Kenikmatan menonton sepakbola terpenuhi jika penonton senafas dengan pemain kunci tim. Messi dan aku senafas, punya intuisi yang sama, bahwa Argentina sedang mendaki tangga juara.
Maka Messi bermain dengan tuntunan intuisinya. Pergerakannya di lapangan, dengan dan tanpa bola, dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap gerakan adalah bagian dari proses gol kolaboratif.
Ingat, gol kolaboratif. Bukan individual. Eksekusi memang  dilakukan oleh individu. Tapi sebagai representasi tim.
Setiap gerakan Messi bukanlah sesuatu yang direncanakan sebelumnya. Tapi temuan-temuan seketika yang langsung dieksekusi sepanjang permainan berlangsung.Â
Orang mungkin menyebut gerakan Messi sebagai sihir atau mejik. Tidak! Itu adalah serendipitas, buah ketajaman intuisi.
Messi kerap terlihat hanya berjalan-jalan di lapangan ketimbang berlari. Dusamping bagus untuk menghemat enersi, itu adalah gerak intuitif. Intuisinya mengatakan, jika dia berjalan kaki di sisi kiri pertahanan lawan, maka dua pemain lawan akan menjaganya di situ, sehingga susi kanan pertahanan lawan terbuka.Â
Itu membuka ruang untuk gol. Itulah yang terjadi dengan gol kedua Argentina. Â Messi tadinya hanya berjalan kaki di lapangan tengah. Ketika tiba-tiba bola datang padanya, dengan sekali sentuhan kaki kiri dia mengopernya ke Alfarez. Lalu dari Alvarez ke McAlister yang mengumpankannya kepada DiMaria dan ... gol!
Begitulah cara kerja intuisi dalam sepak bola. Kiriman bola dari Messi ke Alfarez dimaknai sebagai pesan "Ini harus jadi gol!"
***
"Kylian Mbappe brilian tapi Lionel Messi jenius." -Felix Tani, Kompasianer Kenthir
Sepakbola adalah aksi subyektif. Berdasar motif-motif subyektif. Dengan memperhitungkan kondisi- kondisi subyektif dan atau obyektif di lapangan.