Mohon tunggu...
Muhammad Rizky
Muhammad Rizky Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa (UBJ) Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Saya seorang pemula yang menggunakan kompasiana untuk menguload artikel sebagai tugas akhir saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kepedulian dan Partisipasi Generasi Z Terhadap Demokrasi

27 Juni 2024   13:17 Diperbarui: 27 Juni 2024   13:17 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demokrasi/kendaripos.fajar.co.id

Pengantar Ilmu Politik

Dosen Pengampu: Saeful Mujab, S.Sos,M.I.Kom

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi tingkat kepedulian dan partisipasi politik generasi Z, dengan fokus pada hubungannya dengan demokrasi dalam konteks sosial digital modern. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi pustaka. 

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memahami sikap dan perilaku generasi Z terhadap proses politik, serta untuk menganalisis pengaruh lingkungan sosial, pendidikan politik, dan media sosial terhadap partisipasi politik mereka. Studi ini menyelidiki literatur yang relevan dari berbagai sumber, termasuk buku, artikel jurnal, laporan riset, dan dokumen terkait lainnya. 

Data dikumpulkan dan dianalisis untuk mengidentifikasi pola, tema, dan konsep-konsep kunci yang muncul dalam literatur tentang generasi Z dan partisipasi politik mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa generasi Z menunjukkan tingkat kepedulian yang signifikan terhadap isu-isu politik, didorong oleh akses mereka yang luas terhadap informasi melalui media sosial dan teknologi digital.

Meskipun terdapat tantangan seperti penyebaran informasi yang tidak terverifikasi, generasi Z menunjukkan kemampuan untuk mengatasi hambatan ini dengan menggunakan keterampilan berpikir kritis yang mereka kembangkan melalui pendidikan politik dan pengalaman sosial mereka.

Kata kunci: generasi Z, partisipasi politik, media sosial, pendidikan politik, studi pustaka.

I. LATAR BELAKANG

Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang menempatkan kedaulatan di tangan rakyat, memungkinkan partisipasi aktif warga dalam pengambilan keputusan politik (Ramadhani & Ndona, 2024). Prinsip-prinsip dasar demokrasi meliputi kebebasan berekspresi, hak untuk memilih dan dipilih, serta pemerintahan berdasarkan hukum. 

Di era modern, demokrasi telah berkembang menjadi nilai universal yang diakui oleh banyak negara di seluruh dunia. Namun, keberhasilan demokrasi tidak hanya ditentukan oleh struktur institusional, tetapi juga oleh partisipasi aktif warganya. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana berbagai generasi, terutama generasi muda, memandang dan berpartisipasi dalam proses demokrasi.

Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, tumbuh dalam lingkungan yang sangat berbeda dibandingkan generasi sebelumnya (Zaman, 2024). Mereka adalah generasi pertama yang benar-benar digital native, terbiasa dengan teknologi dan media sosial sejak usia dini. 

Teknologi ini tidak hanya mempengaruhi cara mereka berkomunikasi dan bersosialisasi, tetapi juga cara mereka memandang dunia, termasuk pandangan mereka tentang politik dan demokrasi. Dengan akses informasi yang begitu luas, generasi ini memiliki potensi untuk menjadi lebih terinformasi dan kritis terhadap isu-isu politik.

Namun, meskipun generasi Z memiliki akses yang luas terhadap informasi, hal ini tidak selalu berarti mereka lebih terlibat dalam proses demokrasi. Ada kekhawatiran bahwa media sosial dan internet dapat menciptakan ruang gema (echo chamber) di mana mereka hanya terpapar pada pandangan yang sama dengan mereka sendiri. 

Selain itu, ketidakpercayaan terhadap institusi politik yang ada dan korupsi yang sering kali terjadi di berbagai negara dapat menimbulkan sikap apatis di kalangan generasi muda. Oleh karena itu, penting untuk mengevaluasi sejauh mana generasi Z peduli terhadap demokrasi dan bagaimana mereka terlibat dalam proses politik.

Partisipasi politik di kalangan generasi muda sering kali dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pendidikan politik, pengaruh keluarga, dan lingkungan sosial. Pendidikan politik yang memadai dapat membekali generasi muda dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi secara efektif dalam proses demokrasi. 

Di sisi lain, dukungan dari keluarga dan komunitas juga memainkan peran penting dalam membentuk sikap dan partisipasi politik mereka. Pengaruh teman sebaya dan komunitas online juga tidak bisa diabaikan, mengingat betapa besarnya peran media sosial dalam kehidupan sehari-hari generasi Z.

Selain faktor-faktor tersebut, pengalaman pribadi dan peristiwa politik yang terjadi selama masa perkembangan mereka juga mempengaruhi pandangan dan partisipasi politik generasi Z. Misalnya, gerakan sosial seperti Black Lives Matter, perubahan iklim, dan gerakan #MeToo telah menjadi isu yang sangat relevan dan sering kali menjadi titik masuk bagi banyak anggota generasi Z ke dalam dunia aktivisme dan partisipasi politik. Melalui keterlibatan dalam gerakan ini, mereka tidak hanya mengartikulasikan pandangan mereka tentang isu-isu penting tetapi juga berlatih dalam proses demokrasi melalui aksi langsung dan advokasi.

Dengan demikian, memahami tingkat kepedulian dan partisipasi politik generasi Z dalam demokrasi menjadi penting untuk memprediksi arah masa depan politik. Generasi ini akan segera menjadi kelompok pemilih terbesar dan akan memainkan peran kunci dalam menentukan arah kebijakan dan pemerintahan di banyak negara. 

Oleh karena itu, penelitian yang mendalam tentang bagaimana generasi Z memandang dan berpartisipasi dalam demokrasi tidak hanya penting untuk akademisi dan pembuat kebijakan, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan untuk memastikan bahwa demokrasi tetap hidup dan dinamis di era yang terus berubah ini.

1.2 Pertanyaan Penelitian

  1. Bagaimana tingkat kepedulian generasi Z terhadap demokrasi?
  2. Sejauh mana partisipasi generasi Z dalam proses demokrasi?

1.3 Tujuan Penelitian

  1. Mengukur tingkat kepedulian generasi Z terhadap demokrasi.
  2. Menganalisis bentuk-bentuk partisipasi politik generasi Z.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Prinsip-prinsip Dasar Demokrasi

Demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, yang menjalankannya baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang dipilih melalui pemilihan umum yang bebas (Alamsyah, 2024). Prinsip-prinsip dasar demokrasi mencakup kebebasan berekspresi, persamaan di depan hukum, dan hak untuk berpartisipasi dalam proses politik. 

Selain itu, demokrasi juga menekankan transparansi, akuntabilitas pemerintah, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Prinsip-prinsip ini bertujuan untuk memastikan bahwa pemerintahan berfungsi dengan adil dan responsif terhadap kebutuhan warganya.

2.2 Sejarah Perkembangan Demokrasi

Sejarah perkembangan demokrasi dapat ditelusuri kembali ke masa Yunani kuno, khususnya di kota Athena, di mana konsep demokrasi langsung pertama kali diterapkan. Meskipun bentuk awal demokrasi ini sangat berbeda dari yang kita kenal sekarang, prinsip dasarnya yaitu partisipasi warga dalam pengambilan keputusan politik telah menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. 

Pada abad ke-17 dan ke-18, konsep demokrasi modern mulai berkembang melalui pemikiran-pemikiran para filsuf seperti John Locke dan Montesquieu yang menekankan pentingnya pemisahan kekuasaan dan hak-hak individu. Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis juga menjadi tonggak penting dalam penyebaran dan penerapan prinsip-prinsip demokrasi di seluruh dunia.

Dalam perkembangannya, demokrasi telah mengalami berbagai transformasi dan adaptasi di berbagai negara. Pada abad ke-20, banyak negara yang sebelumnya otoriter beralih ke sistem demokrasi melalui proses dekolonisasi, revolusi, dan reformasi politik. Meskipun demikian, penerapan demokrasi tidak selalu berjalan mulus dan masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk korupsi, ketidakadilan sosial, dan manipulasi politik. 

Di era modern, demokrasi terus berevolusi dengan pengaruh teknologi dan globalisasi yang memperkenalkan bentuk-bentuk baru partisipasi politik, seperti e-voting dan aktivisme digital. Sejarah perkembangan demokrasi menunjukkan bahwa meskipun prinsip dasarnya tetap sama, bentuk dan penerapannya dapat sangat beragam tergantung pada konteks sosial dan politik suatu negara.

2.3 Generasi Z: Karakteristik dan Nilai

Generasi Z adalah kelompok demografi yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an. Mereka merupakan generasi pertama yang tumbuh dalam era digital sejak lahir, dengan akses luas terhadap internet, media sosial, dan teknologi canggih. Generasi ini sering disebut sebagai "digital natives" karena keterampilan mereka dalam menggunakan teknologi digital sejak usia dini. Mereka berbeda dari generasi sebelumnya dalam banyak hal, termasuk cara berkomunikasi, belajar, dan berinteraksi dengan dunia sekitar mereka.

