Mohon tunggu...
Muhammad Rizky
Muhammad Rizky Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa (UBJ) Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Saya seorang pemula yang menggunakan kompasiana untuk menguload artikel sebagai tugas akhir saya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Peran Media dan New Media Dalam Partisipasi Kampanye Paslon Walikota No 2 Dalam Pilkada Kota Bekasi 2024

12 Januari 2025   23:07 Diperbarui: 12 Januari 2025   23:07 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENULIS

Saeful Mujab,S.Sos,M.I.Kom

Muhammad Rizky

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

UNIVESITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA

ABSTRAK

Pemilu dan Pilkada merupakan mekanisme demokrasi yang krusial di Indonesia, termasuk Pilkada Kota Bekasi. Kampanye pasangan calon (paslon) walikota menggunakan media, baik tradisional maupun media baru (new media), menjadi faktor utama dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Studi ini bertujuan untuk menganalisis peran media sosial sebagai bagian dari media baru dalam kampanye paslon nomor 2 di Pilkada Kota Bekasi, serta dampaknya terhadap partisipasi politik, khususnya di kalangan generasi muda. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam, observasi, dan kajian literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media sosial, seperti Instagram, Facebook, dan YouTube, menjadi alat utama paslon dalam menjangkau pemilih muda dan meningkatkan kesadaran politik mereka. Pemilih muda, terutama generasi Z, lebih aktif dalam berinteraksi dan memperoleh informasi politik melalui platform digital. Namun, rendahnya literasi politik serta penyebaran hoaks menjadi tantangan yang signifikan dalam pemanfaatan media sosial. Studi ini menyimpulkan bahwa media sosial memainkan peran penting dalam membangun partisipasi politik, meskipun memerlukan strategi edukasi literasi digital untuk memitigasi dampak negatifnya. Rekomendasi diberikan kepada tim kampanye dan pemerintah untuk memaksimalkan potensi media sosial melalui konten edukatif dan kebijakan yang mendukung literasi digital masyarakat, guna meningkatkan kualitas demokrasi.

PENDAHULUAN

Pemilu dan Pilkada merupakan salah satu mekanisme demokrasi yang diharuskan di Indonesia. Pilkada Kota Bekasi, seperti halnya Pilkada di daerah lainnya, menjadi momen diharuskan dalam menentukan pemimpin daerah yang akan memimpin dan membawa perubahan di masa depan. Proses kampanye pasangan calon (paslon) walikota menjadi sangat menentukan dalam menarik perhatian dan dukungan dari masyarakat. Media, baik tradisional maupun media baru (new media), berperan diharuskan dalam menyampaikan pesan kampanye kepada masyarakat, khususnya dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam memilih. Dalam konteks ini, penggunaan media sosial menjadi sangat relevan, mengingat pesatnya perkembangan teknologi digital yang memungkinkan para paslon untuk berinteraksi langsung dengan pemilih mereka.

Media sosial, sebagai salah satu bentuk new media, telah mengubah cara komunikasi dan interaksi dalam masyarakat, termasuk dalam konteks politik. Berbeda dengan media tradisional seperti televisi, radio, atau surat kabar yang memiliki batasan ruang dan waktu, media sosial memungkinkan komunikasi yang lebih interaktif dan real-time. Fenomena ini turut memengaruhi dinamika kampanye politik, di mana pasangan calon lebih mudah untuk menjangkau pemilih, membangun citra, serta menyampaikan visi dan misi mereka. Media sosial juga memungkinkan keterlibatan langsung pemilih dalam diskusi politik, sehingga partisipasi politik menjadi lebih terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Umam (2022), media sosial memiliki peran yang sangat diharuskan dalam perkembangan komunikasi sosial di Indonesia. Media sosial tidak hanya menjadi sarana hiburan atau komunikasi pribadi, tetapi juga telah berkembang menjadi platform untuk diskusi, edukasi, dan bahkan kampanye politik. Pengaruh media sosial dalam kampanye politik terlihat jelas dalam Pilkada Kota Bekasi, di mana pasangan calon walikota menggunakan berbagai platform media sosial untuk memperkenalkan diri dan meraih simpati pemilih. Media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube menjadi sarana efektif untuk menyebarkan informasi serta memperkuat citra politik paslon kepada masyarakat.

Diperlukan peran media sosial dalam kampanye politik juga ditegaskan oleh Wibawa & Arisanto (2020), yang menjelaskan bahwa penggunaan media sosial sangat berpengaruh terhadap partisipasi politik generasi muda, terutama pemilih pemula, yang cenderung lebih aktif menggunakan platform digital dalam mencari informasi politik. Generasi Z, yang lebih familiar dengan teknologi dan internet, lebih mudah dijangkau melalui media sosial, menjadikan media ini sebagai saluran efektif untuk membangun kesadaran politik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yolanda & Halim (2020), ditemukan bahwa partisipasi politik generasi Z dalam Pemilihan Presiden 2019 didorong oleh media sosial, terutama Instagram, yang digunakan untuk menyebarkan informasi politik serta mendorong diskusi di kalangan anak muda.

Namun, meskipun media sosial dapat meningkatkan partisipasi politik, di sisi lain terdapat tantangan besar terkait dengan rendahnya literasi politik di kalangan masyarakat. Yunus (2023) mencatat bahwa literasi politik yang rendah menyebabkan mudahnya penyebaran hoaks, yang dapat memengaruhi keputusan politik masyarakat. Hoaks yang tersebar di media sosial sering kali mempengaruhi opini publik, termasuk dalam konteks pemilu dan pilkada, di mana informasi yang salah atau menyesatkan dapat mengarah pada pilihan politik yang tidak tepat. Oleh karena itu, diharuskan bagi masyarakat untuk meningkatkan kemampuan literasi politik mereka agar tidak mudah terjebak dalam arus informasi yang tidak jelas kebenarannya.

