Menurut Umam (2022), media sosial memiliki peran yang sangat diharuskan dalam perkembangan komunikasi sosial di Indonesia. Media sosial tidak hanya menjadi sarana hiburan atau komunikasi pribadi, tetapi juga telah berkembang menjadi platform untuk diskusi, edukasi, dan bahkan kampanye politik. Pengaruh media sosial dalam kampanye politik terlihat jelas dalam Pilkada Kota Bekasi, di mana pasangan calon walikota menggunakan berbagai platform media sosial untuk memperkenalkan diri dan meraih simpati pemilih. Media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube menjadi sarana efektif untuk menyebarkan informasi serta memperkuat citra politik paslon kepada masyarakat.
Diperlukan peran media sosial dalam kampanye politik juga ditegaskan oleh Wibawa & Arisanto (2020), yang menjelaskan bahwa penggunaan media sosial sangat berpengaruh terhadap partisipasi politik generasi muda, terutama pemilih pemula, yang cenderung lebih aktif menggunakan platform digital dalam mencari informasi politik. Generasi Z, yang lebih familiar dengan teknologi dan internet, lebih mudah dijangkau melalui media sosial, menjadikan media ini sebagai saluran efektif untuk membangun kesadaran politik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yolanda & Halim (2020), ditemukan bahwa partisipasi politik generasi Z dalam Pemilihan Presiden 2019 didorong oleh media sosial, terutama Instagram, yang digunakan untuk menyebarkan informasi politik serta mendorong diskusi di kalangan anak muda.
Namun, meskipun media sosial dapat meningkatkan partisipasi politik, di sisi lain terdapat tantangan besar terkait dengan rendahnya literasi politik di kalangan masyarakat. Yunus (2023) mencatat bahwa literasi politik yang rendah menyebabkan mudahnya penyebaran hoaks, yang dapat memengaruhi keputusan politik masyarakat. Hoaks yang tersebar di media sosial sering kali mempengaruhi opini publik, termasuk dalam konteks pemilu dan pilkada, di mana informasi yang salah atau menyesatkan dapat mengarah pada pilihan politik yang tidak tepat. Oleh karena itu, diharuskan bagi masyarakat untuk meningkatkan kemampuan literasi politik mereka agar tidak mudah terjebak dalam arus informasi yang tidak jelas kebenarannya.
Dalam konteks Pilkada Kota Bekasi, pasangan calon walikota nomor 2 menggunakan media sosial sebagai alat utama dalam kampanye mereka. Menggunakan strategi media sosial yang tepat, mereka dapat menjangkau berbagai lapisan masyarakat, baik yang berada di perkotaan maupun di daerah pinggiran yang mungkin sulit dijangkau oleh media tradisional. Media sosial memungkinkan paslon untuk lebih fleksibel dalam menyampaikan pesan-pesan kampanye mereka, bahkan dalam situasi yang penuh keterbatasan, seperti pandemi COVID-19 yang membatasi pertemuan langsung dengan masyarakat.
Partisipasi politik yang tinggi sangat diharapkan dalam Pilkada Kota Bekasi, karena hal ini akan menentukan legitimasi dan hasil akhir pemilihan. Dalam hal ini, media sosial berperan diharuskan sebagai sarana edukasi politik bagi pemilih, terutama pemilih pemula. Wulan (2019) dalam penelitian mengenai e-commerce dan jaringan sosial mobile menjelaskan bahwa media sosial dapat menjadi platform yang efektif dalam membangun kesadaran politik dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pemilu dan pilkada. Keaktifan masyarakat di media sosial dalam memberikan suara, berdiskusi, dan menyebarkan informasi politik, merupakan salah satu indikator partisipasi politik yang aktif.
Lebih lanjut, Zulfa et al. (2019) menekankan diperlukan kesadaran politik di kalangan anak muda sebagai bagian dari proses demokratisasi yang sehat. Menurut mereka, pemuda yang teredukasi secara politik akan lebih cenderung untuk berpartisipasi dalam pemilu, baik secara langsung melalui pemilihan suara maupun melalui kampanye online yang mereka lakukan di media sosial. Oleh karena itu, diharuskan untuk memastikan bahwa kampanye politik, terutama yang melibatkan generasi muda, dapat memanfaatkan media sosial secara maksimal untuk menyampaikan pesan yang jelas dan faktual, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat dalam memilih pemimpin daerah.
Diperlukan pemahaman terhadap penggunaan media sosial dalam kampanye politik di Pilkada Kota Bekasi juga didasari oleh kebutuhan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka sebagai pemilih. Literasi media yang baik akan membantu masyarakat untuk menyaring informasi yang mereka terima, menghindari disinformasi, serta membuat keputusan yang lebih cerdas dan rasional dalam memilih calon pemimpin. Oleh karena itu, literasi politik dan media menjadi dua hal yang saling terkait dan perlu diperhatikan dalam konteks partisipasi politik, khususnya melalui platform media sosial.
Berdasarkan penjelasan tersebut media dan new media, terutama media sosial, memegang peran yang sangat diharuskan dalam kampanye politik, khususnya dalam Pilkada Kota Bekasi. Paslon walikota nomor 2 memanfaatkan media sosial untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat, terutama generasi muda, dalam proses pemilihan. Meskipun demikian, tantangan besar terkait literasi politik dan penyebaran hoaks perlu diatasi agar media sosial dapat menjadi sarana yang efektif untuk memperkuat demokrasi dan meningkatkan kualitas partisipasi politik masyarakat.
Â
Kajian Literature
Partisipasi politik adalah salah satu indikator diharuskan dalam perkembangan demokrasi, yang menunjukkan sejauh mana warga negara terlibat dalam proses politik, termasuk pemilu, pengambilan keputusan, dan berbagai bentuk kegiatan politik lainnya. Pada era digital saat ini, media sosial dan new media memainkan peran yang signifikan dalam mempengaruhi pola partisipasi politik, terutama di kalangan generasi Z. Generasi Z, yang merupakan kelompok usia yang lahir pada pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital dan media sosial. Penggunaan media sosial oleh generasi ini memiliki dampak besar terhadap cara mereka terlibat dalam proses politik, baik dalam hal memperoleh informasi, berdiskusi, maupun berpartisipasi dalam kampanye politik.