Jika hanya memperturutkan kata saintis Epidemologi, mungkin benar Pemerintah Pusat terlalu lamban dan santuy dalam mengambil keputusan-keputusan penanggulangan Covid-19. Â Semisal penetapan waktu PSBB dan pelarangan mudik. Â
Juga perkiraan pemberlakuan fase "normal baru" mungkin masih terlalu dini. Â Meski ada banyak pandangan Epidemolog tentang titik awal fase "normal baru", mulai dari beda bulan sampai beda tahun.
Pemerintah Pusat pasti telah mempertimbangkan rekomendasi dari berbagai disiplin sains. Â Jika fase "normal baru" ditetapkan pertengahan Juni atau paling lambat Agustus tahun ini, maka pertimbangannya bukan semata-mata rekomendasi sains Epidemologi. Â Tapi juga Ekonomi, Politik, Sosiologi dan Antropologi.
Itu sebabnya Presiden Jokowi menggunakan "berdamai dengan corona", bukan "bebas dari corona". Itu karena Pemerintah Pusat percaya pada rekomendasi sains.
Â
Saran untuk Anies
Prinsip "pembangunan berbasis sains" sejatinya adalah nilai tambah seorang Anies Baswedan. Â Sayangnya, dalam praktek, dia tidak konsisten dengan prinsip itu. Â Malah tergelincir pada penggunaan argumen-argumen pseudo-sains.
Agar tidak dianggap fitnah, ambillah program naturalisasi sungai sebagai contoh. Â Program ini, seperti sudah saya tunjukkan lewat sebuah artikel, sama sekali tidak didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sains, semisal Hidrologi dan Ekologi. Dasarnya hanya argumen pseudo-sains yang telah dibangun sejak masa kampanye. [4]
Hal serupa dapat dikatakan dengan program revitalisasi trotoar Jakarta yang mengurangi bidang serapan air dan tegakan hijau untuk serapan karbon dioksida. Â
Tentu saja ada program-program pembangunan Jakarta yang didasarkan pada kajian-kajian tertentu. Â Walaupun tetap harus dipertanyakan fungsi dan mutu kajian itu. Apakah fungsinya sekadar justifikasi atas kebijakan yang ditetapkan berdasar pseudo-sains? Â Jika demikian maka mutunya tidak laik.
Secara khusus, terkait penanggulangan pandemi Covid-19, ada baiknya jika, pertama, Pak Anies merumuskan kebijakan daerah berdasar rekomendasi-rekomendasi lintas disiplin sains. Â Tidak hanya berdasarkan rekomendasi Epidemolog dan Matematikawan. Penting juga memperhatikan integritas saintisnya.
Kedua, Pak Anies sebaiknya berada dalam satu tim orkestra nasional penanggulangan pandemi Covid-19. Â Sebab sebuah penyimpangan dalam orkestra akan merusak keseluruhan kinerja. Â Suatu deviasi kebijakan di Jakarta, karena didasarkan pada pseudo-sains misalnya, bisa berakibat Jakarta menjadi episentrum Covid-19 berkelanjutan.
Saya ingin menutup artikel ini dengan mengutip pernyataan Anies di pemberitaan SMH: