Foto selfie tertua dipercaya dibuat oleh seorang laki-laki yang saat itu berusia 30 tahun bernama Robert Cornelius, yang mengambil foto dirinya sendiri di luar toko lampu miliknya di Philadelphia, Amerika Serikat, pada tahun 1839.Ia terlihat kurang yakin apakah swafoto itu akan berhasil atau tidak. Tak mengherankan, karena saat itu teknologi belum secanggih sekarang, sehingga dia harus mematung selama 15 menit untuk pembuatan foto itu.
Mengambil foto diri sendiri dengan menggunakan cermin sudah dilakukan sejak munculnya kamera boksKodak Brownie pada tahun 1900. Putri Kekaisaran Rusia, Anastasia Nikolaevna, adalah salah satu remaja yang diketahui pertama kali mengambil fotonya sendiri melalui cermin untuk dikirim kepada temannya pada tahun 1914. Dalam surat yang dikirim bersama foto itu, ia menulis: "Saya mengambil foto ini menggunakan cermin. Sangat susah dan tangan saya gemetar".
Landasan Teori
Swafoto dalam Psikologi Eksistensial
Berdasarkan psikologi eksistensial, keber(ada)an diri selalu bergandengan dengan hilangnya keber(ada)an. Kesadaran dalam teori ini dibagi menjadi dua: reflektif dan nonreflektif. Upaya untuk menjadi "ada" yaitu dengan cara memposisikan "aku" (subyek) sebagai yang "lain" di luar subyek yang sekaligus akan terjadi hilangnya "aku". Ilustrasi-nya seperti ini: seseorang yang sedang asyik bermain game di hp, yang setelah selesai bermain game ia baru sadar kalau makanan di sampingnya telah habis dimakan oleh kucing.
Pada saat ia bermain game, ia memposisikan dirinya untuk keluar/lenyap dan masuk dalam hp. Pada tahap ini keberadaanya ditandai oleh hp dan ia kehilangan diri "aku". Ia (subyek/pemain game) meniadakan diri untuk memberi keberadaan bagi yang lain (yaitu hp). Kesadaran ini yang disebut kesadaran nonreflektif. Pada tahap ketika ia selesai main game di hp dan melihat cemilanya sudah habis dimakan kucing, keber(ada)anya telah hilang dan melebur dalam "aku" yang asli/murni. Keberadaanya ditandai dengan kesadaran: "aku yang telah kehilangan makanan". Di tahap ini ia telah melompat kembali menjadi "aku" yang asli (kesadaran reflektif) Dalam kehidupan sehari-hari kesadaran sering melompat-lompat antara kesadaran reflektif dan nonreflektif. Diri "aku" kadang-kadang muncul kadang-kadang lenyap.
- Dalam psikoanalisis radikal
Dalam cara pandang psikoanalisis radikal yang dipelopori oleh Jaques Lacan, konsep keberadaan "aku" sangat berbeda dari  ilmu-ilmu psikologi dan sosial yang ada. Berbeda dengan psikologi eksistensial, dalam psikoanalisis radikal "aku" yang asli/murni sebetulnya tidak pernah ada.
Aku yang bernama Budi pada mulanya hanya "ada" karena orang tuanya memberinya nama dengan sebaris kata yaitu: Budi. Sejak keci ia dipanggil Budi, maka dari itu Budi ada. Tapi di tahap ini Budi merupakan sebuah kata, bukan aku asli/murni. Pada tahap lainya ketika ia melihat cermin atau memotret diri, ia menganggap dirinya yang ada di cermin atau yang ada di dalam foto bukan dirinya.
Itu merupakan kumpulan cahaya yang terperangkap. Kita hanya ditandai atau dilahirkan oleh yang lain di luar diri kita dan selalu ditandai oleh "perasaan ke(aku)an". Lalu dimana keberadaan "aku" yang asli/murni? Secara sadar maupun tak sadar keberadaan "aku" asli/murni selalu luput untuk ditangkap. Yang ada hanyalah metode-metode atau mekanisme-mekanisme yang dibuat oleh manusia untuk mempertahankan (perasaan ke-aku-an).
Swafoto: mekanisme menangkap "aku" atas tak-terjangkau-nya 'aku' secara asli/murni