Generasi Z dikenal memiliki karakteristik sosial yang unik, termasuk kecenderungan untuk menghargai keberagaman dan inklusivitas. Mereka lebih terbuka terhadap isu-isu seperti hak-hak LGBTQ+, kesetaraan gender, dan keadilan sosial. Budaya mereka sangat dipengaruhi oleh media sosial dan platform digital, yang memengaruhi cara mereka mengonsumsi informasi dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial. Teknologi memainkan peran sentral dalam kehidupan sehari-hari mereka, dari pendidikan hingga hiburan, dan sering kali mereka mengandalkan internet sebagai sumber utama informasi dan komunikasi.

Generasi Z juga menunjukkan pola perilaku yang berbeda dalam hal teknologi. Mereka lebih suka menggunakan perangkat mobile dan aplikasi dibandingkan dengan generasi sebelumnya yang lebih terbiasa dengan komputer desktop dan laptop. Penggunaan media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Snapchat lebih dominan di kalangan generasi ini, sementara platform media tradisional seperti televisi dan radio kurang menarik bagi mereka. 

Adaptasi cepat mereka terhadap teknologi baru dan kecenderungan untuk belajar secara mandiri melalui sumber-sumber online menunjukkan bahwa mereka memiliki cara yang berbeda dalam memproses informasi dan berkomunikasi dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

2.4 Hubungan Generasi Z dengan Demokrasi

Generasi Z memiliki sikap dan persepsi yang beragam terhadap demokrasi, dipengaruhi oleh konteks sosial dan politik di mana mereka tumbuh. Banyak dari mereka menghargai prinsip-prinsip dasar demokrasi seperti kebebasan berekspresi, hak pilih, dan kesetaraan di depan hukum. 

Namun, mereka juga sering menunjukkan skeptisisme terhadap institusi politik tradisional, yang dianggap tidak selalu responsif atau transparan. Ketidakpuasan ini terkadang memunculkan apatisme politik, tetapi juga dapat memotivasi mereka untuk mencari bentuk partisipasi alternatif yang lebih langsung dan efektif.

Media sosial dan teknologi memiliki dampak signifikan terhadap cara generasi Z terlibat dalam politik dan demokrasi. Platform seperti Twitter, Instagram, dan TikTok digunakan tidak hanya untuk berbagi informasi, tetapi juga untuk mengorganisir gerakan sosial dan kampanye politik. 

Akses cepat terhadap informasi memungkinkan mereka untuk lebih terlibat dan lebih cepat bereaksi terhadap isu-isu politik yang berkembang. Selain itu, media sosial memungkinkan mereka untuk membentuk komunitas dan jaringan global, yang memperkuat suara mereka dan memfasilitasi aksi kolektif.

Teknologi juga memungkinkan bentuk partisipasi politik yang lebih fleksibel dan inklusif. Misalnya, petisi online, kampanye crowdfunding, dan forum diskusi digital memungkinkan generasi Z untuk berpartisipasi dalam politik tanpa harus terlibat langsung dalam struktur politik tradisional. 

Namun, ada juga tantangan yang muncul, seperti penyebaran informasi palsu (misinformation) dan polarisasi opini yang dapat mempengaruhi kualitas partisipasi mereka. Secara keseluruhan, media sosial dan teknologi telah mengubah lanskap politik, menciptakan peluang baru bagi generasi Z untuk terlibat dalam demokrasi, meskipun dengan tantangan tersendiri.

III. METODE PENULISAN

Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mendalami dan memahami fenomena sosial secara mendalam, termasuk dalam konteks studi pustaka. Penelitian kualitatif fokus pada interpretasi makna dari data yang dikumpulkan, sehingga cocok digunakan untuk mengeksplorasi konsep-konsep kompleks seperti hubungan antara generasi Z dan partisipasi politik. 

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi pustaka untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber teks, seperti buku, artikel jurnal, laporan riset, dan dokumen-dokumen terkait lainnya.

Penggunaan studi pustaka dalam penelitian kualitatif memungkinkan peneliti untuk mengakses pengetahuan yang sudah terakumulasi dan mendalam tentang topik yang diteliti. Dengan mengeksplorasi literatur yang relevan, peneliti dapat membangun landasan teoritis yang kuat untuk mendukung argumen dan temuan dalam penelitian mereka.

