*
Bulan berganti, entah sampai kapan Khalisa bertahan dengan pencariannya. Bahkan Rindang sudah mulai bosan membersamainya. Tujuan yang tak pasti dan kegiatan lainnya membuatnya merasa lelah menemani sahabatnya.
Pagi itu suasana auditorium cukup ramai. Kampus tempat Khalisa mengadakan bazar murah menyambut Ramadhan. Khalisa nampak sibuk mengatur stand kerajinan tangan yang di buatnya bersama Rindang.
Suasana panas dan pengap mulai menjalar. Pengunjung pun mulai memadat. Hidung Khalisa mulai bereaksi, tak kuasa menyembunyikan alergi. Dan bersin tak mampu ditahan apalagi menolak.
"Alhamdulillah," syukur Khalisa setelah bersin.
"Yarhamukillah." Seseorang menjawab dengan doa. Tubuh Khalisa mengejang, suara itu .... Suara yang sama dengan suara yang pertama kali didengar di gerbong KRL siang itu.
"Yahdikumullah," Â ucap Khalisa lirih, tiba-tiba dadanya bergemuruh hebat saat ekor matanya menangkap sosok laki-laki memakai almamater biru yang selama ini dia cari.
Hidung Khalisa seperti tak kenal kompromi, rasa gatal mendesak menuntut untuk dikeluarkan, tanpa bisa menahan Khalisa bersin lagi.
"Alhamdulillah," ucapnya sambil menutup hidung dengan tangan kanannya, Â dia merasa ada cairan kental yang ikut melesat keluar, tangan kirinya panik mengaduk-aduk isi tasnya mencari tissue.
"Yarhamukillah." Suara itu begitu dekat, Khalisa menoleh. Dan seketika jantungnya seperti berpacu di arena balap motor. Laki-laki dengan almamater biru itu telah ada di sampingnya. Muka Khalisa memerah, antara malu menahan hidungnya yang tak mengenal etika, dan Khalisa benar-benar tak bisa menahan. Dia bersin lagi.
Kali ini laki-laki itu menyodorkan sebungkus tissue pada Khalisa, malu-malu Khalisa mengulurkan tangan mengambil tissue yang disodorkan. Lalu mengangguk sambil tersipu. Pipinya yang putih seketika merona, Khalisa menunduk berusaha meredakan debaran di dadanya yang tak lagi beritme.