***
“sudah lama ya ? maaf buat kamu menunggu” Sebuah suara membuyarkan lamunanku. Di hadapanku kini sudah berdri seorang laki-laki dari masa laluku ia tampak menawan dengan T-Shirt hijau dengan celana pendek dibawah lutut. Rambutnya di sisir rapi, tapi tidak berlebihan seperti ketika datang ke hajatan. Bulu-bulu halus menghiasi jalur dagu sampai ke telinganya. Ia tak berubah. Keadaan yang berubah.
“iya, ga apa-apa” cepat kucoba menguasai diri. Kupersilahkan ia duduk. Mesti sebenarnya pantatnya sudah nayris menyentuh permukaan bangku ketika aku mengucapkan basa basi itu. Tak lama seorang pelayan datang dengan nampan berisi minuman. Cekatan, sang pelayanan menaruh minuman itu tepat dimeja didepannya.
“makasih” ucapku berbarengan dengan laki-laki didepanku. Pelayan itu hanya mengangguk seraya tersenyum. Mungkin ini lucu baginya. Kami sama-sama canggung sebelum akhirnya tertawa bersama.
“kita kompak ya. Masih sama kaya dulu” mataku lekat padanya. Iya dulu bahkan kami selalu berlomba-lomba mengucapkan terima kasih lebih dulu ketika membeli sesuatu atau ketika bertemu orang yang menolong kami. Sebuah kebiasaan yang entah muncul sejak kapan. Tapi seperti hari ini. Kami pun selalu mengucapkan nyaris bersamaan. Sehingga selalu di akhiri pertengakaran kecil meributkan siapa yang lebih dulu mengucapkannya.
Ia cepat menyeruput teh panas didepannya. Diletakanya kembali teh tadi.
“kamu masih ingat betul, ya ? minuman kesukaan saya” tanya. Ia tersenyum. Senyum itu.
Aku mengulum senyum. Tak bersuara dan memang tak ingin terlihat terpuji.
“Kamu kesini sendiri ?” tanyaku sambil megaduk Green Late yang sudah setenaghnya ku habiskan dengan sedotan.
“Sama Arindi, Sama Rivan juga, tapi mereka sekarang lagi nonton. Maaf ya, ga bisa nemuin. Rivan katanya pengen nonton dinasourus terus”jawabnya” tadi telat juga soalnya harus nganter mereka ke atas buat nonton” lanjutnya.