Keadaan mulai membaik setelah Pesta Natal 1950 dan tambah baik setelah Paskah 1951. Libur Natal dan Paskah seminaris tidak pulang, tapi ekskursi ke Lapangan Terbang Tabing dan Pabrik Semen Indarung. Para seminaris tambah bersemangat. Disiplin mulai terbentuk, semangat kerja bangkit, dan kesalehan mulai tampak.
Tahun kedua (1951/1952) dimulai dengan optimisme. Penerimaan siswa baru melewati proses seleksi. Total diterima 33 orang seminari baru. Probatorium 15 orang, kelas satu 17 orang, dan kelas dua 1 orang. Salah seorang di antara siswa baru itu adalah Alfred Gonti Pius Datubara, kelak menjadi uskup pribumi pertama (1976-2009) di Keuskupan Agung Medan.
Pengorganisasian seminari pada tahun kedua bertambah baik berkat dukungan tenaga baru yaitu Pastor Crispinianus Theeuwes, OFM Cap. Pastor Theeuwes berpengalaman 14 tahun sebagai guru dan prefek (kepala sekolah) Seminari Kapusin di Belanda.Â
Pastor Theuwees memperkenalkan sejumlah kegiatan baru untuk seminaris. Antara lain kepanduan, sandiwara, berenang, dan "jalan panjang" (long march) 50 km. Tiga kegiatan tersebut terakhir kemudian menjadi tradisi di seminari.Â
Tradisi lain, yang ditanamkan sejak awal terbentuknya seminari, adalah kerja bakti. Mengolah kebun sayur, merawat pekarangan, dan membersihkan asrama dilakukan secara bersama. Selain untuk membentuk disiplin, kegiatan ini juga dimaksudkan untuk membentuk sikap sederhana dan rendah hati pada seminaris.
Tahun ajaran ketiga (1952/1953) dan keempat (1953/1954) semakin menemukan bentuknya. Jumlah seminaris baru juga meningkat: 36 orang tahun 1952 dan 60 orang tahun 1953.Â
Bulan Oktober 1952 Duta Vatikan, Mgr De Jonghe d'Ardove datang berkunjung. Berpidato dalam Bahasa Latin, dia menekankan tiga nilai utama pendidikan seminari: pietas (kesalehan), sapientia (kebijaksanaan), disciplina (tata-tertib).
Suatu perubahan cukup drastis dilakukan pada tahun ajaran keempat. Atas anjuran Pastor Ferreius van den Hurk, OFM Cap, Superior Kapusin Medan, kurikulum seminari disesuaikan dengan kurikulum sekolah negeri. Dengan begitu siswa kelas tiga boleh ikut ujian akhir SMP Pemerintah dan kelas enam ikut ujian akhir SMA Pemerintah.Â
Bersamaan dengan itu nama-nama kelas juga diganti menjadi nama khas Seminarium Minus: Prima (Kelas 1 SMP), Secunda, Tertia, Grammatica, Syntaxis, Poesis (Kelas 3 SMA), Rhetorica (Kelas 7, peralihan ke Seminari Tinggi), dan Probatorium (kelas persiapan).
Sementara itu Congregation Propaganda Fidei di Roma telah memutuskan untuk mengeluarkan daerah Sumatera Barat dari wilayah Vikariat Apostolik Medan dan menjadikannya Praefectura Apostolica Padang.