Dalam konteks Pilkada Kota Bekasi, pasangan calon walikota nomor 2 menggunakan media sosial sebagai alat utama dalam kampanye mereka. Menggunakan strategi media sosial yang tepat, mereka dapat menjangkau berbagai lapisan masyarakat, baik yang berada di perkotaan maupun di daerah pinggiran yang mungkin sulit dijangkau oleh media tradisional. Media sosial memungkinkan paslon untuk lebih fleksibel dalam menyampaikan pesan-pesan kampanye mereka, bahkan dalam situasi yang penuh keterbatasan, seperti pandemi COVID-19 yang membatasi pertemuan langsung dengan masyarakat.

Partisipasi politik yang tinggi sangat diharapkan dalam Pilkada Kota Bekasi, karena hal ini akan menentukan legitimasi dan hasil akhir pemilihan. Dalam hal ini, media sosial berperan diharuskan sebagai sarana edukasi politik bagi pemilih, terutama pemilih pemula. Wulan (2019) dalam penelitian mengenai e-commerce dan jaringan sosial mobile menjelaskan bahwa media sosial dapat menjadi platform yang efektif dalam membangun kesadaran politik dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pemilu dan pilkada. Keaktifan masyarakat di media sosial dalam memberikan suara, berdiskusi, dan menyebarkan informasi politik, merupakan salah satu indikator partisipasi politik yang aktif.

Lebih lanjut, Zulfa et al. (2019) menekankan diperlukan kesadaran politik di kalangan anak muda sebagai bagian dari proses demokratisasi yang sehat. Menurut mereka, pemuda yang teredukasi secara politik akan lebih cenderung untuk berpartisipasi dalam pemilu, baik secara langsung melalui pemilihan suara maupun melalui kampanye online yang mereka lakukan di media sosial. Oleh karena itu, diharuskan untuk memastikan bahwa kampanye politik, terutama yang melibatkan generasi muda, dapat memanfaatkan media sosial secara maksimal untuk menyampaikan pesan yang jelas dan faktual, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat dalam memilih pemimpin daerah.

Diperlukan pemahaman terhadap penggunaan media sosial dalam kampanye politik di Pilkada Kota Bekasi juga didasari oleh kebutuhan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka sebagai pemilih. Literasi media yang baik akan membantu masyarakat untuk menyaring informasi yang mereka terima, menghindari disinformasi, serta membuat keputusan yang lebih cerdas dan rasional dalam memilih calon pemimpin. Oleh karena itu, literasi politik dan media menjadi dua hal yang saling terkait dan perlu diperhatikan dalam konteks partisipasi politik, khususnya melalui platform media sosial.

Berdasarkan penjelasan tersebut media dan new media, terutama media sosial, memegang peran yang sangat diharuskan dalam kampanye politik, khususnya dalam Pilkada Kota Bekasi. Paslon walikota nomor 2 memanfaatkan media sosial untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat, terutama generasi muda, dalam proses pemilihan. Meskipun demikian, tantangan besar terkait literasi politik dan penyebaran hoaks perlu diatasi agar media sosial dapat menjadi sarana yang efektif untuk memperkuat demokrasi dan meningkatkan kualitas partisipasi politik masyarakat.

 

Kajian Literature

Partisipasi politik adalah salah satu indikator diharuskan dalam perkembangan demokrasi, yang menunjukkan sejauh mana warga negara terlibat dalam proses politik, termasuk pemilu, pengambilan keputusan, dan berbagai bentuk kegiatan politik lainnya. Pada era digital saat ini, media sosial dan new media memainkan peran yang signifikan dalam mempengaruhi pola partisipasi politik, terutama di kalangan generasi Z. Generasi Z, yang merupakan kelompok usia yang lahir pada pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital dan media sosial. Penggunaan media sosial oleh generasi ini memiliki dampak besar terhadap cara mereka terlibat dalam proses politik, baik dalam hal memperoleh informasi, berdiskusi, maupun berpartisipasi dalam kampanye politik.

Generasi Z, sebagai kelompok yang sangat terpapar dengan perkembangan teknologi, menunjukkan pola partisipasi politik yang berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Partisipasi politik ini dapat dilihat dalam berbagai bentuk, seperti mengikuti kampanye politik di media sosial, berbagi informasi terkait politik, atau bahkan memberikan dukungan melalui platform digital. Menurut Sitorus dan Sitorus (2023), generasi Z cenderung lebih aktif dalam mengikuti informasi politik melalui platform digital, seperti Instagram, Twitter, dan TikTok, dibandingkan dengan terlibat langsung dalam aktivitas politik konvensional seperti kampanye tatap muka atau menghadiri rapat umum. Namun, meskipun terlibat secara aktif di media sosial, banyak dari mereka yang kurang mendapatkan pendidikan politik yang memadai, yang menyebabkan rendahnya pemahaman mereka terhadap isu politik yang lebih kompleks.

Sholahuddin, Anjarwati, dan Amalia (2022) menyebutkan bahwa generasi muda, termasuk generasi Z, memiliki potensi besar untuk terlibat dalam politik melalui pemanfaatan media sosial. Namun, mereka juga mengidentifikasi adanya tantangan dalam meningkatkan kualitas partisipasi ini, salah satunya adalah rendahnya tingkat literasi politik di kalangan pemilih pemula. Hal ini diperburuk dengan maraknya hoaks dan informasi yang tidak terverifikasi yang beredar di media sosial, yang semakin memperburuk pemahaman politik di kalangan generasi muda.

