"Khay, sampai kapan kamu begini?" tanya Rindang menelisik.
"Begini? Apanya?" Khalisa pura-pura tidak mengerti maksud sahabatnya. Matanya menyibak satu per satu penumpang yang baru naik gerbong.
"Sampai kapan kamu akan mencari jodoh khayalanmu itu di sini? Dalam gerbong yang bahkan kamu tidak tahu wajahnya seperti apa. Nggak mungkin juga kamu menguji setiap penumpang dengan kalimat 'Yarhamukillah' lalu kau samakan dengan suara kali itu." Rindang berusaha menyadarkan Khalisa.
Khalisa bergeming, menatap sebentar wajah sahabatnya, lalu tersenyum kecut dan kembali tertunduk.
"Aku sedang ikhtiar, Rin. Mencari seseorang yang dengan rela mendoakan aku tanpa tapi dan tanpa syarat hari itu." Lirih Khalisa berkata dengan suara sedikit mengambang. Ada sebongkah rasa yang dia tahan, hingga bibirnya terbata mengeja kata. Matanya mengembun.
Rindang mengelus pundak sahabatnya. Dia paham siapa Khalisa, gadis itu telah menjadi yatim sejak dalam kandungan. Ibunya menitipkan bayi kecil Khalisa yang baru berusia tiga bulan pada neneknya, lalu pergi menjadi pejuang devisa di negeri Jiran. Hingga usianya hampir dua puluh dua tahun, hanya beberapa kali dia sempat bertemu ibunya, bahkan dua tahun terakhir ibunya tak pernah pulang setelah menikah lagi dengan pria negeri Jiran. Keadaan telah membentuk pribadinya  menjadi seorang perempuan yang mandiri dan menikmati kesendirian.
Khalisa sudah terbiasa dengan tidak ada kalimat  'jangan lupa sarapan' di pagi hari, Tidak ada 'jangan lupa belajar' di sore hari. Tak ada  ucapan 'selamat tidur' di malam hari.  Tidak juga ada pelukan dan ucapan selamat setiap kali dia meraih rangking pertama di kelasnya.
Bahkan ketika mendapat bea siswa untuk melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi di Ibukota propinsi pun, hanya pelukan rapuh seorang nenek yang mengiringinya dengan sebait doa dan urai air mata.
Maka ketika seseorang yang belum dikenalnya menyisipkan doa sederhana di gerbong KRL, Khalisa seperti mendapatkan belaian  tangan malaikat yang menyejukkan hatinya dan menumbuhkan banyak harapan.
Secuil perhatian membuatnya tersadar betapa berbedanya kesendirian dengan kesepian. Dan seseorang di gerbong KRL itu telah memberi sebuah harapan hanya lewat doa sederhana.
Hati Rindang tersentuh, dia bisa merasakan bagaimana jika  berada di posisi Khalisa, kedua mata Rindang mulai terasa panas, dia merasa sesuatu berdesakan dari sudut matanya, memaksa untuk menganak sungai.