 Selain itu, studi pustaka juga memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi berbagai perspektif dan pendekatan yang telah digunakan oleh peneliti lain dalam mengkaji topik yang serupa, sehingga memperkaya pemahaman mereka tentang fenomena yang sedang dipelajari.

Teknik pengumpulan data studi pustaka biasanya melibatkan langkah-langkah seperti identifikasi sumber-sumber yang relevan, pengumpulan informasi yang sistematis dari berbagai sumber, dan analisis mendalam terhadap teks-teks yang dipilih. Peneliti melakukan sintesis literatur untuk mengidentifikasi tema-tema utama, tren, atau konflik dalam literatur yang relevan dengan tujuan penelitian mereka. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mengonstruksi narasi yang kohesif dan berbasis bukti dari literatur yang ada, yang kemudian dapat digunakan sebagai dasar untuk menarik kesimpulan atau mengembangkan teori baru dalam konteks penelitian mereka.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tingkat Kepedulian Generasi Z terhadap Demokrasi

Generasi Z, yang akan menjadi kelompok pemilih signifikan pada Pemilu 2024, menunjukkan tingginya tingkat kepedulian terhadap demokrasi. Menurut penelitian Setiawan dan Djafar (2023), Gen Z dan Gen Y akan menjadi 53-55% dari total jumlah pemilih, menandakan peran penting mereka dalam menentukan hasil pemilu (Setiawan & Djafar, 2023). 

Tingginya partisipasi pemilih muda dalam dua periode pemilu terakhir menunjukkan bahwa mereka dirangkul tidak hanya untuk meningkatkan jumlah suara, tetapi juga sebagai tanda adanya kesadaran politik di kalangan mereka. Generasi ini tidak hanya sekadar memberikan suara, tetapi juga aktif dalam mengkritisi dan memantau kinerja pemerintahan, menunjukkan bahwa mereka memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap sistem politik yang berjalan.

Kesadaran politik di kalangan generasi Z juga ditandai dengan kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan modernisasi dan kemajuan teknologi. Mereka mengandalkan media sosial dan platform digital untuk mendapatkan informasi politik dan berpartisipasi dalam diskusi serta debat politik. 

Generasi ini lebih rasional dan kritis dalam memilih pemimpin, menilai berdasarkan kinerja dan visi pemimpin tersebut untuk masa depan, bukan hanya berdasarkan popularitas atau penampilan. Penelitian menunjukkan bahwa pemilih muda saat ini lebih menuntut pemimpin yang dapat beradaptasi dengan perubahan zaman dan memahami kebutuhan serta aspirasi mereka.

Tingkat kepedulian generasi Z terhadap demokrasi juga terlihat dari partisipasi mereka dalam berbagai gerakan sosial dan politik. Mereka tidak hanya terbatas pada aktivitas pemilu, tetapi juga aktif dalam kampanye lingkungan, hak asasi manusia, dan keadilan sosial. Generasi ini menggunakan media sosial untuk mengorganisir aksi protes, menyebarkan petisi online, dan menggalang dana untuk tujuan politik. Keterlibatan ini menunjukkan bahwa mereka memiliki kesadaran yang mendalam tentang isu-isu yang mempengaruhi kehidupan mereka dan siap untuk mengambil tindakan untuk memperjuangkan perubahan.

Meskipun demikian, ada juga tantangan yang dihadapi dalam menjaga tingkat kepedulian generasi Z terhadap demokrasi. Skeptisisme terhadap institusi politik dan ketidakpercayaan terhadap politisi dapat mengurangi partisipasi mereka. Banyak dari mereka merasa bahwa suara mereka tidak cukup berpengaruh dalam membawa perubahan yang diinginkan, yang bisa memicu apatisme politik. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan institusi politik untuk membangun kembali kepercayaan dengan menunjukkan transparansi, akuntabilitas, dan responsivitas terhadap aspirasi generasi muda.

Selain itu, generasi Z juga menghadapi tantangan dalam bentuk disinformasi dan berita palsu yang tersebar luas di media sosial. Informasi yang tidak akurat atau menyesatkan dapat mempengaruhi pandangan politik mereka dan mengaburkan pemahaman mereka tentang isu-isu penting. Penting untuk meningkatkan literasi digital dan kemampuan berpikir kritis di kalangan generasi ini, agar mereka dapat memilah informasi yang benar dan membuat keputusan yang berdasarkan fakta.

