Dulu saya mengalami apa yang belakangan ini disebut sebagai FOMO (Fear of Missing Out). Bahkan sebelum saya mengenal media sosial, saya sering (ya, hampir selalu) merasa takut melewatkan sesuatu.
Mimpi buruk benar-benar terjadi ketika saya mulai kecanduan media sosial. Apa yang saya lakukan setiap 10 menit hanyalah membuka kunci ponsel, kemudian menekan sebuah aplikasi berlogo "F" dan memeriksa notifikasi yang masuk.
Ah, itu sungguh keterlaluan. Saya menjadi anak yang sangat alay saat itu. (Persis seperti apa yang terjadi kepada anak-anak kita sekarang).
Dan memasuki usia remaja, saya menjadi begitu sok tahu. Saya membagikan apa pun yang kira-kiranya menarik perhatian publik tanpa pernah benar-benar mengerti apa dampaknya nanti.
Bagi saya, beberapa tahun itu adalah perjalanan (yang menyebalkan).
Tunjukkan produk dengan gambar bagus, dan reaksi spontan saya adalah pergi merengek kepada orang tua untuk membeli barang tersebut.
Lupakan fakta bahwa saya tidak membutuhkan barang tersebut, atau fakta lain bahwa gambar tersebut telah dimanipulasi sedemikian cantiknya oleh seorang fotografer profesional; saya hanya akan membelinya saat itu juga.
Memang tidak begitu sering, tapi saya selalu melakukan reaksi yang sama. Ini benar-benar mengganggu kehidupan saya (bahkan orang-orang di sekitar saya). Dan bayangkan saja, saya baru berusia ... baru tumbuh remaja, maksudnya.
Baru belakangan ini saya mengenal istilah FOMO. Ketika mulai sedikit mempelajarinya, saya telah mampu mendiagnosis bahwa saya mengalaminya selama ini.
Mengapa FOMO itu buruk?
FOMO adalah keinginan kompulsif untuk melakukan sesuatu yang dimotivasi bukan oleh apa yang seharusnya Anda dapatkan, melainkan oleh ketakutan akan sesuatu yang Anda lewatkan.
Jika itu terlalu kaku, Anda bisa memahami FOMO sebagai rasa takut melewatkan sesuatu. Fear of Missing Out; kepanjangannya sendiri sudah cukup untuk mengenalkan diri.