Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[100HariMenulisNovel] #33 - #37 Aluy

8 Mei 2016   10:24 Diperbarui: 8 Mei 2016   10:44 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagar kayu coklat besar terbuka, halaman depan rumah terlihat lengang. Mobil ibu tampak tak ada. Entah masih di dalam garasi atau mungkin ibu masih sedang keluar. Aku hindari tanyakan apa pun. Turunkan barang, masuk ke kamar dan akan keluar di beberapa saat sebelum berbuka. Habiskan waktu chat dengan Ranti atau teruskan bacaan Al-quran di kamar rasa-rasanya jauh lebih menenangkan. Aku dan ibu sama berhaknya untuk jaga puasa kami sebaik seharusnya.

Paman Muis dan Bibi Maryam pun pahami diamku. Memilih sibuk membantu angkat-angkat barang, aku lah yang pertama membuka pintu depan. Benar-benar jaga niat untuk langsung mendekam di kamar, aku memilih langsung segarkan tubuh, berganti pakaian nyaman dan ingin langsung rebahkan diri di kasur. Mas Bagas dan anak-anak masih di luar, entah lakukan apa. Sekian belas menit berselang rebah di tempat tidur, ekor mataku menangkap suasana kamar yang baru. Lepaskan gadget dan taruh kembali Al-quran kecil, aku sapu interior kamar. Nuansa ungu muda lembut, cat baru di empat dinding kamar. Set gorden berwarna senada dengan tirai broken white di jendela besar. Beberapa pot sudut, juga bercat ungu lembut, terisikan rangkaian bunga segar berbagai warna mawar dan selang-seling dengan lilitan melati bersama beberapa daun yang sama segarnya. Aku mencerna semuanya dalam diam. Belum benar-benar pahami keserba-baruan ini. Apa aku harus tanyakan ke Paman Muis? Bibi Maryam?

--Bersambung--

Aluy 34

Seperti sinar paling terang dari sunrise atau sunset yang dipujanya, Baiq berharap hubungan dengan ibunya tak lagi pernah berjarak.

(Epilog Aluy 33)

Hampir terbang, gegas aku cari Paman Muis.

"Paman...Pamaaannnnnn," di rumah kecil di balik tembok terujung belakang kolam, teriakku terhenti di pintu depan bangunan khusus sebagai rumah tinggal keluarga Paman Muis.

Tangan kananku menggantung di udara, karena daun pintu yang ingin kuketuk terbuka perlahan.

Sesosok lelaki muda mematung di pintu. Alis tebal dengan bulu mata sama hitam serta tebalnya mengingatkanku pada seseorang. Kemudian, ketika sesaat berikutnya dua bola matanya bergerak gelisah, baru aku sadari sosok yang berkelebat di benakku. Ibu.

"Galih?," Meski tercekat, suaraku masih cukup terdengar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun