Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pelajaran Menggambar, Secuil Kisah Formasi Imam di Seminari Menengah Siantar

23 Oktober 2024   15:57 Diperbarui: 24 Oktober 2024   10:15 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan peristiwa Jalan Salib "Yesus di Pangkuan Maria Ibu-Nya" karya Pastor Philipus OFM Cap di kapel SMCS (Dokumentasi Pribadi)

Begitulah pelajaran "Menggambar" bersama Pastor Philipus di SMCS dulu menjadi bagian dari proses formasi (pembentukan) calon imam dan kelak imam Katolik. Ini bukan untuk mengatakan bahwa kalau seseorang jago menggambar maka dia layak menjadi pastor. Bukan, bukan seperti itu.  Sebab aku waktu itu jago menggambar, nilaiku 9 di STTB SMP Seminari, tapi aku dikeluarkan tuh dari seminari.

Lukisan peristiwa Jalan Salib
Lukisan peristiwa Jalan Salib "Yesus Bertemu Ibu-Nya" karya Pastor Philipus OFM Cap. di kapel SMCS (Dokumentasi Pribadi)

Kembalikan Pelajaran Menggambar

Mengingat arti penting pelajaran "Menggambar" dalam proses formasi imam Katolik, maka ada baiknya pelajaran itu dikembalikan menjadi mata pelajaran tersendiri. Tidak digabungkan dalam paket pelajaran "Seni Budaya" yang berisiko menciutkan manfaat pelajaran itu dalam pembentukan nilai-nilai seminari (sanctitas, scientia, societa, sanitas).

Jika Kurikulum Nasional (Merdeka) tidak memberi ruang formal, maka pelajaran "Menggambar" bisa saja dijadikan sebagai muatan khas lokal, ciri unggul seminari. Tujuannya bukan untuk menjadikan seminaris atau pastor menjadi seniman gambar/lukis. Tapi, dengan asumsi setiap orang pada dasarnya bisa menggambar, pelajaran itu memberi kontribusi penting dalam sosialisasi nilai-nilai dasar seminari.

Saran di atas sebenarnya berlaku juga untuk sekolah umum. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, secara langsung pelajaran menggambar menyumbang pada khususnya pembentukan nilai-nilai kemandirian, kekritisan, dan kreativitas. Pelajaran "Menggambar" itu adalah jenis pelajaran yang benar-benar memerdekakan siswa.

Sifat "memerdekakan siswa" itu harus menjadi catatan penting. Jangan sampai silabus pelajaran "Menggambar" menjadi kerangkeng kemandirian, kekritisan, dan kreativitas.  

Ada kecenderungan seperti itu dalam pelajaran menggambar di sekolah  dari dulu sampai kini. Terutama karena silabusnya dibakukan pemerintah dan  gurunya bukan dari kalangan pelaku seni rupa yang paham bahwa menggambar adalah ekspresi kemerdekaan berpikir. [eFTe]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun