Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak Anies, Percayakah Anda pada Sains?

13 Mei 2020   14:51 Diperbarui: 13 Mei 2020   18:54 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika hanya memperturutkan kata saintis Epidemologi, mungkin benar Pemerintah Pusat terlalu lamban dan santuy dalam mengambil keputusan-keputusan penanggulangan Covid-19.  Semisal penetapan waktu PSBB dan pelarangan mudik.  

Juga perkiraan pemberlakuan fase "normal baru" mungkin masih terlalu dini.  Meski ada banyak pandangan Epidemolog tentang titik awal fase "normal baru", mulai dari beda bulan sampai beda tahun.

Pemerintah Pusat pasti telah mempertimbangkan rekomendasi dari berbagai disiplin sains.  Jika fase "normal baru" ditetapkan pertengahan Juni atau paling lambat Agustus tahun ini, maka pertimbangannya bukan semata-mata rekomendasi sains Epidemologi.  Tapi juga Ekonomi, Politik, Sosiologi dan Antropologi.

Itu sebabnya Presiden Jokowi menggunakan "berdamai dengan corona", bukan "bebas dari corona". Itu karena Pemerintah Pusat percaya pada rekomendasi sains.
 
Saran untuk Anies

Prinsip "pembangunan berbasis sains" sejatinya adalah nilai tambah seorang Anies Baswedan.  Sayangnya, dalam praktek, dia tidak konsisten dengan prinsip itu.  Malah tergelincir pada penggunaan argumen-argumen pseudo-sains.

Agar tidak dianggap fitnah, ambillah program naturalisasi sungai sebagai contoh.   Program ini, seperti sudah saya tunjukkan lewat sebuah artikel, sama sekali tidak didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sains, semisal Hidrologi dan Ekologi. Dasarnya hanya argumen pseudo-sains yang telah dibangun sejak masa kampanye. [4]

Hal serupa dapat dikatakan dengan program revitalisasi trotoar Jakarta yang mengurangi bidang serapan air dan tegakan hijau untuk serapan karbon dioksida.  

Tentu saja ada program-program pembangunan Jakarta yang didasarkan pada kajian-kajian tertentu.  Walaupun tetap harus dipertanyakan fungsi dan mutu kajian itu. Apakah fungsinya sekadar justifikasi atas kebijakan yang ditetapkan berdasar pseudo-sains?  Jika demikian maka mutunya tidak laik.

Secara khusus, terkait penanggulangan pandemi Covid-19, ada baiknya jika, pertama, Pak Anies merumuskan kebijakan daerah berdasar rekomendasi-rekomendasi lintas disiplin sains.  Tidak hanya berdasarkan rekomendasi Epidemolog dan Matematikawan. Penting juga memperhatikan integritas saintisnya.

Kedua, Pak Anies sebaiknya berada dalam satu tim orkestra nasional penanggulangan pandemi Covid-19.  Sebab sebuah penyimpangan dalam orkestra akan merusak keseluruhan kinerja.  Suatu deviasi kebijakan di Jakarta, karena didasarkan pada pseudo-sains misalnya, bisa berakibat Jakarta menjadi episentrum Covid-19 berkelanjutan.

Saya ingin menutup artikel ini dengan mengutip pernyataan Anies di pemberitaan SMH:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun