Mohon tunggu...
Muhammad yusufmaimun
Muhammad yusufmaimun Mohon Tunggu... Mahasiswa - jangan lupa menulis karena menulis itu menyenangkan

jika kalian tidak merasakan pahitnya mencari ilmu, maka kalian akan merasakan kebodohan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Thaharah dan Tata Cara Menyucikannya

5 April 2021   14:54 Diperbarui: 5 April 2021   15:02 1219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perbedaan Pendapat Dikalangan Ulama

Golongan Syi'ah melakukan penyimpangan karena menolak mengusap sepatu. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Malik dan sebagian shahabat. Tapi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, riwayat tentang penolakan mereka ini lemah. Riwayat yang kuat dari Malik ialah penysari'atan mengusap sepatu, begitu pula yang dilakukan para shahabat sepeninggal beliau dan pendapat mereka yang memperbolehkannya.

Adapun golongan Syi'ah menyalahi ijma', karena mereka berpegang kepda qira'ah jarr dari lafaz 'wa arjulikum', sehingga menurut pendapat mereka, lafazh ayat ini menghapus semua hadits yang menjelaskan mengusap sepatu. Semua umat memperbolehkan mengusap sepatu dan meyakininya, karena berhujjah kepada As-Sunnah yang mutawatir.

Taruhlah qira'ah itu dipakai, maka itu merupakan bentuk 'majrur' untuk penyerta atau untuk membatasi, yaitu untuk mengusap sepatu saja. Rekan-rekan Abdullah bin Mas'ud, sehingga ayat ini justru menyanggah pendapat orang yang menolak mengusap sepatu, hanya karena berdasarkan kepada qira'ah 'jarr' pada lafazh 'arjuliku'. Ibnu Daqiq Al-Id berkata, 'Pembolehan mengusap sepatu sudah masyhur hingga menjadi syi'ar Ahlus Sunnah. Maka mengingkarinya merupakan syi'ar ahli bid'ah.

Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa:

  • Pensyari'atan mengusap sepatu ketika wudhu', yang dilakukan dengan sekali usapan dengan tangan, hanya di bagian atas sepatu dan tidak bagian bawahnya, sebagaimana yang disebutkan dalam berbagai atsar.
  • Disyari'atkan thaharah ketika mengusap sepatu. Artinya, kedua kaki harus dalam keadaan suci sebelum dipasangi sepatu.
  • Dianjurkan membantu ulama dan orang-orang yang terpandang.
  • Disebutkan dalam sebagian riwayat hadits ini, bahwa hal itu terjadi saat Perang Tabuk ketika beliau hendak shalat shubuh. "Artinya : Dari Hudzaifah bin Al-Yaman Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, 'Aku bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan jauh. Beliau buang air kecil dan wudhu serta mengusap kedua sepatunya".

Dalam hadits lain disebutkan, Hudzaifah menuturkan bahwa dia bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam salah satu perjalanan jauh. Beliau buang air kecil, lalu wudhu' dan mengusap sepatunya. Makna dari hadits ini adalah :

  • Pensyariatan mengusap sepatu dalam perjalanan. Masa berlakunya usapan pada sepatu selama tiga hari tiga malam, dan masa berlakunya usapan pada sepatu saat muqim selama sehari semalam atau selama dua puluh empat jam, yang permulaannya dihitung sejak saat mengusap dalam perjalanan atau ketika muqim. Begitulah menurut pendapat yang lebih kuat.
  • Mengusap sepatu setelah wudhu' karena buang air kecil. Ada riwayat tentang mengusap sepatu dan sorban (kerudung kepala) dari segala hadats kecil, yang disebutkan di berbagai hadits. Adapun untuk hadats besar seperti junub harus mandi dan tidak cukup hanya dengan mengusap sepatu atau sorban.

Adapun untuk pembalut luka atau perban cukup diusap dari dua hadats, kecil maupun besar. Bahkan jika mengusap pemabalut itu dapat membahayakan, tidak perlu dilakukan dan dapat dilakukan tayamum. Tapi anggota tubuh lain yang sehat harus dibasuh air.

  • E. Hukum Haid dan Nifas

Pembahasan soal darah pada wanita yaitu haid, nifas, dan istihadhah adalah pembahasan yang paling sering dipertanyakan oleh kaum wanita. Dan pembahasan ini juga merupakan salah satu bahasan yang tersulit dalam masalah fiqih, sehingga banyak yang keliru dalam memahaminya. Bahkan meski pembahasannya telah berulang-ulang kali disampaikan, masih banyak wanita Muslimah yang belum memahami kaidah dan perbedaan dari ketiga darah ini. Mungkin ini dikarenakan darah tersebut keluar dari jalur yang sama namun pada setiap wanita tentulah keadaannya tidak selalu sama, dan berbeda pula hukum dan penanganannya.

HAID

Haidh atau haid (dalam ejaan bahasa Indonesia) adalah darah yang keluar dari rahim seorang wanita pada waktu-waktu tertentu yang bukan karena disebabkan oleh suatu penyakit atau karena adanya proses persalinan, dimana keluarnya darah itu merupakan sunnatullah yang telah ditetapkan oleh Allah kepada seorang wanita. Sifat darah ini berwarna merah kehitaman yang kental, keluar dalam jangka waktu tertentu, bersifat panas, dan memiliki bau yang khas atau tidak sedap.

Haid adalah sesuatu yang normal terjadi pada seorang wanita, dan pada setiap wanita kebiasaannya pun berbeda-beda. Ada yang ketika keluar haid ini disertai dengan rasa sakit pada bagian pinggul, namun ada yang tidak merasakan sakit. Ada yang lama haidnya 3 hari, ada pula yang lebih dari 10 hari. Ada yang ketika keluar didahului dengan lendir kuning kecoklatan, ada pula yang langsung berupa darah merah yang kental. Dan pada setiap kondisi inilah yang harus dikenali oleh setiap wanita, karena dengan mengenali masa dan karakteristik darah haid inilah akar dimana seorang wanita dapat membedakannya dengan darah-darah lain yang keluar kemudian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun