Mohon tunggu...
Murodi Shamad
Murodi Shamad Mohon Tunggu... -

Seorang lulusan SMK yang memiliki hobi menulis, membaca dan melamun serta kerap ditemukan tengah berbincang dengan tembok dan kucing.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan dan Sebuah Ketuntasan Rindu

16 Desember 2015   08:40 Diperbarui: 16 Desember 2015   12:26 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“rasanya menyenangkan sudah bebas” kulurkan tanganku ”kita sekarang sahabat” lanjutku yang dibarengi jabatan tangannya.

“Iya, senang bisa kembali bersahabat denganmu” wajahnya nampak ceria. Ia selalu tampan dimataku. Tapi ia tampan sebagai sahabatku. “Boleh aku menghubungi sekali waktu ?”

Aku menggangguk pelan mendengar pertanyaannya. Sejujurnya hati ini sebelumnya mampu

“Tapi biarkan aku hidup tanpamu” kuraih ponselku. Kubongkar bagian belakangnya. Kuambil Sim card didalamnya. Sudah kusiapkan saat ini. Cepat kurogoh tas dan mengambil benda bergagang hijau dan berujung runcing. Ku gunting sim card yang selama ini menghubungkan aku dengan masa lalu. Dengan masa bersamanya.

Ia tampak kaget, namun lekas ia memahami maksudku. kIni simcard itu tergeletak di meja kami dengan kondisi terbelah dua. Aku memandangnya dalam, “ maaf ” ucapku pelan.

Ia mengangguk pelan “ Tapi masih boleh kan ku simpan nomormu meski ini sudah tak aktif lagi”

Cepat kudekati ia dan memeluknya. Rasanya kangen ini sudah membuncah dan ini adalah penghabisannya. Biarlah energi rindu menjalari kami. Hanya sebentar dan ini yang terakhir. Ia tampak kaget kupeluk erat. Namun ketegangnnya mengendur dan ia malah mempererat pelukan kami. Tak lagi kami hiraukan pandangan aneh orang-orang sekitar. Kami hanya sahabatan. Hanya Sahabat.

Kulepaskan pelukannya. Ada air mata yang menitik. Begitupun ia berkaca dalam cermin matanya.

“Sudah ya?” Kataku seraya mengambil tasku “Aku pamit dulu, kau boleh datang ke pernikahanku, tak datangpun tak apa. Ini sudah lebih dari cukup untukku” lanjutku.

Ia tersenyum saat aku beranjak pergi. Sebuah pertemuan yang menjadi penghabisan rinduku. Setelah ini aku hanya boleh rindu paada suamiku, biarlah ia ku kunci rapat dalam berangkas masa lalu. Yang tak ingin kulihat atau kutengok lagi, biarkan ia dalam bentuknya saat ini. Bukankah sebuah kejadian akan menyenagkan jika dia terekam dalam bentuk kenangan ? itu yang sepenuh hati aku lakukan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun