Tapi begitulah dinamika seminari. Secara bergurau para seminaris menyebut SMCS itu sebagai "penjara kudus", mengingat ketatnya disiplin hidup di asrama terkait formasi sanctitas, scientia, societa, dan sanitas.
Dalam istilah yang rada alkitabiah, perjuangan seminaris itu semacam "jalan salib". Hanya sejumlah kecil seminaris yang kuat menjalaninya hingga tiba di "puncak Golgota".
Santo Fransiskus Asisi dan Laudato Si'
Sepanjang perjalanan menuju usia 75 tahun, bisa dibuat daftar masalah yang menerpa SMCS berikut upaya-upaya mengatasinya. Dari berbagai masalah yang ada, tiga masalah berikut masih menanti solusi terbaik.
Pertama, adanya kecenderungan penurunan jumlah penerimaan siswa seminari dalam 10 tahun terakhir. Bukan karena pembatasan kuota, semisal karena sejak 1990-an SMCS menutup kelas SMP dan hanya membuka kelas SMA. Tapi lebih karena menurunnya jumlah siswa pendaftar dari kalangan remaja Katolik Keuskupan Agung Medan (KAM).
Pengelola SMCS sudah berupaya promosi panggilan secara "jemput bola" ke gereja-gereja di berbagai paroki sewilayah KAM. Tapi karena keterbatasan tenaga, waktu, biaya, dan metode, hasilnya belum tampak signifikan.
Kedua, masalah keterbatasan anggaran. Ini masalah klasik untuk setiap sekolah yang mengedepankan idealisme, seperti SMCS dengan prinsip multum in pauco.Â
Sejujurnya, sangat besarlah biaya yang dibutuhkan untuk formasi imam Katolik. Pembentukan nilai-nilai sanctitas, scientia, societa, dan sanitas pada diri seminaris harus dilakukan lewat banyak program yang bersifat terpadu. Itu semua perlu biaya yang tak sedikit.
Mungkin pembentukan dana abadi seminari bisa menjadi solusi. Tapi jalan realisasinya memerlukan kesepakatan antar berbagai stakeholder SMCS. Juga mempersyaratkan pengembangan SMCS sebagai sebuah ekosistem sosial.
Ketiga, belum jelas apa keunikan yang menjadi nilai unggul SMCS sebagai sebuah institusi pendidikan calon pastor. Nilai-nilai sanctitas, scientia, societa, dan sanitas tidak bisa dibilang sebagai keunikan. Semua seminari menengah memiliki nilai semacam itu, karena semua merujuk pada empat nilai seminari menurut Pastores Dabo Vobis.Â