Media sosial telah menjadi sarana utama bagi generasi Z untuk berinteraksi dengan isu-isu politik. Prasetyo, Asrinaldi, dan Zetra (2022) menunjukkan bahwa media sosial memberikan akses yang lebih mudah bagi generasi muda untuk mendapatkan informasi politik, berbagi pendapat, dan ikut serta dalam diskusi politik. Instagram, Twitter, Facebook, dan YouTube merupakan platform utama yang digunakan oleh generasi Z untuk mengekspresikan pandangan politik mereka. Penggunaan media sosial ini tidak hanya terbatas pada konsumsi informasi, tetapi juga pada keterlibatan aktif, seperti mengikuti kampanye politik, berdiskusi, dan membagikan pendapat mereka kepada orang lain.

Meskipun media sosial memiliki potensi untuk meningkatkan partisipasi politik, banyak tantangan yang dihadapi. Salah satunya adalah maraknya hoaks yang dapat mempengaruhi pandangan politik generasi Z. Yunus (2023) menyebutkan bahwa rendahnya literasi politik di kalangan generasi Z dapat menyebabkan mereka lebih mudah terpengaruh oleh informasi yang tidak benar. Hal ini berdampak negatif pada kualitas partisipasi politik mereka, karena mereka tidak dapat membedakan antara informasi yang valid dan yang tidak valid.

Robin, Alvin, dan Hasugian (2022) juga menyoroti bahwa meskipun generasi Z memiliki minat yang tinggi terhadap politik, mereka cenderung tidak terinformasi dengan baik. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sumber informasi yang berkualitas dan kredibel yang dapat mereka akses di media sosial. Oleh karena itu, ada kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan literasi politik di kalangan generasi Z, agar mereka dapat lebih bijak dalam menyaring informasi yang mereka terima dan berpartisipasi secara lebih efektif dalam proses politik.

New media, yang mencakup platform digital seperti aplikasi mobile, blog, dan podcast, memiliki peran yang semakin besar dalam membentuk partisipasi politik generasi Z. Rakhman dan Haryadi (2019) menjelaskan bahwa generasi Z menggunakan new media untuk mencari informasi politik, berdiskusi dengan teman-teman mereka, dan bahkan untuk mempengaruhi opini publik. New media memungkinkan generasi Z untuk berinteraksi dengan berbagai kelompok politik dan individu secara langsung, serta memberikan platform untuk mengekspresikan pendapat mereka secara lebih bebas dan terbuka.

Menurut Putricia et al. (2024), penggunaan new media oleh generasi Z juga menciptakan ruang bagi mereka untuk mengakses informasi yang lebih beragam dan dari berbagai sumber. Hal ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk terlibat dalam diskusi politik yang lebih inklusif dan lebih terbuka. Namun, penggunaan new media juga tidak lepas dari tantangan, seperti terjadinya polarisasi opini, di mana kelompok-kelompok tertentu hanya mengakses informasi yang sesuai dengan pandangan mereka, sehingga memperburuk perpecahan dalam masyarakat.

Meskipun generasi Z sangat aktif dalam menggunakan media sosial dan new media untuk terlibat dalam politik, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi untuk meningkatkan kualitas partisipasi politik mereka. Salah satu tantangan terbesar adalah rendahnya literasi politik. Generasi Z sering kali tidak mendapatkan pendidikan politik yang memadai di sekolah atau melalui keluarga, yang menyebabkan mereka kurang memahami bagaimana sistem politik bekerja dan bagaimana cara berpartisipasi secara efektif.

Salsabila dan Nurmina (2022) menyatakan bahwa pendidikan politik yang lebih baik di kalangan generasi muda dapat membantu meningkatkan partisipasi politik mereka. Pendidikan ini harus mencakup pemahaman yang lebih dalam tentang hak-hak politik, sistem pemerintahan, serta cara-cara untuk berpartisipasi dalam proses politik yang lebih efektif.

Prasetyo et al. (2022) juga menekankan diperlukan peran keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam memberikan pendidikan politik kepada generasi muda. Mereka menyarankan agar pemerintah dan lembaga pendidikan mengintegrasikan pendidikan politik ke dalam kurikulum yang dapat mengajarkan keterampilan kritis dalam mengevaluasi informasi dan berpartisipasi secara konstruktif dalam diskusi politik.

Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa media sosial dan new media memiliki peran yang sangat besar dalam meningkatkan partisipasi politik generasi Z. Namun, meskipun generasi Z sangat aktif dalam menggunakan media sosial untuk berpartisipasi dalam politik, mereka menghadapi tantangan besar terkait dengan literasi politik dan penyebaran informasi yang tidak valid. Oleh karena itu, untuk meningkatkan partisipasi politik yang berkualitas, diperlukan upaya yang lebih besar dalam meningkatkan literasi politik dan memberikan pendidikan politik yang lebih baik kepada generasi Z. Dengan demikian, generasi Z dapat lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan new media sebagai sarana untuk berpartisipasi dalam proses politik yang demokratis.

Metode Penelitian

Penelitian kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang fokus pada pemahaman mendalam terhadap fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Penelitian ini sering kali digunakan untuk mengeksplorasi makna, pengalaman, serta pandangan yang dimiliki individu atau kelompok dalam konteks yang lebih luas. Salah satu karakteristik utama dari penelitian kualitatif adalah pemahaman yang mendalam dan holistik tentang suatu fenomena, yang sering kali diperoleh melalui teknik pengumpulan data seperti wawancara mendalam, observasi partisipatif, atau studi dokumen (Ahyar, 2020).

Metode kualitatif tidak hanya berfokus pada angka atau data numerik, tetapi lebih kepada proses pengumpulan informasi yang memberikan wawasan mengenai perilaku, pandangan, atau pengalaman subjek yang diteliti. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menggali pemahaman yang lebih kaya dan kontekstual dari subjek atau objek yang diteliti. Salah satu aspek diharuskan dalam penelitian kualitatif adalah fleksibilitas, karena peneliti dapat menyesuaikan teknik dan metode pengumpulan data berdasarkan situasi atau respon yang muncul selama penelitian (Creswell, 2019).

