Akan tetapi, rupanya kamu cukup terganggu juga dan kamu hadir melalui perkataan yang ingin menegaskan kepada mereka dan kepadaku juga. Kamu seakan menjelaskan dirimu sendiri dan menghendaki mereka agar seperti yang kamu kehendaki.Â
Seperti apa pun keadaan dan sikapmu, kamu yang bernama "Tafsir Sajak" tetap tak luput dari tafsir dan salah tafsir. Aku sangat setuju saat kamu meminta agar kita menafsirkan kamu sebagai "hasrat", bahwa kamu tak lain adalah keinginan untuk selalu bersama pembaca.Â
Maka dari itu, amat wajar bila dirimu bukanlah "puisi-yang-mati-setelah-dimaknai". Kamu adalah puisi yang tidak memerlukan "bahasa" pembaca, tapi "bahasa" dirimu sendiiri.
 Setelah aku mengetuk pintumu dan kamu menemuiku, kini aku merasa, diriku lah "Den Sastro" itu yang tidak akan pernah bisa membawa "berita yang sesungguhnya" tentang dirimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H