan bersinar. Bapak mengajak kami bersegera ambil air wudhu, bersiap menjadi jemaah dari tiga rakaat sholat maghrib yang diimaminya. Rasa damai kental kuasai tubuhku, sampai pun rasanya enggan terbangun. Dua sosok yang begitu selalu hargaiku, sayangi dan mencintaiku tanpa syarat, bersama sujud pada Maha Segala.

Tetiba semuanya lenyap berganti biru langit tak berbatas.

“Hai, tadinya baru mau aku bangunkan. Sudah dzuhur, kita berjemaah bersama anak-anak yuk. Ibu masih belum pulang, tapi bibi Maryam sudah kembali dari pasar. Eh, Putri, kamu kenapa?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun