Affan memungut buku-buku yang berserakan dan dengan sigap menyerahkan pada Khalisa.
"Lain kali hati-hati," pesan Affan.
"Makasih," jawab Khalisa. Tak sengaja pandangannya menyapu wajah laki-laki itu, wajah putih, iris matanya tajam bernaung di bawah sepasang alis yang melekung sempurna. Hidung mancung dan bibir yang  kemerahan bertahta di bawah kumis tipis yang berbaris rapi.  Duhai sungguh ciptaan Allah yang sempurna.
Khalisa ingin berlama-lama menikmati keindahan wajah laki-laki itu, tapi nuraninya menampar keras. Tak layak seorang gadis memandang laki-laki dengan kekaguman yang bukan menjadi haknya. Khalisa segera menundukkan pandangannya.
"Khalisa, kamu nggak apa-apa?" tanya Affan cemas ketika melihat Khalisa hanya terdiam sambil jongkok memeluk buku-bukunya.
"Eh, iya. Aku nggak apa-apa, kok," jawabnya gugup, segera berdiri sambil merapikan ujung gamisnya.
"Syukurlah." Laki-laki itu nampak lega
"Apakah aku boleh mengantarmu pulang? Kamu kelihatan kurang sehat."
Degggg
Jantung Khalisa serasa berhenti berdetak beberapa detik. Tak salahkan pendengarannya? Atau barangkali dirinya sedang bermimpi? Diinjaknya ujung kaki kirinya dengan kaki kanannya. Sakit ... itu artinya dia sedang tidak bermimpi.
"Eh, asal tidak merepotkan." Entah keberanian darimana kalimat itu meluncur tiba-tiba.