Proses penelitian kualitatif dimulai dengan perumusan pertanyaan penelitian yang bersifat terbuka dan eksploratif. Setelah itu, peneliti memilih teknik pengumpulan data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik-teknik yang umum digunakan dalam penelitian kualitatif antara lain adalah wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus (focus group discussion), dan observasi. Wawancara mendalam adalah salah satu teknik yang paling banyak digunakan dalam penelitian kualitatif karena memungkinkan peneliti untuk menggali pandangan dan pengalaman subjek secara rinci. Melalui wawancara ini, peneliti bisa mendapatkan informasi tentang makna yang diberikan oleh responden terhadap suatu peristiwa atau fenomena (Salahudin, 2018).

Observasi juga merupakan metode dalam penelitian kualitatif, di mana peneliti secara langsung mengamati perilaku atau aktivitas yang sedang berlangsung di lapangan. Dalam observasi, peneliti dapat berinteraksi dengan subjek penelitian dalam setting yang alami, memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang konteks sosial yang sedang diteliti. Penggunaan teknik observasi ini akan sangat berguna dalam penelitian yang bertujuan untuk memahami interaksi sosial, budaya, atau fenomena alamiah yang sulit untuk ditangkap hanya dengan data yang diperoleh melalui wawancara.

Data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan naratif, yang berarti peneliti harus mampu menyusun data yang tidak terstruktur dalam bentuk cerita atau gambaran yang jelas. Setelah data terkumpul, peneliti harus melakukan analisis data, yang sering kali dilakukan dengan cara tematik atau kategorikal. Analisis tematik melibatkan pengelompokan data ke dalam tema-tema atau kategori-kategori yang relevan dengan tujuan penelitian. Peneliti kemudian menginterpretasikan data untuk mengungkap makna yang lebih mendalam dan menghasilkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang fenomena yang diteliti.

Kelebihan dari pendekatan kualitatif adalah kemampuannya untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang suatu fenomena, mengungkap berbagai aspek yang tidak terlihat dalam penelitian kuantitatif, dan memberi suara kepada subjek yang diteliti. Namun, pendekatan ini juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain ketergantungan pada subyektivitas peneliti dan kesulitan dalam menggeneralisasi temuan karena data yang diperoleh bersifat kontekstual dan tidak representatif secara luas (Ahyar, 2020). Meskipun demikian, metode kualitatif tetap menjadi alat yang sangat berguna dalam penelitian sosial, psikologi, pendidikan, dan berbagai disiplin ilmu lainnya yang memerlukan pemahaman mendalam tentang individu dan kelompok.

Dalam penelitian ini, metode kualitatif sangat cocok digunakan untuk menggali persepsi dan pandangan pemilih pemula tentang peran media sosial dalam partisipasi politik mereka. Wawancara mendalam dengan responden, yang terdiri dari pemilih pemula dari berbagai latar belakang sosial, akan memberikan data yang lebih kontekstual mengenai bagaimana mereka mengakses dan memanfaatkan media sosial untuk berpartisipasi dalam politik. Peneliti juga bisa menggunakan observasi partisipatif untuk menilai bagaimana interaksi politik terjadi di media sosial dan apa dampaknya terhadap perilaku pemilih.

Berdasarkan pemaparan penjelasan di atas penelitian kualitatif adalah metode yang sangat efektif dalam menggali pemahaman mendalam tentang fenomena sosial, termasuk dalam konteks partisipasi politik pemilih pemula melalui media sosial. Dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi, peneliti dapat memperoleh data yang lebih kaya dan mendalam, yang memberikan wawasan tentang bagaimana pemilih pemula terlibat dalam politik dan bagaimana media sosial mempengaruhi perilaku politik mereka.

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Salah satu kekuatan utama yang dimiliki oleh Paslon nomor dua adalah dukungan dari Partai Golkar, yang dikenal sebagai partai besar dengan basis pemilih yang solid di Kota Bekasi. Golkar, meskipun bukan pemenang legislatif di daerah ini, memiliki tradisi yang kuat dalam memenangkan posisi kepala daerah. Dengan pengalaman ini, Paslon nomor dua, yang terdiri dari Pak UU Saeful (mantan birokrat di Dinas Pendidikan) dan Bu Nurul (mantan Komisioner KPU Kota Bekasi), memiliki kredibilitas yang cukup di mata publik. Pengalaman mereka di bidang pemerintahan dan kepemiluan memberi mereka keunggulan dibandingkan dengan calon lainnya yang mungkin tidak memiliki latar belakang serupa. Selain itu, meskipun Bu Nurul berasal dari Nasdem yang merupakan partai non-parlemen, hal ini dianggap sebagai tambahan nilai positif karena dapat menawarkan perspektif yang lebih segar dalam politik lokal.

Setiap kandidat pasti memiliki kekurangan, dan Paslon ini juga tidak terkecuali. Salah satu kelemahan yang diidentifikasi dalam wawancara adalah kurangnya interaksi langsung dengan masyarakat, terutama oleh Pak UU Saeful. Meskipun dia memiliki pengalaman yang panjang dalam pemerintahan, interaksi yang kurang maksimal dengan warga dianggap sebagai salah satu hambatan utama dalam mendekatkan diri dengan pemilih. Untuk itu, tim pemenangan harus mengakui bahwa waktu yang tersisa sebelum hari pemungutan suara sangat terbatas, dan mereka harus bekerja keras untuk mengejar ketertinggalan dalam melakukan sosialisasi dan menjangkau pemilih yang belum terlibat.

