"Olo, Gurunami.  Ular makan kodok, katak, dan ikan-ikan kecil. Dia berburu  di selokan, sungai, sawah, atau rawa. Ular berkembang-biak dengan cara bertelur."
Poltak mulai bergaya lagi. Berjalan ke arah Berta, Tour, Poibe, dan Dinar. Sambil memainkan ular di tangannya.
"Poltak! Pergi!" Berta menjerit, mengusir Poltak dan ularnya. Poltak mundur ke dekat Guru Harbangan yang berdiri cemas di pojok ruangan.
"Ular begerak dengan cara merayap. Alat geraknya otot dan sisik pada perut. Ular sulit bergerak pada permukaan licin. Misalnya di lantai semen ini. Lihat ini."
Poltak tiba-tiba melepaskan ularnya di lantai ruang kelas. Ular itu merayap dengan cara melemparkan tubuhnya ke arah bangku-bangku kelas. Membuat kelas heboh kembali dengan teriakan-teriakan cemas dan takut.
Walaupun Poltak sudah bilang ular pelangi itu tidak beracun, tapi ular tetaplah ular. "Jangan pernah percaya pada ular." Begitu kata Guru Gayus dalam pelajaran agama. "Sekali kamu lengah, maka kamu akan celaka." Murid-murid ingat betul nasihat Guru Gayus itu.
Ular pelangi itu merayap terpontal-pontal di lantai. Gerakannya semakin menggila. Kini sudah hampir mencapai kolong kursi Poibe. Â
"NaiÄ· ke atas kursi! Semua!" Poltak berteriak. Â
Serentak semua murid naik ke atas kursi masing-masing. Sambil menjerit-jerit panik.
"Awas! Angkat rok!" teriak Poltak lagi. Isengnya kambuh.
Serentak murid-murid perempuan mengangkat rok masing-masing. Dalam situasi panik, orang cenderung melakukan saja apa yang diperintahkan, tanpa sempat berpikir.