Salah satu dari beberapa factor yang menyebabkan masih lemahnya kemampuan membaca siswa adalah kurangnya tenaga pendidik dan kesusahan membagi waktu. Ibu Endah yang mendengarkan paparan dari pak Irawan memberikan pertanyaan prihal waktu pelaksanaannya. Pertanyaan itupun saya kembalikan kepada para guru untuk menyesuaikan jadwal sekolah agar tidak mengganggu kegiatan yang sudah ada, keputusan menjalankan kegiatan inipun jatuh pada hari senin sampai kamis setelah pulang sekolah. Berbeda dengan kelas bahasa Inggris, Musik, Drama di adakan pada hari kamis dan jum'at mengikuti jadawal program yang lain.
Ibu Asti  wali kelas satu menceritakan pengalamannya menangani siswa yang bernama Arfan. Arfan merupakan siswa laki-laki yang berkebutuhan khusus, Kerap kali dalam proses belajar mengajarnya tidak berjalan lancar. Tantangan menciptakan strategi untuk Arfan dituntut lebih ekstra dibandingkan siswa yang lain. Moment pembelajaran dalam kelas, Arfan cenderung mengikuti mood-nya. Selama mengikuti kegiatan belajar bisa dihitung jari ia mengikuti apa yang diintruksikan guru.Â
Pernah satu waktu ia menjadi sangat penurut, apa yang diajarkan ibu Asti dilakukannya tanpa menolak. Beberapa hari kejadian itu berlangsung membuat Ibu Asti merasa Arfan mengalami perubahan yang baik. Sayangnya harapan yang tadinya membuat Ibu Asti merasa bahagia harus kembali mengerutkan dahi melihat sifat Arfan kembali seperti diawal.
Perubahan sifat ini terjadi semenjak Arfan kembali dari libur panjang sekolah selama dua minggu. Tidak mau belajar, kadang BAB di celana, suka memukul temannya. Entah apa yang sebenarnya dirasakan Arfan, seringkali Arfan memukul teman-temannya dan ketika teman-temannya membalas meski dengan pukulan yang pelan membuat Arfan bisa dengan cepat menangis. Terkadang ibu Asti menerka-nerka apa jangan-jangan Arfan tidak memahami rasa sakit yang ditimbulkan saat memukul orang lain. Demikianlah asumsi Ibu Asti.
Arfan siswa istimewa menjadi PR yang selalu mengajak setiap pendidik yang ada SDN 29 Mataram berupaya menciptakan metode baru sampai menemukan pormula yang pas untuk membuatnya menjadi siswa yang menemukan pemahaman pentingnya belajar. Kondisi Arfan sebenarnya tidak hanya menjadi tanggung jawab guru sebagai pengajar. Lingkungan sosial, keluarga juga memiliki peran besar mengarahkan dan membimbingnya. Keluarga lingkup terkecil tempat seorang anak mendapatkan Pendidikan pertama harus senantiasa memberikan rasa nyaman dan mencontohkan yang terbaik.
Kedua aspek ini memiliki pengaruh besar terhadap dampak pertumbuhannya begitu juga dengan lingkungan sosial yang merupakan faktor pendukung setelah keluarga. Dari penuturan Ibu Asti, pihak keluarga sudah mengupayakan yang terbaik untuk Arfan si buah hati. Beberapa kali Arfan dibawanya berobat namun hasilnya tetap saja sama. Berdoa dan berharap hanya itu yang bisa dilakukan sembari menunggu datangnya keajaiban atas Arfan dari Pendidikan yang dijalaninya saat ini di SDN 29 Mataram. Meski disadarinya perubahan itu hampir tidak terlihat, harapannya selalu hidup bersama Arfan yang selalu ceria.
Persoalan mengenai Arfan merupakan pekerjaan panjang yang harus terus diupayakan oleh tenaga pendidik yang ada di SDN 29 Mataram sebagai institusi Pendidikan. Meski lambat dan perubahan yang terjadi tidak konsisten, paling tidak usaha yang dilakukan tetap dijalankan. Mendengar Ibu Asti bercerita membuat saya tidak bisa berekspektasi tinggi saat Ibu Asti mengharapkan saya mengajar Arfan. Bukannya saya pesimis hanya saja saya tidak ingin dilihat sebagai pahlawan yang bisa menyelesaikan semua persoalan. Sementara saya saja datang ke sekolah ini sebagai seseorang yang ingin belajar kepada semua warga sekolah termasuk kepada Ibu Asti.
Waktu sudah menunjukkan pukul 12 lewat. Siswa siswi yang berlarian menaiki  tangga kelas sekedar bercanda bersma temannya sudah tak nampak rupanya. Diskusi yang sudah cukup lama berjalan kami putuskan diakhiri mengingat sudah tidak ada lagi yang harus didiskusikan.Â
Sebelum para guru kembali ke ruangannya mempersiapkan diri untuk pulang, seperti biasa tidak akan lengkap jikalau tanpa melakukan foto bersama. Di depan proyektor kami berbaris menatap kamera yang dioperasikan Ema sebagai Photographer. Satu, dua, tiga, kamera menangkap realitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H