Meskipun ada kelemahan, Paslon ini tetap optimis mengenai peluang mereka untuk memenangkan pemilu. Tim pemenangan merasa bahwa Golkar memiliki peluang besar untuk memenangkan kursi kepala daerah di Kota Bekasi, mengingat tradisi partai tersebut yang selalu berhasil meraih kemenangan meskipun tidak selalu menjadi pemenang legislatif. Dengan hanya 17 hari tersisa sebelum hari pemungutan suara, tim pemenangan merasa bahwa mereka masih memiliki waktu yang cukup untuk mengejar ketertinggalan dan memperkuat posisi mereka. Selain itu, Paslon ini dapat memanfaatkan dukungan dari berbagai elemen masyarakat dan partai politik yang ada, termasuk komunitas yang sudah memiliki afiliasi ideologis yang kuat dengan Golkar.

Tidak ada pemilu yang bebas dari tantangan dan ancaman, dan Paslon nomor dua juga harus menghadapi persaingan ketat dari calon-calon lain. Politik lokal selalu melibatkan persaingan yang sengit, dan ini menjadi tantangan utama yang harus dihadapi. Namun, dengan soliditas yang kuat di dalam tim pemenangan dan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat, Paslon ini optimis dapat menghadapi ancaman eksternal dengan baik. Tantangan terbesar mereka adalah bagaimana menghadapi calon lain yang mungkin memiliki daya tarik yang lebih besar atau lebih dikenal di masyarakat. Namun, jika tim pemenangan berhasil mempertahankan kekompakan dan mengelola sumber daya dengan baik, mereka yakin dapat mengatasi tantangan tersebut.

Dalam hal strategi kampanye, Paslon ini lebih banyak mengandalkan media sosial dan media online lokal untuk memperkenalkan diri mereka kepada masyarakat. Media seperti Instagram dan YouTube menjadi platform utama yang digunakan untuk menjangkau pemilih muda, khususnya kaum milenial yang sangat aktif di dunia maya. Selain itu, kampanye akbar yang akan diadakan pada tanggal 16 menjadi momen bagi mereka untuk menggugah semangat para pendukung dan memperkenalkan program-program unggulan. Penggunaan media sosial yang efektif diharapkan dapat memperluas jangkauan mereka, mengingat popularitas media digital yang terus berkembang, terutama di kalangan pemilih muda.

Selain itu, tim pemenangan Paslon ini juga melibatkan jurkam (juru kampanye) dari berbagai tingkatan, mulai dari tingkat provinsi hingga tingkat pusat. Hal ini menunjukkan bahwa mereka berusaha mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk meningkatkan eksposur mereka, baik secara lokal maupun nasional. Kampanye yang dilakukan dengan melibatkan berbagai elemen, mulai dari tim lokal hingga partai Golkar, dapat membantu memperkuat citra Paslon dan menarik perhatian lebih banyak pemilih.

Paslon ini menargetkan pemilih muda, terutama mereka yang berusia antara 20 hingga 30 tahun, yang dianggap sebagai kelompok yang memiliki potensi suara yang besar. Selain itu, mereka juga menargetkan pemilih yang sudah memiliki afiliasi ideologis yang kuat terhadap Golkar. Dengan pendekatan yang lebih personal dan berbasis pada ideologi partai, Paslon ini berharap dapat meraih suara dari berbagai elemen masyarakat. Program-program yang ditawarkan, seperti perbaikan di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan ekonomi, diharapkan dapat menjangkau semua lapisan masyarakat dan meyakinkan mereka untuk memilih Paslon ini.

Program unggulan yang ditawarkan oleh Paslon ini mencakup beberapa aspek diharuskan yang menjadi perhatian utama masyarakat Kota Bekasi, seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan ekonomi. Peningkatan sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) menjadi fokus utama mereka, dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian rakyat dan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat. Paslon ini berkomitmen untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pembangunan infrastruktur yang lebih baik dan peningkatan akses terhadap layanan pendidikan dan kesehatan. Dengan menawarkan program-program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, mereka berharap dapat memenangkan hati pemilih dan meraih dukungan luas.

Penggunaan media sosial dalam kampanye ini memiliki dampak yang signifikan dalam meningkatkan elektabilitas dan popularitas Paslon nomor dua. Masyarakat semakin sadar bahwa dalam Pemilu ini tidak hanya ada dua calon, tetapi ada tiga pilihan yang dapat dipertimbangkan. Dengan memanfaatkan media sosial, Paslon ini berharap dapat memperkenalkan diri lebih luas kepada masyarakat, terutama melalui konten-konten yang relevan dan menarik bagi pemilih muda. Selain itu, media sosial juga memungkinkan tim pemenangan untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat, merespons feedback, dan mengadakan kampanye yang lebih terarah.

Pembahasan

Partisipasi politik pemilih muda, terutama dalam konteks pemilihan umum, telah menjadi topik diharuskan dalam studi sosial dan politik di Indonesia. Berdasarkan data yang tersedia, pemilih muda, terutama yang berada dalam kelompok Gen-Z, memiliki pengaruh yang signifikan dalam proses politik, baik dalam konteks pemilu maupun pemilihan kepala daerah (Pilkada). Pemanfaatan media sosial dalam kampanye politik menjadi salah satu faktor yang mendorong partisipasi mereka. Dalam pembahasan ini, akan dianalisis faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi politik pemilih muda, khususnya yang menggunakan media sosial sebagai sarana untuk terlibat dalam politik.

Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Pemilih Muda

1. Pengaruh Media Sosial dalam Partisipasi Politik Pemilih Muda

Media sosial telah menjadi platform utama bagi generasi muda untuk mengakses informasi politik dan terlibat dalam proses pemilu. Menurut Kadir (2022), media sosial memainkan peran diharuskan dalam membentuk ruang publik digital yang mempercepat proses demokrasi dan partisipasi politik, khususnya bagi kaum milenial dan Gen-Z. Dengan menggunakan platform seperti Instagram, Twitter, dan TikTok, pemilih muda dapat dengan mudah mengakses informasi tentang calon pemimpin, visi dan misi mereka, serta proses pemilihan itu sendiri. Pemilih muda yang aktif di media sosial cenderung lebih terinformasi dan memiliki keterlibatan yang lebih besar dalam kampanye politik dibandingkan dengan mereka yang tidak terhubung dengan platform ini.