Dalam menghadapi Pemilu 2024, penting untuk terus mendorong partisipasi generasi Z dalam proses demokrasi. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat sipil harus bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran politik dan memberikan platform bagi suara generasi muda untuk didengar. Hanya dengan demikian, demokrasi dapat terus berkembang dan merefleksikan aspirasi semua generasi, termasuk generasi Z yang akan menjadi pemimpin masa depan. Penelitian Setiawan dan Djafar (2023) menegaskan pentingnya peran pemilih muda dalam menjaga dan memperkuat sistem demokrasi yang ada.

4.2 Bentuk-bentuk Partisipasi Politik Generasi Z

Generasi Z menunjukkan partisipasi yang signifikan dalam pemilihan umum, menandakan kesadaran dan keterlibatan mereka dalam proses demokrasi. Mereka tidak hanya menjadi pemilih pasif, tetapi juga pemilih yang aktif mencari informasi tentang calon dan isu-isu politik yang relevan. 

Banyak dari mereka menggunakan platform digital untuk membandingkan program-program politik dan mendiskusikan pilihan mereka dengan teman sebaya. Selain itu, mereka cenderung lebih kritis terhadap calon pemimpin dan tidak segan untuk mengajukan pertanyaan serta menuntut transparansi. Tingginya akses terhadap informasi membuat mereka lebih sadar akan pentingnya suara mereka dalam menentukan arah kebijakan negara.

Partisipasi dalam pemilu juga mencerminkan kemampuan generasi Z dalam mengintegrasikan teknologi dengan proses demokrasi. Mereka menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi, menggalang dukungan, dan mengorganisir gerakan pemilih. Platform seperti Instagram, Twitter, dan TikTok menjadi alat penting untuk kampanye dan mobilisasi pemilih muda. 

Penggunaan teknologi ini tidak hanya memperluas jangkauan informasi tetapi juga memfasilitasi diskusi politik yang lebih luas dan inklusif. Generasi Z memanfaatkan kekuatan digital untuk memengaruhi opini publik dan mengadvokasi perubahan politik, menunjukkan bahwa teknologi dapat menjadi alat yang kuat dalam demokrasi.

Selain keterlibatan langsung dalam pemilihan umum, generasi Z juga terlibat dalam kegiatan terkait pemilu lainnya. Mereka berpartisipasi dalam kegiatan kampanye, baik sebagai relawan maupun sebagai anggota tim kampanye. Banyak dari mereka yang ikut serta dalam pengawasan pemilu, memastikan proses pemungutan suara berjalan adil dan transparan. Keterlibatan ini menunjukkan bahwa generasi Z tidak hanya peduli terhadap hasil pemilu, tetapi juga terhadap proses demokrasi itu sendiri. Mereka berusaha memastikan bahwa setiap suara dihitung dengan benar dan bahwa pemilu berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Namun, partisipasi generasi Z dalam pemilu juga menghadapi beberapa tantangan. Banyak dari mereka yang merasa bahwa sistem politik saat ini tidak sepenuhnya mewakili kepentingan mereka, yang dapat menyebabkan apatisme atau ketidakpercayaan terhadap proses pemilu. Ada juga hambatan logistik, seperti kesulitan dalam mendaftar sebagai pemilih atau lokasi tempat pemungutan suara yang tidak mudah diakses. Untuk meningkatkan partisipasi mereka, penting untuk mengatasi hambatan-hambatan ini dan memastikan bahwa generasi Z merasa bahwa suara mereka benar-benar dihargai. Pemerintah dan lembaga pemilu perlu bekerja lebih keras untuk melibatkan pemilih muda dan mengatasi kekhawatiran mereka mengenai integritas proses pemilu.

Aktivisme melalui media sosial menjadi salah satu bentuk utama partisipasi politik generasi Z. Platform seperti Instagram, Twitter, dan TikTok digunakan sebagai alat untuk menggalang dukungan, menyebarkan informasi, dan mengorganisir aksi politik. Generasi Z cenderung memanfaatkan kekuatan viralitas dan jangkauan luas media sosial untuk mengadvokasi isu-isu sosial dan politik yang mereka anggap penting. Misalnya, gerakan #BlackLivesMatter dan kampanye lingkungan seperti #FridaysForFuture menunjukkan bagaimana generasi Z menggunakan media sosial untuk memobilisasi massa dan memperjuangkan perubahan sosial.

