Karena kehilangan kepercayaan diri berdampak pada keputusan, peluang karir, hubungan sosial, dan bahkan keberanian untuk berpikir kritis di masa depan. Berikut adalah beberapa faktor yang menurut saya dapat merusak rasa percaya diri seseorang.
1. Bad Parenting
Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua saya. Mereka telah berhasil mendidik saya dengan baik, tanpa mengekang, dan memberikan kebebasan untuk memilih jalan hidup saya sendiri. Di tengah kesibukan pekerjaan, mereka tetap menerapkan nilai-nilai parenting, sehingga mampu menjadi guru pertama yang baik bagi saya dan adik-adik saya.
Dari mereka, saya menyadari betapa pentingnya pendidikan parenting. Sayangnya, hal ini jarang diajarkan di sekolah. Banyak orang menikah hanya karena rasa cinta yang fana, warisan, atau ketertarikan fisik, tanpa memahami bahwa pernikahan akan melahirkan individu baru yang kehidupannya bergantung pada mereka.
Kita sering mendengar pepatah "banyak anak banyak rezeki". Namun, pepatah ini sering kali disalahpahami. Pada masa penjajahan, memiliki banyak anak berarti memiliki lebih banyak tenaga kerja untuk menghasilkan keuntungan. Namun, pepatah ini tidak lagi relevan di era modern.
Sebagian orang tua menaruh ekspektasi berlebihan pada anak-anak mereka. Kita sering mendengar cerita tentang orang tua yang mengharapkan anaknya menjadi polisi, pegawai negeri, tentara, atau profesi lain yang dianggap mulia. Hal ini bisa jadi karena orang tua tidak berhasil mencapai cita-cita tersebut dan berharap anaknya mampu melampaui mereka. Contohnya: "Dulu ayah pilot penerbangan sipil, nanti kamu harus jadi pilot penerbangan internasional atau militer ya." Namun, bagaimana jika anak lebih tertarik menjadi ilmuwan atau peneliti? Saat anak mengungkapkan keinginannya, orang tua mungkin merasa kecewa dan berkata: "Kamu tidak taat kepada orang tua." Atau: "Ayah dan ibu sudah membesarkan kamu, tapi kamu malah melawan." Hal ini membuat anak tertekan, kehilangan arah, dan ragu dalam mengambil keputusan.
Selain itu, sebagian besar anak pernah mengalami perbandingan sosial. Fenomena perbandingan sosial adalah hal yang hampir semua orang alami. Orang tua yang tidak memiliki niat kuat untuk memiliki anak sering kali menyesali kehadiran mereka. Perbandingan sosial biasanya dimulai dengan makian yang disertai rasa kecewa dan iri, misalnya: "Ibu malu sama tetangga yang anaknya sudah jadi manajer di perusahaan A, sedangkan kamu di rumah saja dan menganggur."
Menurut saya, kalimat seperti ini bukanlah motivasi, melainkan penghancur kepribadian. Anak yang terus-menerus dibandingkan akan kehilangan identitas dan semangat hidup.
Meskipun begitu, sebagian orang tua beranggapan bahwa metode ini adalah bentuk pendidikan disiplin:
"Ayah dulu kalau tidak dapat nilai 100, dipukul pakai rotan. Kamu harusnya bersyukur."
"Ini justru untuk memotivasi kamu agar menjadi lebih baik lagi"