2. Ketersediaan Informasi melalui Media Sosial

Nasution, Thamrin, dan Ritonga (2020) dalam penelitiannya tentang partisipasi politik masyarakat Kota Medan menunjukkan bahwa penggunaan media sosial dalam pemilu dapat meningkatkan kesadaran politik masyarakat, termasuk pemilih muda. Media sosial menyediakan akses cepat dan efisien kepada pemilih untuk mendapatkan informasi terkini mengenai calon pemimpin dan isu-isu diharuskan dalam pemilu. Hal ini memperluas ruang untuk partisipasi aktif, tidak hanya dalam memberikan suara, tetapi juga dalam berdiskusi dan menyebarluaskan informasi politik kepada orang lain. Hal ini sangat relevan bagi pemilih muda yang memiliki kebiasaan mengakses media sosial secara rutin.

3. Pemilih Pemula dan Partisipasi Politik

Pemilih pemula (youth voters) seringkali menghadapi tantangan dalam hal keterlibatan politik karena kurangnya pengalaman politik dan ketertarikan yang rendah pada sistem politik yang ada. Namun, menurut penelitian oleh Pangestuti et al. (2018), pembelajaran politik melalui media sosial dapat meningkatkan partisipasi mereka dalam pemilihan umum. Pemilih pemula yang aktif di media sosial lebih cenderung terlibat dalam percakapan politik, baik dengan teman sebaya maupun dengan calon-calon politik, serta mengajak orang lain untuk berpartisipasi.

4. Faktor Ideologis dalam Pemilih Muda

Selain media sosial, faktor ideologis juga mempengaruhi partisipasi politik pemilih muda. Pemilih muda cenderung lebih memilih untuk mendukung calon yang memiliki visi dan misi yang sesuai dengan nilai-nilai dan aspirasi mereka. Nur Wardhani (2018) dalam penelitiannya tentang partisipasi politik pemilih pemula menunjukkan bahwa pemilih muda sangat dipengaruhi oleh ideologi partai politik yang mereka dukung, serta informasi yang mereka terima mengenai calon-calon yang akan dipilih. Oleh karena itu, diharuskan bagi partai politik dan calon untuk menyusun kampanye yang mampu menarik perhatian pemilih muda melalui isu-isu yang relevan dengan kehidupan mereka, seperti ekonomi digital, pendidikan, dan masalah sosial lainnya.

 

Partisipasi Politik Pemilih Muda dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

1. Pengaruh Kampanye di Media Sosial dalam Pilkada

Di tingkat lokal, seperti dalam Pilkada, partisipasi pemilih muda juga sangat dipengaruhi oleh penggunaan media sosial. Dalam Pilkada 2020 di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Islamy (2022) mencatat bahwa penggunaan media massa, termasuk media sosial, berperan besar dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat, termasuk pemilih muda. Kampanye melalui media sosial memungkinkan calon kepala daerah untuk menjangkau pemilih muda yang lebih sulit dijangkau melalui metode konvensional seperti iklan televisi atau pertemuan langsung. Hal ini menunjukkan bagaimana media sosial bisa menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan partisipasi politik pemilih muda dalam tingkat daerah.

2. Strategi Kampanye Politik yang Menarik bagi Pemilih Muda

Kampanye yang berbasis media sosial tidak hanya meningkatkan partisipasi politik pemilih muda, tetapi juga mengubah cara pemilu dilakukan. Pemilih muda lebih cenderung memilih calon yang dapat berkomunikasi dengan mereka melalui platform yang mereka gunakan, seperti Instagram atau TikTok. Oleh karena itu, calon kepala daerah dan partai politik yang dapat memanfaatkan platform ini dengan baik memiliki peluang lebih besar untuk memenangkan dukungan dari pemilih muda. Pemilih muda yang aktif di media sosial juga lebih cenderung untuk berbagi informasi dengan teman-temannya, yang selanjutnya memperluas dampak dari kampanye tersebut.

 

Tantangan dalam Meningkatkan Partisipasi Politik Pemilih Muda

1. Tantangan Keterbatasan Sumber Daya dan Pendidikan Politik

Salah satu tantangan utama dalam meningkatkan partisipasi politik pemilih muda adalah keterbatasan pendidikan politik di kalangan mereka. Banyak pemilih muda yang tidak memiliki pengetahuan politik yang cukup, yang membuat mereka kurang tertarik atau bahkan apatis terhadap proses politik. Kuncoro (2018) mengungkapkan bahwa pendidikan politik yang terbatas dan pemahaman yang rendah terhadap sistem politik dapat menjadi hambatan besar dalam partisipasi mereka dalam pemilu.

2. Pengaruh Hoaks dan Misinformasi

Di era digital, masalah hoaks dan misinformasi juga menjadi tantangan besar dalam meningkatkan partisipasi politik yang berkualitas. Pemilih muda yang kurang teliti dalam memverifikasi informasi rentan terhadap berita palsu yang dapat memengaruhi keputusan mereka dalam pemilu. Oleh karena itu, diharuskan untuk meningkatkan literasi digital di kalangan pemilih muda agar mereka dapat lebih kritis dalam menyaring informasi yang mereka terima melalui media sosial.

Pada partisipasi politik pemilih muda sangat dipengaruhi oleh penggunaan media sosial. Melalui media sosial, mereka dapat lebih terinformasi, terlibat dalam diskusi politik, dan menyebarluaskan informasi mengenai calon-calon yang mereka dukung. Namun, ada tantangan yang harus dihadapi, seperti keterbatasan pendidikan politik dan potensi misinformasi. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan literasi politik dan digital di kalangan pemilih muda agar mereka dapat berpartisipasi secara aktif dan kritis dalam pemilu dan Pilkada. Pemanfaatan media sosial yang bijaksana dan strategi kampanye yang tepat akan sangat menentukan tingkat partisipasi politik pemilih muda dalam pemilu 2024 mendatang.

