Senin pagi yang heboh di ruang kelas enam SD Hutabolon. Tiga orang murid masuk kelas dengan wajah agak asimetris.Â
Siapa lagi kalau bukan Poltak, Binsar, dan Bistok. Dampak sengatan tawon di hutan Sibatuloting belum sepenuhnya hilang dari wajah mereka.Â
Bibir Poltak masih terlihat dower, kuping kirinya masih menebal. Bibir dower Poltak, tergantung selera, bisa saja dianggap seksi. Seperti bibir Lionel Richie.Â
Wajah Binsar dan Bistok tak kurang asimetrisnya. Kelopak mata kiri dan pipi kanan Binsar masih agak gembung. Kedua cuping hidung Bistok masih lebih tebal dari biasanya.Â
"Habis kelahi dengan anak-anak Toruan," kata Binsar gagah menjawab pertanyaan Alogo tentang wajah-wajah yang asimetris itu.
"Bohonglah kau, Binsar. Kalau bekas kelahi kan biru-biru. Itu pasti bekas sengatan tawon," bantah Jonder.
Jonder memang sangat hapal bekas sengatan tawon. Dia sudah cukup kenyang dengan sengatan tawon di wajah. Karena ulah iseng Poltak, Binsar, dan Bistok juga.
Di tajuk pepohonan makadamia, yang berjejer di sisi barat jalan raya antara Panatapan dan Hutabolon, kerap ada tawon kertas bersarang. Saat berangkat pagi ke sekolah, jika Jonder, Adian, dan Togu berada di belakang, maka Poltak, Binsar, dan Bistok akan melempari sarang tawon itu dengan batu.
Tawon kertas akan marah jika diganggu. Dia akan menyerang pengganggunya. Poltak, Binsar, dan Bistok sudah mengantisipasinya dengan cara kabur secepat mungkin. Maka siapa lagi yang jadi korban sengatan tawon marah itu kalau bukan Jonder, Adian, dan Togu.
"Rasakan! Kena karma kalian!" sorak Jonder puas hati.