"Membunuh dan menipu orang itu dosa. Pacaran juga dosa, tapi kalau tujuannya taaruf ya tidak apa-apa."
Atau:
"Kalau tujuannya untuk saling membantu dalam kebaikan, pacaran tidak masalah."
Namun, jika niatnya adalah membantu dalam kebaikan, bukankah berteman juga memiliki tujuan yang sama? Mengapa harus ada istilah khusus dalam hubungan pertemanan lawan jenis yang hanya ditujukan kepada satu orang? Apakah dalam pertemanan biasa kita tidak saling membantu?
Tentu saja, masih ada banyak istilah dan bentuk kesalahan logika lainnya yang bisa Anda pelajari. Saya sarankan untuk melakukan riset mandiri guna memperluas pengetahuan Anda dalam bidang ini.
Namun, saya tidak menyarankan untuk secara langsung mengungkapkan kesalahan berpikir orang lain, terutama dalam situasi di mana Anda berhadapan dengan mereka yang memiliki sifat-sifat diatas. Mengoreksi pendapat orang yang cenderung berpikir demikian bisa berdampak buruk bagi Anda, keluarga, dan hubungan pertemanan. Hal ini karena tidak semua orang mampu berpikir logis dan terbuka terhadap perbedaan pendapat.
Segala bentuk pemikiran yang membantah atau mengkritisi pendapat orang lain sebaiknya cukup disimpan dalam benak Anda, kecuali Anda merasa yakin bahwa lawan bicara Anda adalah seseorang yang mampu menilai dan mempertimbangkan argumen dengan baik.
Sebenarnya, apa yang baru saja Anda baca tentang tips berpikir tidaklah terlalu penting. Pada dasarnya, setiap manusia telah dibekali akal sehat yang mampu berpikir, termasuk berpikir kritis. Namun, seiring berjalannya waktu, kemampuan berpikir kritis ini perlahan terkikis, baik secara sadar maupun tidak.
Inti dari berpikir kritis adalah banyak bertanya. Jika semua orang bisa bertanya, apakah itu berarti mereka yang tidak mampu berpikir kritis adalah mereka yang tidak bisa bertanya? Tidak selalu. Banyak orang sebenarnya mampu dan ingin bertanya atau berargumen, tetapi mereka terhambat oleh satu hal penting yang pernah dirusak dalam diri mereka: kepercayaan diri.
Kepercayaan diri adalah keterampilan yang tidak akan pernah Anda dapatkan secara eksplisit dari sekolah, perkuliahan, atau bahkan internet. Seperti halnya akal untuk berpikir, kepercayaan diri seharusnya menjadi bekal setiap manusia. Sayangnya, semakin seseorang menjalani hidup, semakin kepercayaan dirinya terkikis. Kehilangan kepercayaan diri ini jauh lebih berbahaya daripada sekadar kehilangan kemampuan berpikir kritis.
Mengapa?