Aktivisme melalui media sosial juga memungkinkan generasi Z untuk menyuarakan pendapat mereka secara langsung kepada para pemimpin dan institusi. Mereka menggunakan platform ini untuk menuntut akuntabilitas, mengkritik kebijakan pemerintah, dan mempengaruhi agenda politik. Dengan kemampuan untuk berbagi konten dengan cepat dan mudah, mereka dapat menciptakan momentum politik yang signifikan dalam waktu singkat. Hal ini membuktikan bahwa media sosial tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana untuk melaksanakan peran aktif dalam proses demokrasi.

Namun, ada juga tantangan yang dihadapi dalam aktivisme melalui media sosial. Informasi yang tidak diverifikasi dengan baik atau disinformasi dapat dengan mudah menyebar, membingungkan masyarakat dan mengaburkan pemahaman tentang isu-isu kompleks. Selain itu, algoritma platform media sosial sering kali menciptakan gelembung informasi (echo chamber), di mana pengguna hanya terpapar pada pandangan yang sama dengan mereka sendiri. Hal ini dapat membatasi pemahaman yang luas tentang berbagai sudut pandang politik dan memperkuat polarisasi opini.

Penting untuk generasi Z untuk tetap kritis terhadap informasi yang mereka terima dan untuk memverifikasi kebenaran informasi sebelum menyebarkannya lebih jauh. Pemerintah dan lembaga pendidikan juga memiliki peran penting dalam meningkatkan literasi digital dan keterampilan berpikir kritis di kalangan generasi Z. Dengan demikian, aktivisme melalui media sosial dapat menjadi alat yang efektif untuk memperkuat partisipasi politik generasi Z, asalkan digunakan secara bertanggung jawab dan disertai dengan pemahaman yang mendalam tentang isu-isu yang mereka advokasi.

Generasi Z tidak hanya aktif dalam aktivitas politik langsung seperti pemilihan umum dan aktivisme melalui media sosial, tetapi juga terlibat dalam berbagai organisasi dan gerakan sosial. Mereka menjadi anggota aktif dari organisasi non-pemerintah, kelompok advokasi, dan gerakan sosial yang memperjuangkan berbagai isu mulai dari lingkungan hidup, hak asasi manusia, hingga kesetaraan gender. Keterlibatan ini mencerminkan kepedulian mereka terhadap isu-isu global dan lokal yang mempengaruhi kehidupan mereka dan generasi mendatang.

Partisipasi dalam organisasi dan gerakan sosial memberikan platform bagi generasi Z untuk berkolaborasi dengan individu dari latar belakang yang berbeda dan memperluas jaringan sosial mereka. Mereka belajar bekerja sama, memimpin inisiatif, dan mengembangkan keterampilan kepemimpinan yang penting untuk masa depan mereka. Dalam banyak kasus, generasi Z tidak hanya menjadi anggota, tetapi juga inisiator dan pemimpin dalam gerakan sosial yang mereka dukung.

Keterlibatan dalam organisasi dan gerakan sosial juga memungkinkan generasi Z untuk belajar tentang proses politik yang lebih luas dan memahami bagaimana mereka dapat membuat perubahan positif di masyarakat. Mereka terlibat dalam kegiatan seperti demonstrasi, kampanye penyuluhan, dan advokasi kebijakan untuk memengaruhi keputusan politik dan perubahan sosial yang mereka inginkan. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak hanya mengandalkan pemerintah atau institusi formal, tetapi juga mengambil inisiatif untuk membuat perubahan dari bawah.

Namun, tantangan yang dihadapi dalam keterlibatan dalam organisasi dan gerakan sosial termasuk sumber daya terbatas dan aksesibilitas. Banyak generasi Z muda yang mungkin menghadapi kendala dalam memulai atau bergabung dengan organisasi karena faktor waktu, uang, atau aksesibilitas geografis. Penting bagi masyarakat untuk memberikan dukungan dan sumber daya yang diperlukan agar generasi Z dapat terus aktif dalam berbagai gerakan sosial dan politik. Dengan demikian, keterlibatan mereka dalam organisasi dan gerakan sosial tidak hanya memperkuat partisipasi politik mereka, tetapi juga memperkaya kehidupan masyarakat secara keseluruhan dengan ide-ide dan energi segar dari generasi muda.

4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepedulian dan Partisipasi

Pendidikan dan informasi politik memainkan peran kunci dalam menentukan tingkat kepedulian dan partisipasi politik generasi Z. Generasi Z yang mendapatkan pendidikan politik yang baik cenderung lebih memahami pentingnya proses politik dan implikasi keputusan politik terhadap kehidupan mereka. Mereka belajar tentang struktur pemerintahan, hak-hak politik, dan mekanisme demokrasi melalui kurikulum sekolah, diskusi kelas, dan kegiatan ekstrakurikuler. Pendidikan politik yang efektif juga mencakup pengajaran tentang keterampilan berpikir kritis, analisis informasi, dan penilaian terhadap berbagai sudut pandang politik.

