Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Horas Messi, Horas Argentina!

20 Desember 2022   17:23 Diperbarui: 20 Desember 2022   20:53 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapten Argentina Lionel Messi mencium Trofi Piala Dunia FIFA setelah memenangkan pertandingan final Piala Dunia 2022 Qatar antara Argentina vs Prancis di Stadion Lusail, Doha pada Minggu 18 Desember 2022. (AFP/ KIRILL KUDRYAVTSEV via kompas.com)

"Lihatlah piala ini, ini sangat indah." -Lionel Messi, Stadion Lusail Doha, Qatar 18 Desember 2022.

Ketika laga final Piala Dunia 2022 antara Argentina dan Prancis mamasuki menit 85 waktu normal, aku meraih gadged, dan mulai menulis judul artikel "Argentina Pesta Sate Ayam Jantan di Lusail Qatar." 

Berkat gol Messi  (23') dan Di Maria (36'), Argentina sudah unggul 2-0. "Prancis sudah habis," batinku bersorak. 

Aku pikir, tiada lagi harapan bagi Prancis, TIm Ayam Jantan itu.  Kylian Mbappe, sang bintang, tampak mulai frustasi di tengah lapangan. Didier Deschamps, sang pelatih, tampak putus harapan di tepi lapangan.  

Tapi tunggu dulu. Pada menit 80, tembakan Kylian dari titik putih menghunjam pojok kanan atas gawang Martinez, kiper Argentina. Itu hukuman atas pelanggaran Otamendi terhadap Kolo Muani di kotak penalti.

Skor 2-1, masih untuk kemenangan Argentina.

Belum lagi detak jantungku normal, Mbappe sudah mencetak gol penyama skor di menit 80. Berawal dari keberhasilan Coman mencuri bola dari kaki Messi, lalu mengopernya ke Thuram yang mengumpankannya ke Mbappe.

Skor 2-2.  "Pasti lanjut ke perpanjangan waktu dua kali limabelas menit," ramalku. 

Buru-buru kuhapus judul artikel. Lalu kuletakkan gadged di atas meja. Fokus pada laga yang semakin seru, menarik, dan memacu degup jantung.

Stadion Lusail menjadi saksi, dua gol tercipta dalam perpanjangan waktu dua kali limabelas menit. Gol Messi di menit 108. Lalu, dari titik penalti, gol Mbappe di menit 118.  

Skor 3-3 bertahan sampai wasit meniup peluit akhir pertandingan. 

Tak terelakkan lagi, penentuan juara Piala Dunia 2022 harus ditentukan melalui adu penalti. Pada titik ini, gelar juara tidak terutama ditentukan oleh strategi, taktik, teknik, dan fisik lagi. Tapi terutama oleh mentalitas. 

Tim dengan mentalitas juara akan keluar sebagai pemenang. Dan dunia jadi saksi, pada helatan Piala Dunia 2022, Atgentinalah tim bermental juara.

***

"Saya tahu bahwa Tuhan akan memberikan gelar ini kepada saya. Saya merasa semuanya akan terjadi dengan cara seperti ini." -Lionel Messi

Intuisi. Sesuatu yang bersifat beyond rationality. Intuisi Messi mengatakan bahwa Argentina pasti menjuarai Piala Dunia 2022. 

Dan Messi sudah tahu, dan yakin, Argentina akan menjadi juara kali ini. Bahkan sebelum para pemerhati sepakbola dapat menjelaskannya secara rasional.

Seperti itu pula diriku. Melawan keyakinan mayoritas yang menunjuk Brasil sebagai juara, aku telah mulai menonton siaran Piala Dunia dengan satu keyakinan. Bahwa Argentina akan tampil sebagai juara.

Intuisiku yang menuntunku pada keyakinan itu. Oleh sebab itu, percuma menanyakan alasan rasionalnya. Sudah kukatakan, ini beyond rationality.

Messi juga tak akan memberi jawaban rasional jika intuisinya dipertanyakan. Dia hanya tahu satu hal, bermain semakin baik sejak dari laga pertama sampai terakhir.

Dan itulah yang terjadi. Argentina mengawali Piala Dunia 2022 dengan kekalahan dari tim non-ungguan Arab Saudi. Untuk kemudian mengakhirinya dengan kemenangan atas tim unggulan Prancis.

Kenikmatan menonton sepakbola terpenuhi jika penonton senafas dengan pemain kunci tim. Messi dan aku senafas, punya intuisi yang sama, bahwa Argentina sedang mendaki tangga juara.

Maka Messi bermain dengan tuntunan intuisinya. Pergerakannya di lapangan, dengan dan tanpa bola, dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap gerakan adalah bagian dari proses gol kolaboratif.

Ingat, gol kolaboratif. Bukan individual. Eksekusi memang  dilakukan oleh individu. Tapi sebagai representasi tim.

Setiap gerakan Messi bukanlah sesuatu yang direncanakan sebelumnya. Tapi temuan-temuan seketika yang langsung dieksekusi sepanjang permainan berlangsung. 

Orang mungkin menyebut gerakan Messi sebagai sihir atau mejik. Tidak! Itu adalah serendipitas, buah ketajaman intuisi.

