"Felix Tani? Siapa dia? Saya tidak pernah tahu ada penyair Felix Tani." Frater Ambrisius mengerinyitkan dahi. Dia minta penjelasan dari Pak Rapolo.
"Saya juga tak pernah tahu ada penyair Felix Tani. Orang Spanyol?" Pak Nahum juga minta penegasan.
Pak Rapolo gelagapan. Dia sendiri tak pernah tahu siapa Felix Tani. Dia tadi bicara sembarang.
"Begini saja. Kita tanyai Poltak. Bagaimana cara dia bikin puisi itu." Pak Rapolo memberi usul, bukannya menjawab pertanyaan.
"Baik, kalau begitu," Frater Ambrosius setuju.
Poltak segera dipanggil untuk menghadap dewan juri. Â
"Nak, puisimu bagus sekali. Kau membaca puisi siapa saja waktu menyusunnya?" tanya Frater Ambrosius sambil tersenyum.
"Matilah kau, Poltak. Plagiator kau." Pak Rapolo menyumpahi, puas, dalam hati.
"Aku hanya membaca buku puisi Chairil Anwar. Â Kerikil Tajam dan Yang Terempas dan Yang Putus. Terutama puisi berjudul 'Aku'," jawab Poltak jujur.
"Ada lagi, Nak?" selidik Guru Nahum.
"Tidak ada. Tapi seorang Ulu Punguan Parmalim  pernah bercerita padaku tentang perjuangan Sisingamangaraja Keduabelas melawan penjajah Belanda."