Informasi politik yang mudah diakses juga memainkan peran penting dalam membentuk kepedulian generasi Z terhadap isu-isu politik. Dengan akses yang luas terhadap internet dan media sosial, mereka dapat dengan cepat mengakses berita, artikel, dan analisis politik dari berbagai sumber. 

Namun, penting untuk dicatat bahwa kualitas informasi yang diterima juga mempengaruhi pemahaman mereka tentang isu-isu politik. Generasi Z yang terlatih dalam mengelola informasi yang diverifikasi cenderung memiliki pemahaman yang lebih dalam dan lebih akurat tentang isu-isu politik, dibandingkan dengan mereka yang hanya menerima informasi dari sumber yang tidak terverifikasi.

Pendidikan dan informasi politik yang komprehensif membantu generasi Z untuk mengembangkan sikap kritis dan partisipatif terhadap proses politik. Mereka tidak hanya menjadi pemilih yang cerdas, tetapi juga aktor yang aktif dalam mempengaruhi agenda politik dan memperjuangkan perubahan. 

Oleh karena itu, investasi dalam pendidikan politik yang baik dan akses yang luas terhadap informasi politik merupakan langkah penting dalam meningkatkan partisipasi politik generasi Z dan memastikan bahwa mereka memiliki peran yang signifikan dalam pembentukan masa depan politik dan sosial negara.

Lingkungan sosial dan keluarga memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk kepedulian dan partisipasi politik generasi Z. Keluarga sering kali menjadi agen sosialisasi utama yang memperkenalkan nilai-nilai politik dan mempengaruhi sikap politik anak-anak mereka. Ketika keluarga membahas isu-isu politik di rumah, mengikuti berita politik, atau aktif dalam kegiatan politik seperti kampanye, hal ini dapat mengilhami dan mendorong generasi Z untuk ikut terlibat dalam proses politik.

Lingkungan sosial di sekolah, perguruan tinggi, atau komunitas juga memainkan peran penting dalam membentuk kepedulian politik generasi Z. Sekolah yang mendorong diskusi tentang isu-isu politik, mengadakan simulasi pemilu, atau memfasilitasi organisasi siswa terkait politik dapat meningkatkan kesadaran politik mereka. 

Di lingkungan perguruan tinggi, mahasiswa sering terlibat dalam debat politik, organisasi aktivis, atau kampanye politik yang memperluas wawasan mereka tentang berbagai isu politik dan memotivasi mereka untuk berpartisipasi lebih aktif.

Selain itu, kelompok teman sebaya dan komunitas online juga memengaruhi sikap politik generasi Z. Diskusi tentang politik di media sosial, platform diskusi online, atau dalam kelompok-kelompok teman dapat memperluas perspektif mereka dan memperkuat komitmen mereka terhadap isu-isu tertentu. Pengaruh dari lingkungan sosial ini dapat membangun solidaritas politik dan memobilisasi generasi Z untuk berpartisipasi dalam aksi politik bersama-sama.

Namun, ada juga potensi bahwa lingkungan sosial dan keluarga dapat membatasi kepedulian politik generasi Z jika mereka terpapar pada pandangan yang sempit atau jika mereka tidak didorong untuk mengembangkan sikap kritis terhadap informasi politik yang mereka terima. 

Oleh karena itu, penting bagi orang tua, pendidik, dan masyarakat untuk memberikan dukungan yang tepat dalam membentuk lingkungan yang mendukung diskusi terbuka, penilaian kritis, dan partisipasi politik yang aktif bagi generasi Z. Dengan demikian, lingkungan sosial dan keluarga dapat berperan sebagai katalisator yang kuat dalam membentuk masa depan politik yang inklusif dan berkelanjutan.

Media dan teknologi digital memainkan peran sentral dalam membentuk kepedulian dan partisipasi politik generasi Z (Munir, 2023). Generasi ini tumbuh dalam era di mana informasi dapat diakses dengan cepat dan mudah melalui internet, media sosial, dan platform digital lainnya. 