Messi kerap terlihat hanya berjalan-jalan di lapangan ketimbang berlari. Dusamping bagus untuk menghemat enersi, itu adalah gerak intuitif. Intuisinya mengatakan, jika dia berjalan kaki di sisi kiri pertahanan lawan, maka dua pemain lawan akan menjaganya di situ, sehingga susi kanan pertahanan lawan terbuka. 

Itu membuka ruang untuk gol. Itulah yang terjadi dengan gol kedua Argentina.  Messi tadinya hanya berjalan kaki di lapangan tengah. Ketika tiba-tiba bola datang padanya, dengan sekali sentuhan kaki kiri dia mengopernya ke Alfarez. Lalu dari Alvarez ke McAlister yang mengumpankannya kepada DiMaria dan ... gol!

Begitulah cara kerja intuisi dalam sepak bola. Kiriman bola dari Messi ke Alfarez dimaknai sebagai pesan "Ini harus jadi gol!"

***

"Kylian Mbappe brilian tapi Lionel Messi jenius." -Felix Tani, Kompasianer Kenthir

Sepakbola adalah aksi subyektif. Berdasar motif-motif subyektif. Dengan memperhitungkan kondisi- kondisi subyektif dan atau obyektif di lapangan.

Bukan semata logika. Tapi juga etika dan estetika.

Itulah yang membedakan Messi dengan Mbappe. Messi, dengan intuisinya yang kuat, memainkan sepakbola yang logis, etis, dan estetis. Efisien dan efektif, anti-kekerasan, dan indah.

Dalam satu kata, jenius. Seperti Albert Einstein. Meringkas dunia dalam sebuah rumus yang logis, etis, dan estetis: E = mc2. Sederhana, tapi indah.

Level itulah yang masih harus dikejar Mbappe. Menjadi Einstein-nya sepak bola. Dengan cara mengasah intuisi. Messi sudah berada di level itu. Mbappe masih berkutat pada rasionalitas.

"Pikiran intuitif adalah kurnia suci. Sedangkan pikiran rasional adalah hamba setia." -Albert Einstein

Tentu saja pendapatku subyektif. Sesubyektif sepakbola itu sendiri. Atau sesubyektif Messi. Atau juga sesubyektif Szymon Marciniak, wasit laga final Argentina lawan Prancis yang ogah diintervensi VAR yang hiper-obyektif. Asyik!

Aku menonton sepakbola di atas motif subyektif. Seperti juga Messi main sepakbola di laga final itu dengan motif subyektif, motif altruis, demi nama bangsa dan negara Argentina.

Argentina sangat butuh martabat setelah 36 tahun puasa gelar juara Piala Dunia. Itu motif yang jauh lebih kuat ketimbang motif Prancis untuk menjadi juara dua kali berturut-turut. 

Dengan begitu aku mau bilang, Messi lebih punya motif untuk juara ketimbang Mbappe.

Jadi, bagiku menonton laga final Piala Dunia pada Minggu 18 Desember 2022 adalah menonton Messi mengkoreografi subjektivitasku dalam permainan subyektifnya. 

Maksudku, permainan Messi sebagai artikulasi subyektivitasnya adalah artikulasi subyektivitasku juga. Bukankan kami sama dituntun oleh intuisi yang sama? Keyakinan Argentina keluar sebagai juara?

Begitulah. Aku menonton laga final Piala Dunia 2022 seraya menempatkan Messi sebagai representasi subyektivitas dan intuisiku.  

Aku percaya, Messi akan mengkoreografi permainan untuk mewujudkan intuisinya, intuisiku juga. Sekalipun itu itu dengan permainan yang nyaris mencopot tampuk jantung. Tidak saja jantung pendukung Argentina  tapi juga Prancis.

Tapi sangat jelas, Messilah sentrum laga final itu. Tidak saja sentrum tim Argentina. Tapi juga sentrum tim Prancis, hingga lupa ada Mbappe di antara mereka -- sekurangnya di babak pertama.

Juga sentrum penonton. Tak sedikit dari mereka, tetmasuk anak kecil, mengenakan kostum Argentina bernomor punggung 10. Itu nomor Messi. 

Begitulah. Lewat penalti, Messi menggenapi intuisinya, juga intuisiku. Argentina juara. Betapa bahagianya.

Jadi, apa yang harus kukatakan sekarang? Setelah segala subyektivitas dan intuisi Messi, juga diriku, terwujudkan pada fakta Argentina juara Piala Dunia 2022?

Hanya satu ucapan yang paling indah dan mendalam maknanya, sebuah panjatan doa kasih, syukur, dan pengharapan khas orang Batak Toba.

Itulah ucapan "Horas!" Tidak ada kata yang lebih indah dan lebih besar dari itu.

Horas Messi, horas Argentina! (eFTe)

 

*Kutipan-kutipan ujaran Lionel Messi bersumber dari "Kata Messi Usai Angkat Trofi Emas Piala Dunia 2022: LIhat, Ini Sangat Indah ...", Kompas.com, 19/12/2022.

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun