Permisi, Suara itu memecah obrolan kami sesaat. Saya yang duduk membelakangi pintu memalingkan muka ke arah datangnya suara, ternyata itu Ema yang sudah kembali dari menyusul adiknya. Bapak Mujitahid yang melihat kedatangan Ema, menanyainya selepas duduk,
" Namamu siapa?
 "Alamat dan kuliahnya dimana?".
Ema yang mendengar pertanyaan itu langsung menjawabnya dengan nada yang sopan
"Nama saya Ermaliani Agustina, saya tinggal di Gunung Sari dan sekarang kuliah di UNDIKMA jurusan Bahasa Inggris".
Â
Pertemuan ini diakhiri dengan penunjukan Ibu Dama dan Ibu Endah sebagai guru Pamong oleh kepala sekolah. Â Kedua ibu guru inilah yang menjadi teman diskusi selama kami mengalami kendala atau yang lainnya. Â Sekolah yang terpilih mendapatkan program Kampus Mengajar rata-rata memiliki satu guru pamong, sedangkan di SDN 29 Mataram kepala sekolahnya menunjuk dua guru.
Keputusan ini sempat membuat teman-teman saya saling menanyai, "bukankah peraturan Kampus Mengajar mengenai guru pamong harus satu?". Keputusan kepala sekolah yang menetapkan dua guru pamong membuat saya tidak harus mendiskusikan itu, karena bagi saya akan lebih baik jika memiliki dua guru pamong, dengan demikian diskusi dan pandangan yang hadir bisa dari beragam perspektif. Prihal data yang harus diinput mengenai guru pamong tersebut tinggal pilih salah satunya. Gitu aja kok repot, kata Gusdur.
Selama Seminggu lebih berada di sekolah ini, saya merasa sangat menyukainya. Lingkungan sekolah rapi, siswa-siswinya menyenangkan dan pastinya para guru yang sangat mendukung, hal tersebut menjadi energi positif bagi kami. Dari awal penerimaan dan respon para guru yang baik menjadi penghargaan tak terhingga. Makanan yang ada di ruang guru selalu sampai kepada kami. Biasanya selepas pulang sekolah, kami dipanggil dan disuguhkan makanan untuk makan bersama. Memang itu bukan di hadirkan semata-mata untuk saya dan tim, tetapi hubungan segabai satu keluarga yang dibingkai sangat terasa terjalin. Belum satu bulan saya berkegiatan, kerinduan akan tempat ini mulai terbangun dalam diri saya.
Setiap kali selepas sholat dzukur tak jarang kami dipanggil, kadang saya mengira sepertinya ada tugas yang akan saya kerjakan di ruang guru, begitu sampai di sana tidak taunya kami diajak makan rujak bareng, buah pepaya dan kedondong sudah ada diatas meja. Hari berikutnya hal serupa juga terjadi, anggapan saya masih sama, "sepertinya para guru membutukan bantuan untuk mengerjakan sesuatu", sesampainya diruang guru nasi dengan lauk tempe, plecing dan sambel menunggu.Â
"Ayo makan dulu, piringnya ada di dapur. Ambil sendiri yah, nanti kalu mau nambah ambil saja lagi, tidak usah malu-malu". Makan lagi. Di hari berikutnya sedikit berbeda, tidak lagi kami melihat para guru memanggil. Malamnya ketika saya sedang menulis tiba-tiba saja sebuah pesan WA masuk ke HP yang bertulis ayam atau bebek? Pesan ini awalnya saya kira hanya kelakar yang dibuat oleh teman saya di kampus mengajar, tidak Taunya pesan itu memang dari salah satu guru yang mengajar di SD ini.