Media sosial seperti Instagram, Twitter, dan TikTok tidak hanya menjadi sumber berita dan informasi politik, tetapi juga platform untuk berdiskusi, mengorganisir aksi politik, dan menyuarakan pendapat politik mereka. Hal ini memungkinkan generasi Z untuk terlibat secara langsung dalam berbagai isu politik dengan cara yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan secara massal.

Teknologi digital juga memfasilitasi partisipasi politik generasi Z melalui aplikasi dan platform yang didesain khusus untuk memberikan informasi tentang pemilu, calon politik, dan isu-isu politik yang relevan. 

Contohnya adalah aplikasi pemilu yang menyediakan panduan pemilih, lokasi tempat pemungutan suara, dan informasi tentang calon, yang membuat generasi Z lebih mudah terlibat dalam proses politik. Selain itu, teknologi juga memungkinkan generasi Z untuk mengorganisir petisi online, kampanye crowdfunding, dan aksi kolektif lainnya dengan cepat dan efisien.

Namun, peran media dan teknologi digital dalam membentuk kepedulian politik juga memiliki tantangan tersendiri. Informasi yang tersebar luas di media sosial sering kali tidak diverifikasi dengan baik, yang dapat mempengaruhi pemahaman generasi Z tentang isu-isu politik. 

Selain itu, algoritma yang digunakan oleh platform media sosial cenderung memperkuat gelembung informasi (echo chamber) di mana pengguna hanya terpapar pada sudut pandang yang sejalan dengan pandangan mereka sendiri. Hal ini dapat membatasi pemahaman mereka tentang berbagai sudut pandang politik dan memperkuat polarisasi opini.

Penting bagi generasi Z untuk dikembangkan literasi digital dan keterampilan berpikir kritis dalam menghadapi informasi politik yang kompleks dan sering kali bermuatan emosional di media sosial. Pendidikan tentang cara menilai kebenaran informasi, mengidentifikasi disinformasi, dan memahami berbagai perspektif politik sangat penting untuk membantu mereka menjadi pemilih yang cerdas dan aktif dalam proses demokrasi. 

Dengan demikian, media dan teknologi digital, jika digunakan dengan bijak dan disertai dengan literasi yang baik, dapat menjadi alat yang kuat untuk meningkatkan partisipasi politik generasi Z dan membentuk masa depan politik yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

V. SIMPULAN DAN SARAN

Generasi Z menunjukkan tingkat kepedulian dan partisipasi politik yang signifikan, didorong oleh faktor-faktor seperti pendidikan politik yang baik, pengaruh lingkungan sosial dan keluarga, serta peran media dan teknologi digital. Mereka tidak hanya aktif dalam pemilihan umum dan aktivisme melalui media sosial, tetapi juga terlibat dalam organisasi dan gerakan sosial yang memperjuangkan berbagai isu penting. Meskipun dihadapkan pada tantangan seperti disinformasi dan polarisasi opini di media sosial, generasi Z menunjukkan kemampuan untuk mengatasi hambatan ini dengan keterampilan berpikir kritis dan literasi digital yang baik.

Pentingnya mendukung partisipasi politik generasi Z terletak pada potensi mereka untuk membentuk arah politik masa depan yang lebih inklusif dan progresif. Dengan memberikan pendidikan politik yang komprehensif, menciptakan lingkungan sosial yang mendukung diskusi terbuka, dan mengembangkan keterampilan teknologi digital yang diperlukan, kita dapat memastikan bahwa generasi Z tidak hanya menjadi pemilih yang cerdas, tetapi juga aktor yang aktif dalam membangun masyarakat yang lebih demokratis dan berkeadilan.

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, H. (2024). Tinjauan Yuridis Kedudukan dan Kekuatan Hukum Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dalam Hierarki Peraturan Perundang-Undangan. Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

Munir, M. M. (2023). Islamic Finance for Gen Z Karakter dan Kesejahteraan Finansial untuk Gen Z: Penerapan Islamic Finance sebagai Solusi. CV. Green Publisher Indonesia.

Ramadhani, K. N., & Ndona, Y. (2024). Eksistensi Nilai Kerakyatan Dalam Demokrasi Indonesia. Garuda: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Dan Filsafat, 2(2), 222--231.

Setiawan, H. D., & Djafar, T. B. M. (2023). Partisipasi politik pemilih muda dalam pelaksanaan demokrasi di Pemilu 2024. Populis: Jurnal Sosial dan Humaniora, 8(2), 201--213.

Zaman, S. N. (2024). Survey Deloitte: Kekhawatiran Gen Z dalam Hidup. AKADEMIK: Jurnal Mahasiswa Humanis, 4(1), 54--62.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun