Berkali kurimi sms dan telepon. Bahkan ku stalking berhari-hari jejaring sosialnya. Namun ia tak ada nampak kabarnya. Aku nyaris depresi. Terbayang rasa sakit jika ia benar-benar tak kembali, lantas kenapa dia tak sekedar pamit terlebih dalulu.
Sampai suatu malam. Aku terbangun sebab terdengar suara pintu terbuka dari kontarakan sebelah. Terdengar suara laki-laki dan perempuan yang tengah berbincang. Tak berani, aku buka tirai yang menutup jedela sedikit, mengintip dari celah kecil. Disana ada dia, ya, dia laki-laki yang sudah membuatku gila hampir seminggu ini. Dan dia, bersama seorang perempuan yang tak kukenali sama sekali.
Semalaman aku tak bisa tidur. Ku coba menguping. Hanya sedikit yang mampu kudengar. Hanya suara laki-laki dan perempuan. Mereka tertawa bersama dan aku tak bisa tidur semalaman karenanya.
***
“Dia perempuan yang baik, jadilah suami yang sempurna untuknya”ucapku sambil memandangnya. Kini aku telah sepenuhnya menguasai diriku. “ aku mencintaimu saat itu, aku hanya kecewa kau tak pernah bercerita apapun tentang dia”
“Iya, aku sepenuhnya punya perasaan yang sama, namun ya .. ini yang terjadi” mataku dan matanya bertemu. Tiada lagi riak yang bergelantung dimatanya. Ia pun sepenuhnya sudah menguasai dirinya kembali.
Aku memandangnya dalam. Pun dia melakukan hal yang sama. Selama beberapa menit kami menyelami perasaan masing-masing lewat sebuah cermin dalam mata kami. Tak ingin ada suara, tak ingin ada kata. Hanya diam dan saling memahami lewat hati.
Mata yang dulu ku tatap dengan cinta, hidung yang acap kali kumainkan karena bentuknya yang menurutku aneh. Telinga yang sering ku jewer saat ku benar-benar gemas dengannya. Bahkan janggut yang beberapa kali kumainkan. Ah, betapa indah itu sederhana Tuhan.
“Aku mau kasih ini” ucapku seraya menyerahkan sebuah kertas berwarna hijau Tosca yang terbungkus plastik rapi. Ada namanya disana. Tak lupa juga istri sebagai pendampingnya.
Ia menghela napas “akhirnya” ucapnya. Ia meliriku cepat. Mencari kepastian bahwa aku sudah benar-benar yakin dengan pilihanku.
“InsyaAllah” ucapku perlahan. Kini semuanya teasa lebuh mudah. Kami masing-masing saling tahu dan saling paham perasaan masing-masing. Namun rasanya sangat hina bila kami mengkhianati pasangan kami yang sudah setia dengan hidup kami.