Maka dalam hal ini tidak ada kontradiksi di antara riwayat - riwayat itu; sebab maksud riwayat tersebut adalah penafsiran dan penjelasan bahwa hal itu termasuk kedalam makna ayat dan disimpulkan darinya, bukan menyebutkan sebab nuzul, kecuali bila ada karinah atau indikasi pada salah satu riwayat bahwa maksudnya adalah penjelasan sebab nuzul.Â
Apabila riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab nuzul, sedang salah satu riwayat di antaranya itu sahih, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang shahih.
Apabila riwayat - riwayat itu sama- sama sahih namun terdapat segi yang memperkuat salah satunya, seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atau salah satu dari riwayat - riwayat itu lebih sahih, maka riwayat yang lebih kuat itulah yang didahulukan.
Apabila riwayat - riwayat itu sama kuat, maka riwayat - riwayat itu dipadukan atau dikompromikan bila mungkin; hingga dinyatakan bahwa ayat tersebut turun sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih karena jarak waktu di antara sebab - sebab itu berdekatan.
2.3 PANDANGAN ULAMA MENGENAI ASBABUN NUZUL
Mayoritas Para ulama :
Tidak sepakat mengenai kedudukan asbabun nuzul. Mayoritas ulama' tidak memberikan keistimewaan khusus kepada ayat - ayat yang mempunyai asbabun nuzul, karena yang terpenting bagi mereka ialah apa yang tertera di dalam redaksi ayat. Jumhur ulama' kemudian menetapkan suatu kaidah : "Yang dijadikan pegangan ialah keumuman lafal, bukan kekhususan sebab".
Minoritas Para Ulama :
Sedangkan sebagian kecil ulama' memandang penting keberadaan riwayat - riwayat asbabun nuzul di dalam memahami ayat. Golongan minoritas ini juga menetapkan suatu kaidah : "Yang dijadikan pegangan ialah kekhususan sebab, bukan keumuman lafal".
Jumhur ulama berpendapat bahwa ayat - ayat yang diturunkan berdasarkan sebab khusus tetapi diungkapkan dalam bentuk lafal umum, maka yang dijadikan pegangan adalah lafal umum.
2.4 BANYAKNYA NUZUL DENGAN SATU SEBAB