"Poltak! Maju ke depan!"Â
Akhirnya tiba juga giliran Poltak. Dia menjadi yang terakhir dari pemanggilan secara suka-suka. Guru Arsenius selalu memanggil secara acak, bukan berdasar daftar absensi.
"Kau bawa hewan apa itu, Poltak," tanya Guru Arsenius curiga.
"Gurumani, aku membawa ... ."Â
Poltak memutus kalimatnya. Â Dia membuka ikatan buntalan kain, merogoh sesuatu di dalamnya, lalu mengangkat tinggi-tinggi hewan bawaannya.
"Ular, Gurunami!"
Kelas langsung heboh. Teriakan-teriakan kaget bersahutan. Murid-murid perempuan menjerit-jerit ketakutan. Jeritan Berta paling nyaring.
Poltak, sambil tersenyum, mengangkat tinggi-tinggi seekor ular pelangi di tangan kanannya. Ular sepanjang satu meter itu menggeliat-geliat di udara. Menebar rasa takut pada seisi kelas.Â
Tak seorangpun mengira Poltak membawa seekor ular. Tidak juga Binsar dan Bistok. Mereka tahunya Poltak membawa bengkarung.
"Poltak! Cepat jelaskan soal ularmu!" perintah Guru Arsenius dengan nada kecut, sambil beringsut mundur ke pojok ruang kelas.
Sebuah rahasia besar terungkap. Ternyata Guru Arsenius, guru senior dengan tampilan penuh wibawa itu, takut juga pada ular. Itu fakta baru bagi murid-muridnya.