Kesimpulan dan Saran

Penelitiian ini menunjukkan bahwa peran teknologi dalam proses demokrasi semakin diharuskan. Pemilih pemula, khususnya dari generasi milenial dan Z, sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan media sosial dalam memilih calon pemimpin, terutama pada saat pemilihan umum atau pilkada. Media sosial menjadi sarana yang tidak hanya memungkinkan pemilih untuk memperoleh informasi tentang kandidat, tetapi juga menjadi platform untuk berdiskusi, berinteraksi, dan mengedukasi diri tentang berbagai isu politik. Berdasarkan temuan-temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa generasi Z memiliki kesadaran politik yang tinggi, meskipun banyak di antara mereka yang cenderung pasif secara langsung dalam kegiatan politik konvensional.

Melalui media sosial, mereka lebih aktif dalam mengikuti perkembangan politik terkini, baik yang bersifat lokal maupun nasional. Pemilih pemula yang menggunakan media sosial seperti Instagram dan Twitter, misalnya, menganggap platform ini memberikan mereka kemudahan dalam mengakses informasi secara real-time dan memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam diskusi politik tanpa perlu terlibat secara langsung dalam kampanye atau debat politik tradisional. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Karim et al. (2020), yang menunjukkan bahwa media sosial menjadi alat yang efisien untuk mendorong partisipasi politik di kalangan pemilih pemula di kota Yogyakarta.

Namun partisipasi politik melalui media sosial terlihat meningkat, ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah fenomena disinformasi dan berita palsu yang tersebar dengan cepat melalui platform-platform digital. Disinformasi ini seringkali mengaburkan pemahaman pemilih pemula mengenai calon yang mereka pilih, bahkan dapat mempengaruhi keputusan politik mereka secara negatif. Oleh karena itu, meskipun media sosial dapat meningkatkan partisipasi politik, penyebaran informasi yang tidak benar harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak yang terlibat dalam proses demokrasi, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan media.

Selain itu, ada kecenderungan bagi sebagian pemilih pemula untuk hanya terlibat dalam bentuk partisipasi politik yang minim, seperti memberikan like atau komentar pada konten-konten politik di media sosial, tanpa melakukan aksi politik yang lebih konkret, seperti memilih atau terlibat dalam kampanye. Menurut Nasution et al. (2020), ini menunjukkan bahwa meskipun pemilih pemula memiliki kecenderungan untuk aktif dalam diskusi politik di dunia maya, mereka tidak selalu mengubah partisipasi tersebut menjadi tindakan nyata pada saat pemilihan. Oleh karena itu, diharuskan untuk mendorong mereka agar lebih proaktif dalam mengambil bagian dalam proses pemilu, tidak hanya di dunia maya, tetapi juga di dunia nyata.

Pada pengaruh media sosial terhadap partisipasi politik pemilih pemula tidak dapat dipandang secara sepihak. Media sosial memiliki peran yang kompleks, di mana di satu sisi ia memfasilitasi partisipasi politik, namun di sisi lain, ia juga dapat memperburuk polarisasi politik. Pemilih pemula sering kali terjebak dalam "echo chamber" atau ruang gema, di mana mereka hanya mendengarkan opini yang sejalan dengan pandangan mereka, tanpa terpapar dengan sudut pandang yang berbeda. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya keterbukaan dalam dialog politik yang sehat, yang pada akhirnya menghambat kemajuan dalam pembangunan demokrasi yang lebih inklusif.

Oleh karena itu, untuk memaksimalkan potensi media sosial dalam meningkatkan partisipasi politik, ada kebutuhan untuk menyelenggarakan pendidikan politik yang lebih mendalam dan kritis, terutama bagi pemilih pemula. Sebagaimana yang disarankan oleh Kadir (2022), pendidikan politik yang dilakukan melalui media sosial harus memperkenalkan konsep-konsep dasar demokrasi, serta cara-cara untuk menganalisis informasi secara kritis. Dengan demikian, pemilih pemula dapat menggunakan media sosial dengan lebih bijak dan menjadi peserta aktif yang memahami isu-isu politik secara lebih komprehensif.

Untuk menekankan peran pemerintah dan lembaga pendidikan dalam mengedukasi masyarakat, khususnya pemilih pemula, tentang diperlukan keterlibatan aktif dalam pemilu dan bagaimana mereka dapat berperan dalam memilih calon pemimpin yang terbaik. Penyuluhan dan kampanye yang berbasis pada media sosial bisa menjadi cara yang efektif untuk menjangkau audiens muda, mengingat mereka sangat terhubung dengan platform-platform tersebut. Selain itu, peran media massa yang terpercaya juga sangat diharuskan dalam memberikan informasi yang akurat dan objektif untuk menghindari jebakan disinformasi.

Sebagai saran, diharuskan untuk memperkuat regulasi dan kebijakan terkait penggunaan media sosial dalam konteks politik. Regulasi yang mengatur penyebaran informasi di media sosial perlu diperkuat untuk mengurangi dampak buruk dari disinformasi dan polarisasi yang dapat merugikan kualitas demokrasi. Selain itu, perlu adanya platform yang mendorong keterlibatan yang lebih nyata dari pemilih pemula, baik dalam bentuk pendidikan politik atau aktivitas partisipatif lainnya, untuk memastikan bahwa mereka tidak hanya menjadi penonton di dunia maya, tetapi juga pelaku aktif dalam proses politik yang terjadi.

