Buat apa juga pemerintah membubarkan dan melarang eksistensi organisasi-organisasi HTI dan FPI di NKRI ini?
Buat apa pula Jokowi mengaku punya data intelejen tentang perilaku partai politik di Indonesia?
Mikir!
Ada kepentingan nasional di balik cawe-cawe Jokowi. Katanya, kesempatan Indonesia menjadi negara maju hanya 13 tahun ke depan. Salah pilih presiden, hilang itu kesempatan.
"Karena itu," kata Pak Jokowi, "saya cawe-cawe. Â Saya tidak akan netral karena ini kepentingan nasional."
Jelas bahwa Jokowi punya gagasan tentang suatu pasangan ideal presiden/wapres Â
Kepentingan nasional? Macam apa itu?
Ya, kedaulatan nasionallah. Â Kedaulatan bangsa dan negara Indonesia. Tegaknya Pancasila dan UUD 1945. Adakah kepentingan nasional yang lebih besar dari itu?
Hanya dan hanya keterancaman kedaulatan nasional satu-satunya alasan yang sah dan benar bagi Presiden Jokowi untuk cawe-cawe dalam dinamika politik Pilpres 2024. Sekalipun cawe-cawe itu berarti mengubah hukum atau memainkan politik nepotistik -- setidaknya seperti tampak di permukaan.
Artikulasi kedaulatan nasional itu terbaca dalam sejumlah kebijakan dan program strategis Pemerintahan Jokowi. Kepemilikan mayoritas saham Freeport, hilirisasi industri tambang khususnya nikel, pemindahan ibukota dari Jakarta (warisan Jawa-sentris kolonial) ke IKN (cita-cita kemerdekaan yang Indonesia-sentris), dan peringkasan ruang dan waktu (deregulasi/debirokratisasi, digitalisasi ekonomi, dan modernisasi transportasi). Itu untuk menyebut beberapa saja.
Itu semua kebijakan dan program gerak maju. Jokowi ingin memastikan presiden/wapres penerusnya, maju di jalur yang sudah dirintisnya. Â Bukan presiden/wapres yang bergerak mundur, lalu merintis lagi "jalan lain".