Walaupun media sosial memiliki peran yang sangat besar dalam meningkatkan partisipasi politik di kalangan pemilih pemula, tantangan besar terkait penyebaran disinformasi dan kurangnya keterlibatan nyata harus diatasi. Pemilih pemula yang lebih aktif dan teredukasi akan memperkuat kualitas demokrasi, terutama dalam konteks pemilu yang semakin berperan diharuskan dalam memilih pemimpin masa depan. Oleh karena itu, diharuskan untuk terus mengedukasi dan mendorong partisipasi aktif pemilih pemula untuk menciptakan demokrasi yang lebih matang dan inklusif.

 

Daftar Pustaka 

Ahyar, H. (2020). Buku Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif (Edisi Pertama). CV. Pustaka Ilmu Group.

Creswell, J. W. (2019). Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif dan Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Irlandi, R. (2023). Konstitusionalitas usia capres dan cawapres. Diakses melalui link https://news.detik.com/kolom/d-6964828/konstitusionalitas-usia-capres-dan-cawapres. (2023, 14 Desember).

Islamy, I. I. (2022). Peran media massa dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat pada pilkada tahun 2020 Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara (Doctoral dissertation, Institut Pemerintahan Dalam Negeri).

Kadir, N. (2022). Media sosial dan politik partisipatif: Suatu kajian ruang publik, demokrasi bagi kaum milenial dan Gen Z. Resiprokal: Jurnal Riset Sosiologi Progresif Aktual, 4(2), 180-197. https://doi.org/10.29303/resiprokal.v4i.

Karim, A. M., Wibawa, A., & Arisanto, P. T. (2020). Partisipasi politik pemilih pemula di media sosial (studi deskriptif tingkat dan pola politik partisipatif Gen-Z Kota Yogyakarta melalui pemanfaatan aplikasi Instagram tahun 2019). Paradigma Polistaat: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 3(2), 116-131. https://doi.org/10.23969/3i2.2093

Kim, H. Y. (2013). Statistical notes for clinical researchers: Assessing normal distribution (2) using skewness and kurtosis. Restorative Dentistry & Endodontics, 38(1), 52-54. https://doi.org/10.5395/rde.2013.38.1.52

Kuncoro, M. W. (2018, August). Media sosial, trust, dan partisipasi politik pada pemilih pemula. In Prosiding Seminar Nasional Psikologi Unissula.

Nasution, F. A., Thamrin, M. H., & Ritonga, A. D. (2020). Menakar partisipasi politik masyarakat kota Medan terhadap pemilihan Walikota Medan tahun 2020. Politeia: Jurnal Ilmu Politik, 12(2), 97-113. https://doi.org/10.32734/politeia.v12i2.3955

Nur Wardhani, P. S. (2018). Partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilihan umum. Jupiis: Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 10(1), 57. https://doi.org/10.24114/jupiis.v10i1.8407

Pangestuti, S., Herutomo, C., & Istiyanto, S. B. (2018). Pembelajaran politik untuk LA melalui media sosial di Purwokerto--Jawa Tengah. Warta Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, 1(02), 1-6. https://doi.org//10.25008/vli02.21

Prasetyo, N., Asrinaldi, A., & Zetra, A. (2022). The model partisipasi politik masyarakat Sumatera Barat dalam pilpres tahun 2019. Integritas: Jurnal Antikorupsi, 8(2), 259-268. https://doi.org/10.32697/integritas.v8i2.852

Prasetyo, N., Asrinaldi, A., & Zetra, A. (2022). The model partisipasi politik masyarakat Sumatera Barat dalam pilpres tahun 2019. Integritas: Jurnal Antikorupsi, 8(2), 259-268. https://doi.org/10.32697/integritas.v8i2.852

Putricia, N. D., Febriyanti, A. I., Puteri, N. D., Syukriya, A. R., & Puspita, A. M. I. (2024). Pengaruh media sosial terhadap partisipasi politik Gen Z (Zoomers). Retorika: Jurnal Komunikasi, Sosial dan Ilmu Politik, 1(2), 74-82.

Salahudin. (2018). Metode Penelitian. CV. Bandung: Pustaka Setia.

Umam, A. (2022, Juni 20). Pengertian Media Sosial, Sejarah, Fungsi, Jenis, Manfaat, dan Perkembangannya. Gramedia.com. Diambil dari https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-media-sosial/

Wibawa, A., & Arisanto, P. T. (2020). Partisipasi politik pemilih pemula di media sosial (studi deskriptif tingkat dan pola politik partisipatif Gen-Z kota yogyakarta melalui pemanfaatan aplikasi instagram tahun 2019). Paradigma Polistaat: Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 3(2), 116-131. https://doi.org/10.23969/paradigmapolistaat.v3i2.3093

Wulan, R. (2019). Analisis Transaksi E-Commerce Melalui Jaringan Sosial Mobile. Sosio e-Kons, 36.

Yolanda, H. P., & Halim, U. (2020). Partisipasi politik online generasi z pada Pemilihan Presiden Indonesia 2019. CoverAge: Journal of Strategic Communication, 10(2), 30-39.

Yuningsih, N. A. I & Warsono (2014). Partisipasi politik remaja (pemilih pemula) pada Pemilukada Mojokerto tahun 2010 di Desa Sumber Tanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto. Kajian Moral dan Kewarganegaraan, 1(2), 16--30. https://doi.org/10.26740/kmkn.v1n2

Yunus, S. (2023, Januari 23). Literasi Politik Rendah, Hoaks Kian Marak. Diambil dari https://kumparan.com/syarifyunus/literasi-politik-rendah-hoaks-kian-marak-1sFuA11quzL/full

Zulfa, A. N., Sari, E. P. P., & Trisiana, A. (2019). Meningkatkan kesadaran politik di kalangan anak muda. Jurnal Global Citizen: Jurnal Ilmiah Kajian Pendidikan Kewarganegaraan, 7(1).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun